SUNGGUH berat tugas yang diemban para sipir di Nusakambangan. Tugas mengawasi para napi kelas kakap makin berat seiring dengan rencana pelaksanaan eksekusi mati.
Pasalnya, potensi kerusuhan di sejumlah lapas di Nusakambangan meningkat pasca eksekusi mati. Traumatik dan solidaritas antarnapi menjadi pemicu.
BACA JUGA: Ganasnya Nusakambangan, Anak Sipir Meninggal 10 Hari sebelum Nikah
Kalapas Batu Abdul Aris menuturkan, melihat pengalaman eksekusi mati tahap I dan II, memang kondisi psikologis narapidana terpengaruh eksekusi mati.
Mereka khawatir kejadian yang sama menimpa mereka. ”Semua itu masuk akal, karena banyak terpidana mati di Nusakambangan,” ungkapnya.
BACA JUGA: Rayuan Gombal di Nusakambangan, Uang, Alphard, Macan Tutul
Sesuai catatannya, ada 55 terpidana mati yang tersebar di tujuh lapas di Nusakambangan. Yakni, Batu, Pasir Putih, Permisan, Besi, Narkotika, Terbuka dan Kembang Kuning.
”Semua napi itu tentunya memiliki rasa solidaritas. ”Ini sangat wajar,” paparnya.
BACA JUGA: Ketahuilah, di Nusakambangan Para Napi Terorisme Kerap Berulah
Perlu diingat, sebagian besar napi di Nusakambangan itu telah bertahun-tahun bersama. Mereka bisa satu sel dan satu lapas. Bisa jadi antar sesama terpidana mati berkomunikasi dan menjadi teman. ”Bahkan, bisa merasa seperti keluarga,” jelasnya.
Kalau ada kebijakan yang salah, bisa terjadi kerusuhan di Lapas Nusakambangan. Apalagi, jumlah sipir dan narapidana memang cukup timpang. ”Karena itu, kami selalu khawatir bila ada rencana eksekusi mati,” ujarnya.
Lalu, apa yang bisa diperbuat untuk mencegah kerusuhan? Dia menuturkan bahwa sebenarnya sikap sipir terhadap narapidana menjadi kuncinya.
Salah satunya, dengan tidak mengungkit-ungkit soal eksekusi mati. ”Harus diupayakan untuk ngobrol persoalan yang menyenangkan dan semacamnya,” ucapnya.
Selain itu, tentunya penambahan jumlah pengamanan dari Brimob dan TNI tentu diperlukan. Sehingga, kejadian kerusuhan bisa diantisipasi. ”Kami terus koordinasi dengan semuanya,” paparnya.
Namun, upaya lain yang menjadi kebiasaan di Nusakambangan adalah wiridan atau zikir pasca eksekusi mati. Biasanya, kegiatan ini dilakukan sipir dan terpidana bersama-sama. ”Ini menjadi salah satu kunci,” jelasnya.
Dengan wiridan bersama, secara psikologis tentu akan mempengaruhi. Dia menuturkan, mau tidak mau, karena ini berhubungan dengan kematian, maka harus ada yang dilakukan dengan cara yang seirama. ”Ya, orang berdoakan biar bisa menguatkan usahanya,” tuturnya.
Kalau boleh, tentunya sipir akan meminta agar eksekusi mati tidak dilakukan. Sebab, akan membuat dampak besar pada lapas. Namun, karena itu ketentuan pemerintah, semua itu tentu harus diterima. ”Apapun resikonya, tentu kami terus membantu,” ujarnya.
Menurutnya, lapas hanya berwenang untuk membina narapidana, bukan untuk melakukan eksekusi. Sehingga, semuanya diserahkan pada Kejaksaan Agung (Kejagung). ”Kami hanya menunggu saja,” paparnya. (idr/jpnn/habis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oh Indahnya...Band Gereja Kolaborasi dengan Grup Rebana
Redaktur : Tim Redaksi