jpnn.com - JAKARTA - Jelang Pemilu 2024, Inilah 5 Provinsi Paling Rawan, Jangan Kaget ya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) paling tinggi.
BACA JUGA: Ganjar Optimistis PDIP Bisa Hattrick dan Menang Total di Pemilu 2024
Anggota Bawaslu RI dari Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, Lolly Suhenty menyatakan dari hasil IKP dan Pemilihan Serentak 2024, Jakarta mendapat nilai 88,95.
Peringkat kedua ditempati Sulawesi Utara dengan poin 87,48 dan Maluku Utara (84,86) di peringkat 3.
BACA JUGA: Inilah Penyebab Partai Ummat Gagal Ikut Pemilu 2024, Amien Rais Perlu Tahu
Selanjutnya, Jawa Barat di peringkat 4 dengan 77,04 dan Kalimantan Timur peringkat 5 dengan poin 77,04.
Lolly menjelaskan jika aspek profesionalisme penyelenggaraan pemilu tidak dijaga dan dikuatkan, berpeluang besar memberikan pengaruh terhadap lahirnya kerawanan di Pemilu 2024.
BACA JUGA: ART: Penundaan Pemilu 2024 Sebuah Kejahatan Demokrasi
"Dimensi penyelenggaraan pemilu ini lebih tinggi konstribusinya terhadap potensi lahirnya kerawanan pemilu dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik," kata Lolly saat peluncuran IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak di Jakarta Pusat, Jumat (16/12).
Dia menjelaskan di tingkat provinsi, dimensi penyelenggaraan pemilu tercatat menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi kerawanan pemilu dengan skor 54,27.
Selain itu, dimensi konteks sosial politik juga berpotensi besar melahirkan kerawanan pemilu dengan skor 46,55.
Kemudian dimensi kontestasi dengan skor 40,75, serta dimensi partisipasi politik dengan nilai 17,23, juga berpotensi melahirkan kerawanan pemilu.
Lolly juga mengungkapkan di tingkat kabupaten/kota, dimensi penyelenggaraan pemilu juga menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi lahirnya kerawanan pemilu, dengan skor 42,22.
"Dimensi ini diikuti oleh dimensi konteks sosial politik yang berada di skor 31,13. Selanjutnya dimensi kontestasi dengan skor 26,22 dan terakhir dimensi partisipasi politik dengan skor 3,83," lanjutnya.
Isu-Isu Strategis seputar Pemilu
Selain itu, Loly juga menjelaskan pihaknya mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama penyelenggara pemilu.
Pertama, netralitas penyelenggara pemilu harus dijaga, dirawat dan dikuatkan untuk meningkatkan kepercayaan publik sekaligus merawat harapan publik akan proses pemilihan umum yang lebih kredibel dan akuntabel.
"Polemik proses verifikasi faktual partai politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara pemilu, menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu," jelasnya.
Isu kedua, lanjutnya, pelaksanaan tahapan pemilu di Daerah Otonomi Baru di wilayah Papua dan Papua Barat harus menjadi perhatian khusus, terutama terkait kesiapan wilayah baru tersebut dalam mengikuti ritme dari tahapan pemilu yang sudah berjalan.
"Ketiga, potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga kondusivitas dan stabilitas selama tahapan pemilihan umum berjalan," ungkap Lolly.
Isu strategis keempat, intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat tentu membutuhkan langkah-langkah mitigasi secara khusus untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi dari dinamika politik di dunia digital.
"Kelima, pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan," pungkas Lolly. (mcr8/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Kenny Kurnia Putra