Jelang Pilkada, Korupsi APBD Meningkat

Jumat, 08 Januari 2010 – 05:57 WIB

JAKARTA -- Hasil penelitian Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruptions Watch (ICW) menyebutkan, penggerogotan uang APBD angkanya meningkat tajam mendekati pilkadaIni terjadi jika kepala daerahnya ikut maju lagi di pilkada itu

BACA JUGA: Pilkada Dua Kabupaten di Sulsel Terancam Bermasalah

Koordinator Divisi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh menjelaskan, ada tiga pos anggaran di APBD yang rawan dikuras kepala daerah (incumbent) yang maju lagi di pilkada, yakni dana untuk bantuan sosial, dana hibah, dan dana tidak tersangka.

Dana di tiga pos itu begitu mudah dimanfaatkan untuk kepentingan kepala daerah menghadapi pilkada
Pasalnya, pengeluaran uang dari tiga pos itu merupakan kewenangan diskresi kepala daerah

BACA JUGA: Dikepung Massa, KPUD Tetap Tahan Pilgub

Modusnya antara lain, ada proposal-proposal yang masuk dan menjadi kewenangan kepala daerah untuk menetapkan mana proposal yang disetujui dan mana yang ditolak
Berdasarkan riset pada pilkada yang sudah berlangsung, peningkatan pengeluran dana di tiga pos itu bisa dua kali lipat dibanding hari-hari biasa.

"Di pos tertentu bisa naik 100 persen

BACA JUGA: DPR Desak KPU dan Bawaslu Serius Siapkan Pilkada 2010

Biasanya pengeluaran yang besar dengan dalih dana sosialisasi, tapi sebenarnya untuk kampanye incumbent," ujar Fahmi di Sekretariat ICW, kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, kemarin (7/1).  Dia menegaksan, potensi korupsi pilkada sangat besar terjadi terjadi di daerah yang pilkadanya diikuti oleh calon incumbentLebih lanjut dia paparkan, modus penggunaan APBD untuk pemenangan Pilkada terjadi dalam bentuk penggunaan program populis seperti alokasi dana bantuan langsung, program kesehatan gratis, sembako murah, raskin dan lainnyaTermasuk program titipan yang ada di Dinas dan proyek sosialisasi di KPUD.

Di tempat yang sama, Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan mengatakan untuk menghindari maraknya korupsi Pilkada, Mendagri harus mengeluarkan regulasi yang menutup adanya alokasi anggaran di tiga pos tersebutDulu, kata Abdulah, diperbolehkannya penganggaran di tiga pos itu untuk tujuan penertiban, daripada kepala daerah sembarangan mengambil uang APBD"Tapi faktanya, bukan tertib, tapi tetap saja uang itu disalahgunakan,"ujarnya.

Sementara, ditanya solusi yang paling efektif untuk penutupan tiga pos itu selain mengimbau ke mendagri, Ibrahim Fahmi menjelaskan, harapan satu-satunya agar lebih cepat dan efektif ada di tangan DPRD"Berani nggak DPRD menolak usulan alokasi anggaran untuk tiga pos itu?" ujar FahmiDia mengaku pesimis dewan mau melakukan ituPasalnya, "Selama ini justru para anggota dewan yang ngantre ikut menikmati uang di tiga pos APBD itu."

Secara umum Ibrahim Fahmi mengatakan piilkada yang akan digelar di 244  daerah tahun 2010 ini berpotensi menambah maraknya praktik korupsiMenurutnya, persoalan korupsi itu terjadi karena kurangnya persiapan dan lemahnya pengawasan di daerahMenurut Ibrahim, persiapan yang kurang dari setahun sejak pemilu 2009, menyebabkan modu-modus korupsi yang muncul di pemilu itu akan terbawa pada PilkadaSalah satunya adalah manipulasi dana kampanye yang masuk ke rekening pemenangan kampanye pasangan kepala daerah.

"Potensi manipulasi diperkirakan akan sama dengan yang terjadi pada Pilpres tahun 2009," kata IbrahimPelakasanaan yang secara massif di 244 daerah, kata Ibrahim juga akan menjadi pemicu maraknya korupsi pilkadaPada kondisi ini berbagai persoalan yang krusial akan muncul baik dalam tahapan penyelenggaraan maupun dalam perencanaan anggaran pendukung pilkada.

Lemahnya pengawasan dari dewan juga akan menyebakan potensi korupsi di sekitar pelaksanaan pilkada"Kontrol terhadap Pilkada di daerah akan sangat lemah karena DPRD masih belum berpengalaman," katanyaIbrahim mengatakan konflik kewenangan antara KPU dan Bawaslu juga ikut melemahkan pengawasan formal atas pilkada(sam,awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPUD Dibolehkan Abaikan SEB


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler