Jelang Tujuh Tahun Perang Syria, Bagaimana Nasib Pengungsi?

Selasa, 06 Februari 2018 – 23:52 WIB
Pengungsi Syria. Foto: AFP

jpnn.com - Pada 15 Maret 2018, Perang Syria akan genap tujuh tahun. Sampai sekarang, konflik senjata yang dipicu Arab Spring tersebut tak kunjung menunjukkann tanda-tanda bakal berakhir.

Di Provinsi Idlib, Rusia justru mengintensifkan serangan. Di Afrin, perbatasan Syria-Turki, militer Amerika Serikat (AS) dan pasukan Turki adu senjata.

BACA JUGA: Rusia Mengamuk di Idlib, Dua Hari 103 Serangan Udara

Perang berkepanjangan yang ditumpangi banyak kepentingan itu membuat warga sipil menderita. Saat genderang perang ditabuh pada 2011, rakyat Syria sadar bahwa kematian sudah dekat.

Bertahan di dalam negeri jelas akan berujung kematian. Entah karena peluru nyasar, bom, atau rudal. Dan, bisa juga karena kelaparan atau penyakit. Tapi, mengungsi juga bukan jawaban karena hanya bersifat sementara.

BACA JUGA: Pemberontak Syria Tembak Jatuh Sukhoi Rusia, Amerika Panik

’’Sebagian besar warga sipil Syria yang telantar di dalam negeri terpaksa bertahan dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Mereka tidak betah. Tapi, pulang ke tempat asal bukan pilihan yang tepat saat ini,’’ kata Sekjen Norwegian Refugee Council (NRC) Jan Egeland sebagaimana dikutip Al Jazeera kemarin, Senin (5/2). Sebab, pulang sama saja dengan setor nyawa.

Namun, para pengungsi Syria yang ditemui Egeland di beberapa negara Eropa pun merasakan hal yang sama. Tidak kerasan.

BACA JUGA: Rezim Assad Diduga Gunakan Gas Sarin, Begini Reaksi AS

Sejak sekitar dua tahun terakhir, ratusan pengungsi Syria nekat pulang ke negara yang terletak di tepi Laut Mediterania tersebut. Tentunya dengan risiko yang sangat besar.

’’Syarat bagi mereka yang ingin pulang adalah sukarela. Tak boleh ada paksaan,’’ kata diplomat 60 tahun tersebut.

Jika dasar utama kepulangan mereka adalah kerelaan, Egeland yakin, para pengungsi yang rindu kampung halaman itu sudah siap dengan segala konsekuensi yang harus mereka tanggung.

’’Mereka harus paham bahwa konflik masih berlangsung. Dan, tugas kami adalah memastikan mereka bisa pulang dengan selamat,’’ ungkap pria asal Norwegia tersebut kepada situs reliefweb.

Belakangan, desakan agar para pengungsi Syria pulang juga muncul dari pemerintah beberapa negara Eropa. Alasannya, mereka kewalahan mengurusi para pengungsi yang tidak layak mendapatkan suaka. Jerman dan Denmark, kabarnya, sedang menggodok regulasi untuk mendeportasi para pengungsi Syria.

’’Mereka tidak boleh dipaksa pulang jika tidak berkenan,’’ tegas Egeland.

Untuk mencegah pemaksaan lewat regulasi, NRC dan beberapa organisasi internasional lainnya mengimbau kepada pemerintah Eropa dan Amerika Serikat (AS) serta negara-negara penampung pengungsi Syria lainnya untuk menghormati hak para pengungsi.

’’Memaksa mereka pulang hanya akan menambah jumlah korban perang.’’ Demikian bunyi keterangan bersama NRC, Save the Children, dan Action Against Hunger.

Imbauan yang sama disampaikan CARE International, Danish Refugee Council (DRC), dan International Rescue Committee (IRC).

’’Tidak ada satu pun anak yang akan pulang (ke Syria) sebelum semuanya aman. Dan, sekarang bukan waktu yang tepat. Masih ada pertempuran, serangan udara, dan ranjau. Selain itu, tidak ada fasilitas kesehatan dan pendidikan,” tutur Helle Thorning-Schmidt, CEO Save the Children.

Dia menambahkan, sebagian besar wilayah di Provinsi Aleppo, Provinsi Homs, dan Provinsi Damaskus tidak aman. Dia bisa mengatakannya karena baru mengelilingi tiga provinsi itu.(hep/c5/dos)

Angka-Angka Konflik Syria

 

7 tahun Lama konflik.

13 juta Warga yang telantar di dalam dan luar negeri.

1,5 juta Perkiraan kenaikan jumlah pengungsi selama 2018.

2,4 juta Warga yang mengungsi selama sembilan bulan pertama 2017.

8 ribu Jumlah rata-rata pengungsi tiap hari.

 

* Jika dirata-rata, setiap satu pengungsi yang pulang akan digantikan tiga orang yang mengungsi.

 

Perkiraan Pengungsi Syria di Luar Negeri

 

Turki 3,4 juta

Lebanon 1 juta

Jordania 660 ribu

Jerman 500 ribu

Iraq 250 ribu

Mesir & Libya 150 ribu

Swedia 110 ribu

Austria 50 ribu

Kanada 52 ribu

Amerika Serikat 21 ribu

Di luar Eropa, Afrika, atau Timur Tengah 100 ribu

 

Sumber: Pew Research, Relief Web

BACA ARTIKEL LAINNYA... AS, Rusia dan Turki Menebar Maut di Syria


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler