jpnn.com, TASIKMALAYA - Sungai Ciwulan dengan panjang sekitar 114 kilometer berhulu di Kabupaten Garut, membentang sepanjang Kota dan Kabupaten Tasikmalaya hingga bermuara di Samudera Hindia.
Keberadaan sungai ini menjadi berkah sekaligus tantangan bagi ribuan warga, khususnya yang berdomisili di dua desa yang terbelah oleh aliran sungai besar, yakni Desa Cisempur Kecamatan Cibalong, dan Desa Mandalahurip Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
BACA JUGA: EIGER Gelar Kompetisi Panjat Dinding untuk Mapala se-Jawa Timur, Pesertanya Membeludak
Sepanjang perbatasan kedua desa ini, Sungai Ciwulan memiliki lebar kurang lebih 100-150 meter memisahkan ribuan warga di dua desa pelosok Kabupaten Tasikmalaya.
Namun, problemnya adalah kesulitan akses warga di Desa Cisempur dan Desa Mandalahurip.
BACA JUGA: 80 Peserta Eiger MJC 2023 Diasah Kemampuan Menjelajahi Hutan dan Gunung Merbabu
Mereka harus memutar jauh dengan jarak 5-8 kilometer untuk menyeberang di jembatan yang berada di jalan utama.
“Banyak anak-anak sekolah dan guru di Desa Mandalahurip terpaksa daripada memutar jauh, mereka menyeberang sungai menggunakan rakit, menantang arus sungai yang deras menuju sekolah di Desa Cisempur,” ungkap Kepala Desa Cisempur Didi Setyadi.
BACA JUGA: Menjelang Akhir Tahun, Eiger Berikan Diskon Hingga 50 Persen, Berlaku di Semua Toko
Berawal dari cerita inilah, Vertical Rescue Indonesia dan EIGER Adventure berkolaborasi dengan prajurit TNI dari Brigif 13 Kostrad dan seluruh elemen masyarakat dari dua desa bahu membahu membangun sebuah jembatan gantung membentang sepanjang 140 meter.
Manager EIGER Adventure Service Team Galih Donikara mengatakan jembatan di Desa Cisempur adalah jembatan ke-8 yang dibangun EIGER bersama Vertical Rescue Indonesia.
Jembatan yang disumbangkan EIGER untuk masyarakat, khususnya di berbagai wilayah pelosok di Indonesia.
“Bakti EIGER sejak tahun 1989 lahir sebagai brand perlengkapan luar ruang made in Bandung, Jawa Barat. EIGER ikut membangun jembatan bersama Vertical Rescue Indonesia. Jembatan untuk berinteraksi, berkomunikasi dan berkolaborasi," kata Galih Donikara dalam keterangannya, Kamis (15/2).
Dia berharap jembatan ini menjadi inspirasi untuk membantu orang lain, menyeberangkan, meneruskan impian anak bangsa agar negeri ini menjadi negeri yang terhormat, bermartabat, sejahtera lahir dan batin.
Jembatan ini memiliki bentangan sepanjang kurang lebih 140 meter, dibangun dengan konstruksi gantung, dipimpin langsung oleh Tedi Ixdiana selaku Komandan Vertical Rescue Indonesia.
Saat meresmikan langsung jembatan ini pada pekan pertama Februari 2024 lalu, Tedi Ixdiana mengatakan jembatan gantung di Desa Cisempur menjadi jembatan ke-185 di 19 provinsi yang dibangun oleh ia dan timnya, rangkaian dari ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung untuk Indonesia yang diinisiasi Vertical Rescue Indonesia.
“Jembatan ini dibangun bersama EIGER, Prajurit Brigif 13 Kostrad dan ribuan masyarakat. Hasil gotong royong semua pihak, warga Desa Cisempur dan Mandalahurip tidak perlu memutar jauh lagi untuk sekolah, mengajar, berkebun dan beraktivitas,” ujar Tedi.
Tedi menceritakan jembatan gantung sepanjang 140 meter dibangun dengan teknologi sederhana temuan dari Vertical Rescue Indonesia.
Total waktu pembangunannya hanya membutuhkan kurang lebih 2-3 minggu pengerjaan.
“Ini jembatan gotong royong, dengan teknologi sederhana yang didukung oleh EIGER Adventure, material batu kali yang diambil dari sekitar sungai seberat 1,5 ton dibenamkan ke dalam pondasi, total ada 10-12 batu dibenamkan, lalu diikat sling baja yang saling mengikat," terangnya.
Tedi pun menyampaikan terima kasih untuk para masyarakat dan Prajurit Brigif 13 Kostrad yang bahu-membahu membangun dan nantinya akan merawat jembatan ini.
Danbrigif Raider 13/Galuh Rahayu Kolonel Infanteri Jimmy T.P. Sitinjak yang ikut meresmikan jembatan tersebut mengucapkan terima kasihnya untuk seluruh pihak yang terlibat.
“Kolaborasi semua pihak, termasuk oleh pasukan prajurit Brigif 13 Kostrad, saya ucapkan terima kasih, terbangunnya jembatan ini adalah doa masyarakat," kata Kolonel Jimmy.
Menurutnya, kesulitan masyarakat untuk sekolah, mengajar, menjual hasil bumi karena harus memutar jauh, kini sudah teratasi.
"Jarak dua desa jadi lebih dekat tanpa perlu menyeberang sungai menumpang rakit bambu,” pungkasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi