Jembatan Lantainya Terbuat dari Batu Bacan, tak Ada yang Berani Mencukil

Kamis, 21 Mei 2015 – 19:48 WIB
JEMBATAN MAHAL: Jembatan batu bacan yang menghubungkan kampung Amasing Kota dan Amasing Kota Utara di Pulau Bacan, Halmahera Selatan. Lantai bagian tengahnya terbuat dari batu bacan. Foto: Miftakhul Fahamsyah/Jawa Pos

BANYAK orang memburu batu bacan. Namun, di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, batu hijau itu malah dijadikan lantai jembatan.
-----------
Laporan Miftakhul Fahamsyah, Halmahera Selatan
-----------
LOKASINYA di belakang perkampungan padat di Amasing Kota, Labuha, ibu kota Halmahera Selatan, yang tidak jauh dari laut Halmahera. Layaknya perkampungan nelayan, rumah-rumah di tempat itu juga saling berimpitan. Di antara rumah-rumah tersebut, terdapat gang sempit yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter.

Sepintas, tidak ada yang menarik dari lokasi tersebut. Apalagi jemuran pakaian tergantung di sana-sini. Terkesan kumuh. Tetapi, siapa sangka, di perkampungan itu terdapat jembatan ’’mahal’’ yang menghubungkan antarkampung tersebut.

BACA JUGA: Cinta Segitiga di Taman Marga Satwa, Duo Pejantan Birahi, Sari Mati Diperkosa

Jembatan selebar 2,5 meter itu dicat kombinasi kuning-biru. Lantainya berwarna hijau. Lantai hijau itulah yang ternyata merupakan bongkahan-bongkahan batu bacan.

Sebagaimana diketahui, di dunia batu akik, batu bacan merupakan salah satu yang banyak dicari penggemar akik. Bukan hanya kolektor dalam negeri, banyak pencinta batu akik dari Tiongkok, Korea Selatan, dan Hongkong yang juga berburu batu bacan. Karena itu, tidak heran bila harganya melambung hingga puluhan juta rupiah. Batu bacan dihargai mahal lantaran batu itu dianggap ’’hidup’’.

BACA JUGA: Terlahir Miskin dan Dilecehkan, Angkat Derajat Keluarga dengan Prestasi

’’Saya memang sengaja meletakkan batu bacan di jembatan ini,’’ ungkap Muhammad Abusama, penggagas sekaligus penyandang dana pembangunan jembatan yang didirikan di atas Sungai Inggot tersebut, Minggu (17/5).

’’Dengan jembatan ini, saya ingin memudahkan orang melihat batu bacan kalau datang ke pulau ini,’’ tambah pria 49 tahun tersebut.

BACA JUGA: Ketika Tiga Presiden dan Satu Wapres Menjadi Supermentor Generasi Muda

Tidak seperti pemahaman orang selama ini, batu bacan justru tidak terdapat di Pulau Bacan. Batu mulia tersebut hanya bisa ditemukan di Pulau Kasiruta, Halmahera Selatan. Untuk mencapai Kasiruta, dibutuhkan waktu 3–4 jam dengan menggunakan kapal motor dari Pulau Bacan.

Kalau naik speedboat, perjalanan bisa lebih cepat, sekitar 2 jam. Di Kasiruta itulah terdapat Kampung Doko dan Palamea yang selama ini dikenal sebagai penghasil batu bacan dengan varian berbeda.

Abusama menyatakan, setiap tamu yang datang ke Labuha atau Pulau Bacan selalu ingin tahu tambang batu bacan yang dikenal hingga luar negeri itu. Tapi, si tamu pasti kecewa karena di Pulau Bacan tidak terdapat batu bacan.

Untuk melihat langsung tambang batu mulia tersebut, pengunjung harus ke Pulau Kasiruta yang tidak setiap saat bisa terlaksana. Sebab, kapal motor yang akan menyeberangkan hanya beroperasi pada hari-hari tertentu.

’’Karena itu, saya bangun jembatan dari batu bacan ini di depan rumah saya ini. Biar pengunjung yang datang di Pulau Bacan tidak harus menyeberang ke Kasiruta untuk melihat batu bacan secara langsung,’’ jelas mantan wakil ketua DPRD Halmahera Selatan tersebut.

Jembatan kecil itu dibangun pada pertengahan 2011. Momen pembongkaran jembatan kayu yang sudah rapuh oleh Kesultanan Bacan menginsipari Abusama untuk mengganti jembatan itu dengan batu bacan pada lantainya.

Memang, Abusama berusaha mempertahankan konstruksinya yang tetap menggunakan kayu. Hanya lantainya yang diganti batu bacan dan batu kali di pinggirnya.

Setelah disetujui pihak kesultanan, Abusama membangun kembali jembatan itu. Hanya, lokasinya digeser sekitar 50 meter dari posisi jembatan lama atau persis di depan rumahnya.

’’Bersama beberapa tetangga, saya lalu mengambil batu bacan dari Kasiruta dengan menggunakan speedboat saya. Saat itu, kami dapat membawa 38 karung,’’ terangnya.

Abusama menegaskan, saat itu penduduk asli Pulau Bacan diperbolehkan mengambil batu bacan. Sebab, ketika itu batu bacan belum booming dan belum ada aturan khusus dari pemerintah.

’’Saat kami ambil, warna batunya masih hitam. Bongkahan batu itu lalu dipotong-potong dengan ketebalan 22 cm untuk dipasang sebagai lantai bagian tengah jembatan,’’ paparnya.

Pembangunan jembatan tersebut berjalan lancar. Warga sekitar, baik yang tinggal di Amasing Kota maupun Amasing Kota Utara, bahu-membahu mengerjakan jembatan tersebut. Dalam waktu sekitar dua bulan, jembatan sepanjang 38 meter itu pun rampung.

’’Delapan bulan setelah jembatan jadi, warna batu bacan di jembatan ini baru terlihat hijau. Itu seiring dengan gesekan kaki, sandal, dan sepatu warga yang lewat,’’ ujarnya.

Namun, jembatan itu hanya bisa dilalui pejalan kaki. Sepeda maupun sepeda motor tidak diperbolehkan melintasinya karena dikhawatirkan merusak lantai jembatan.

’’Jadi, jembatan ini khusus untuk pejalan kaki. Warga bisa memanfaatkan untuk berolahraga atau terapi karena batu kali di pinggir-pinggirnya dipasang agak menonjol,’’ jelasnya.

Karena manfaatnya itu, warga sekitar jembatan merasa memiliki jembatan tersebut. Mereka turut menjaga jembatan itu agar terawat dengan baik.

’’Semangat itu pula yang membuat batu bacannya tetap utuh. Tidak ada yang berani mencukil. Warga ikut mengawasi jangan sampai ada orang yang mencuri,’’ tegas anggota DPRD Halmahera Selatan tersebut.

Memang, melihat sedang booming-nya batu bacan saat ini, orang bisa saja tergoda untuk mengambilnya dari lantai jembatan. Apalagi harganya yang selangit.

Batu bacan seukuran kuku jari kelingking saja kini dihargai sekitar Rp 1 juta. Apalagi bongkahan-bongkahan batu bacan seperti yang dipasang di jembatan selebar 2,5 meter tersebut. Harganya pasti lebih mahal.

’’Mahal atau tidak, itu bergantung persepsi orang. Karena itu pula, ketika ada yang tanya berapa biaya untuk membangun jembatan ini atau berapa nilai batu bacan di jembatan ini, saya tidak pernah tahu,’’ tegas Abusama.

Legislator dari Partai Golkar itu menambahkan, dirinya tidak pernah menghitung uang yang sudah dikeluarkan untuk membangun dan memelihara jembatan tersebut. Dia juga tidak pernah tergelitik untuk menghitung nilai batu bacan yang terpasang di jembatan yang dibangunnya itu. Yang dipikirkan hanya cara merawat jembatan tersebut agar terus bermanfaat bagi masyarakat.

’’Saya juga ingin terus mempercantik kawasan sekitar jembatan agar tertata lebih rapi sehingga bisa menjadi destinasi wisata,’’ ungkapnya.

Untuk itu, Abusama berniat membebaskan lahan milik warga yang menjadi akses ke jembatan. Dengan begitu, jalan ke jembatan bisa diperlebar.

’’Tentunya agar bisa lebih dilihat. Tidak seperti sekarang, akses dari Amasing Kota begitu sempit sehingga kurang terlihat,’’ tandas keturunan Kesultanan Bacan tersebut. (*/c5/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Meninggal, Tukang Becak Berhati Mulia itu Nyaris Putus Asa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler