jpnn.com - BANDARLAMPUNG - Niat DPRD Lampung untuk mempercepat realisasi Jembatan Selat Sunda (JSS) akan terganjal dengan kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua DPRD Lampung, Dedy Afrizal, mengatakan pihaknya akan memanfaatkan anggota DPR RI daerah pemilihan Lampung serta tiga menteri asal provinsi ini untuk membantu mempercepat pembangunan di Sai Bumi Ruwa Jurai, termasuk realisasi JSS.
BACA JUGA: Akui PLN Dorong Kenaikan Peringkat Kemudahan Berbisnis
"Iya, kita kan banyak memiliki anggota legislatif yang duduk di DPR RI. Lalu di kabinet ini kita punya tiga menteri asal Lampung. Jadi mereka harus dapat membantu kita," tegas Dedy, seperti dilansir Radar Lampung (JPNN Grup), Senin (3/11).
Seperti untuk realisasi jalan tol serta JSS yang menjadi megaproyek untuk akselerasi pembangunan di Lampung. Pembangunan dua proyek tersebut akan berdampak sangat positif untuk perekonomian Lampung.
BACA JUGA: PBNU Dukung Kenaikan Harga BBM
“Seperti JSS kan sudah dilakukan studi kelayakan, lalu menteri sebelumnya yang berkaitan juga telah melakukan upaya. Artinya tinggal langkah yang lebih keras lagi dari kita mendorong agar cepat dilaksanakan kembali,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Namun upaya DPRD ini bakal terganjal dengan kebijakan Jokowi. Sebab presiden yang baru dilantik pada 20 Oktober lalu ini akan membatalkan proyek JSS dan tidak akan melanjutkan proses pembangunannya.
BACA JUGA: Ingatkan Mentan Kaji Izin Usaha Perkebunan Bermasalah
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Andrinof Chaniago mengatakan terdapat dua alasan pembangunan JSS dibatalkan. Pertama, JSS dikhawatirkan akan mematikan identitas Indonesia sebagai negara maritim.
Menurut Andrinof, Selat Sunda menjadi salah satu jalur penyeberangan terpadat, meski memang masih banyak kekurangan kinerja. “Kalau dimatikan dan malah tidak ditingkatkan kinerjanya, itu akan menghilangkan identitas Indonesia sebagai negara maritim,” katanya.
Sebaiknya pelayanan ataupun kinerja pelayaran di penyeberangan Selat Sunda diperbaiki, misalnya dengan menambah armada penyeberangan, dermaga, dan memperbaiki fasilitas pendukung lainnya.
Pertimbangan kedua tak berlanjutnya pembangunan JSS adalah perihal ketimpangan. Menurut Andrinof, alangkah lucunya jika pemerintah yang berkoar-koar menekankan pemerataan, justru membuat megaproyek yang menambah ketimpangan.
“Katanya pemerataan, tapi kita bikin megapoyek yang membuat ekonomi terkonsentrasi di barat. Kita harus berhenti berpikir paradoks,” ujarnya.
Selain dua pertimbangan tersebut, Andrinof juga menyebutkan yang juga disadari Presiden Jokowi adalah pemenuhan kebutuhan rumah rakyat yang masih nimin.
Backlog atau ketimpangan antara permintaan rumah dan ketersediaan rumah itu setidaknya mencapai 15 juta rumah, dengan peningkatan lebih dari 1 juta rumah per tahun.
“Ini apa hubungannya dengan JSS" Adanya backlog itu karena konsesi penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh segelintir pengusaha membuat harga tanah tidak terjangkau. Jadi, ke depan harus jelas membangun itu untuk apa. Membangun untuk segelintir orang atau rakyat banyak?” tandasnya. (eka/fik)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hati-Hati Tawaran Investasi Return Tinggi
Redaktur : Tim Redaksi