Jenderal Dudung Siap Mengerahkan Seluruh Prajurit, Ada yang Langsung Bereaksi

Jumat, 26 November 2021 – 07:32 WIB
KSAD Jenderal Dudung Abdurachman saat memberikan pengarahan kepada perwira menengah dan tinggi di lingkungan TNI AD, Jakarta, Senin (22/11). Sumber foto Dispenad

jpnn.com, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik keras pernyataan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman yang pengin memberlakukan cara Orde Baru (Orba) dalam menangkal gerakan radikalisme.

Terlebih lagi, eks Pangkostrad itu hendak mengerahkan seluruh prajurit TNI AD hingga ke tingkat paling bawah seperti Babinsa demi merealisasikan hal tersebut.

BACA JUGA: Perintah Jenderal Dudung, Prajurit TNI Harus Melindugi Masyarakat Papua dari Intimidasi KKB 

"Kami melihat, pernyataan Jenderal Dudung tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap konsekuensi dari stigmatisasi kepada kelompok tertentu seperti halnya yang terjadi pada era Orba dalam peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 dan Talangsari pada tahun 1989," tulis pernyataan resmi lembaga tersebut seperti disampaikan Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar, Kamis (25/11).

KontraS menilai bahwa sudah ada lembaga seperti Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang berwenang mengatasi radikalisme.

BACA JUGA: Kerja Perdana Sebagai KSAD, Ini Pesan Jenderal Dudung untuk Para Perwira TNI

Di sisi lain, tugas pokok TNI ialah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi bangsa dari segala ancaman.

KontraS menilai wacana yang digulirkan Jenderal Dudung bisa mendorong pelibatan TNI ke ranah sipil. Hal itu jelas tidak sesuai dengan undang-undang dan amanat reformasi.

BACA JUGA: Dipimpin Faisal, 200 Anggota Pemuda Pancasila Bergerak dari Manahan

"Selain itu, pengerahan kekuatan TNI sebagai angkatan bersenjata untuk mengurusi ranah sipil juga berpotensi mencederai demokrasi dan memperburuk kondisi hak asasi manusia," tutur KontraS.

Toh, lembaga yang dipimpin Indria Fernida itu menilai tingkat kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI masih terbilang tinggi dan korban utama dari tindakan ialah masyarakat sipil.

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, TNI AD selalu menempati posisi tertinggi dalam hal melakukan kekerasan dibandingkan dengan matra yang lain.

Atas hal itu, wacana KontraS menentang rencana yang digulirkan Jenderal Dudung.

"KSAD seharusnya dapat fokus untuk membenahi pekerjaan rumah institusi TNI yang tak kunjung usai, seperti kultur kekerasan yang terus terjadi, keterlibatan TNI yang masif di ranah sipil, dan mandeknya reformasi peradilan militer," beber KontraS.

Lembaga itu juga menilai narasi yang diungkapkan Jenderal Dudung bisa menjadi legitimasi  melakukan stigma terhadap berbagai kelompok yang dianggap radikal.

Belum lagi, lanjut KontraS, definisi dan standar radikal tidak jelas ukurannya dan hanya menggunakan tafsir tunggal negara.

Di sisi lain, metode stigmatisasi oleh aparat selama ini terbukti telah meningkatkan angka represi dan berimplikasi buruk bagi HAM.

"Kami mengkhawatirkan bahwa keterlibatan berlebihan TNI dalam menumpas gerakan radikalisme akan memiliki potensi yang sama. Sebab, meluasnya domain militer akan berimplikasi pada penyempitan ruang-ruang sipil," beber KontraS. (ast/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Soetomo
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler