Jepang Hengkang dari Inalum

Kemen BUMN Resmi Akhiri Kerja Sama

Senin, 01 November 2010 – 07:32 WIB

BANDUNG - Pemerintah akhirnya melayangkan surat rekomendasi resmi kepada Otorita Asahan terkait niatannya untuk mengambil alih 100 persen saham perusahaan aluminium, PT InalumKementrian BUMN meminta agar Master Agreement (MA) antara Pemerintah Indonesia dan perusahaan asal Jepang, yakni Nippon Asahan Aluminium (NAA) diakhiri pada 31 Oktober 2013 mendatang.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar mengakui, jika dirinya telah menandatangi surat rekomendasi resmi kepada Otorita Asahan terkait pengambilalihan PT Inalum

BACA JUGA: Bea Cukai Perketat Impor

"Surat rekomendasi tersebut berisikan usulan dari Kementerian BUMN untuk mengambil alih kepemilikan saham di Inalum
Pemerintah Indonesia akan menguasai Inalum sepenuhnya," ujarnya disela Workshop Wartawan di Bandung kemarin.

Seperti diketahui, sesuai perjanjian kontrak RI-Jepang pada 7 Juli 1975, Proyek Asahan yang terdiri dari Pabrik Peleburan Aluminium dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ini, akan berakhir pada Oktober 2013

BACA JUGA: BKPM Diminta Promosikan Luar Jawa

Saham Inalum sebesar 58,88 persen dikuasai 12 investor Jepang melalui Nippon Asahan Aluminium (NAA), selebihnya atau 41,12 persen dimiliki pemerintah Indonesia.

Mustafa menjelaskan, dalam kesepakatan Master Agreement dengan Jepang itu, terdapat klausul yang menjelaskan, jika tiga tahun menjelang berakhirnya MA nanti, PT Inalum berhak mengajukan perpanjangan masa berlaku MA
"Pemerintah hanya memiliki tiga tahun masa persiapan untuk transisi (menguasai 100 persen operasional Inalum)," kata dia.

Oleh karena itu, Kementrian BUMN dan ?Kementerian Keuangan, sudah membuat surat formal kepada Menko Perekonomian dan Presiden untuk diberi kesempatan, di mana 100 persen saham Inalum akan menjadi milik Indonesia

BACA JUGA: BKPM Optimis Target Investasi Tercapai

Saat ditanya soal kebutuhan dana yang disiapkan oleh pemerintah, Mustafa mengaku belum bisa memberi gambaran"Saat ini auditor perusahaan, Earnst & Young, belum memberikan laporan final terkait hasil auditnya," kata dia.

Meski begitu, pihaknya mengaku telah menginventarisir dan sudah mengukur pendanaan yang dibutuhkan"Mudah-mudahan tercover oleh BUMNDari segi teknis dan manajemen serta pengalaman puluhan tahun dengan pihak luar, yaitu dengan pihak Jepang, insya Allah kami mampu mengelola ituDi samping itu ada BUMN yang hampir sejenis, Antam, yang juga bisa bergabung dan melanjutkan ini," tegasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN, Irnanda Laksanawan menjelaskan, sikap resmi pemerintah itu sesuai aspirasi masyarakat"Oleh karenanya, kami mengambil sikap untuk menolak usul perpanjangan periode operasi pabrik peleburan aluminium itu," tegasnya.

Untuk diketahui, Inalum bergerak dalam industri aluminium dengan kapasitas produksi sekitar 230 ribu-240 ribu ton per tahunSelama ini, hasil produksi Inalum sebagian besar dikirim ke Jepang, dan Indonesia sendiri harus mengimpor alumunium dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, Indonesia akan memperoleh manfaat besar kalau Inalum dikelola sendiri"Inalum termasuk industri dasar yang strategis dan sudah seharusnya dikelola anak bangsa sendiri, melalui BUMN," jelasnya(wir/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhir November, FTZ Berlaku Menyeluruh di BBK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler