Jeremy Lin, Pemain Asian American Pertama di NBA

Lulus Harvard dengan IP 3,1

Minggu, 06 Maret 2011 – 19:19 WIB
WAWANCARA - Jeremy Lin saat melayani permintaan interview jelang pertandingan Golden State Warriors di Oracle Arena, Oakland. Foto: Hasan Gozali/Jawa Pos.
Yao Ming terus dilanda cederaYi Jianlian tampil di bawah harapan

BACA JUGA: Mourinho Nyaris jadi Korban Penusukan

Bagi penggemar NBA di Asia, inspirasi bisa didapat dari Jeremy Lin, rookie Golden State Warriors.


Ulasan AZRUL ANANDA

NAMA Jeremy Shu-How Lin tiba-tiba melonjak di musim NBA 2010-2011 ini
Sebelum musim ini dimulai Oktober 2010 lalu, benar-benar tak banyak yang tahu siapa pemain kelahiran 23 Agustus 1988 tersebut.

Saat NBA Draft 2010 dilaksanakan Juni tahun lalu, namanya sama sekali tidak muncul dari total 60 pemain yang dipilih sebagai rookie oleh 30 tim peserta

BACA JUGA: Gagal Liga Champions, Reina Eksodus

Tiba-tiba saja, Golden State Warriors mengontraknya sebagai point guard cadangan
Lalu tiba-tiba saja, namanya menjadi omongan dan instan muncul banyak penggemar.

Ketika harian ini sempat meliput laga Warriors di kandang mereka, Oracle Arena di Oakland (dekat San Francisco), penjualan jersey Lin termasuk yang paling oke

BACA JUGA: Modal Krusial Giallorossi

Ketika harian ini sempat menonton laga Warriors melawan Knicks di Madison Square Garden, New York, November tahun lalu, tidak sedikit penonton di tribun mengenakan jersey Lin.

Siapa itu Lin? Cerita hidupnya benar-benar inspiratifAndai nantinya tidak punya karir panjang di NBA pun, dia sudah menjadi bukti bahwa “nothing is impossible.” Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin.

Lin merupakan pemain Asian American pertama di NBAKeluarganya imigran dari TaiwanLahir di Palo Alto (juga dekat San Francisco), pemain 191 cm itu sudah menunjukkan bakat basket luar biasa sejak remajaSMA-nya, Palo Alto High School, meraih prestasi menggemparkanDi tahun terakhir Lin, sekolah itu mencatat rekor 32-1, dan meraih juara negara bagian California Divisi II.

Lin, sebagai kapten, jadi bahan perbincangan di California"Lin jadi pilihan mutlak player of the year oleh semua media California," kata Dana O"Neil dari ESPN.

Entah karena dia keturunan Asia atau bukan, tidak banyak universitas yang memberi tawaran beasiswa basket untuk LinImpiannya adalah bermain untuk kampus-kampus elite di California, seperti University of California di Berkeley, Stanford (keduanya di sekitar San Francisco), atau di UCLATapi, tak satu pun yang memberinya jaminan masuk tim basket.

Dia lantas mencoba masuk ke kampus-kampus elite Ivy LeagueTermasuk HarvardGengsi basketnya tidak seperti sekolah besar lain, tapi semua ada di Divisi I, memberi harapan untuk mendapat sorotan dan kemudian naik ke jenjang profesionalPada akhirnya, Lin memilih HarvardMeski dia tidak dapat beasiswa, sekolah itu memberinya jaminan bermain basket.

Pilihan itu mungkin yang terbaikDi Harvard, Lin bersinar luar biasaDi tahun keduanya, Lin meraup rata-rata 12,6 poinTahun ketiga (2008-2009), dia menjadi satu-satunya pemain NCAA Divisi I yang masuk top ten di tujuh kategori sekaligus di conference (liga) tempat dia berlagaYaitu poin (17,8), rebound (5,5), assist (4,3), steal (2,4), blok (0,6), field goal percentage (0,502), free throw percentage (0,744), dan 3-point shot percentage (0,400).

Di tahun kempat sekaligus terakhirnya (2009-2010), dia meraup rata-rata setara, dan untuk kali kedua terpilih masuk All-Ivy League First TeamLin mengakhiri karir NCAA-nya sebagai pemain pertama dalam sejarah Ivy League yang mencatat sedikitnya 1.450 poin, 450 rebound, 400 assist, dan 200 steal.

Hebatnya lagi, Lin mampu lulus kuliahDia lulus jurusan Ekonomi dengan IP 3.1! Kamis lalu (3/3), Lin kembali ke Cambridge, Massachusetts, untuk mengambil ijazahnya di Harvard.

Sulit masuk kampus basket, apalagi NBAPemain terakhir Harvard yang masuk NBA adalah Ed Smith, pada 1954! Delapan tim NBA mengundang Lin untuk tryoutTak satu pun lantas memilihnya dalam NBA Draft 2010.

Di NBA Summer League, dia pun bermain untuk Dallas MavericksDan di liga musim panas itu, dia sempat mengimbangi John Wall, yang terpilih pertama di NBA Draft 2010Beberapa tim pun menawarinya kontrak minimumTermasuk Los Angeles Lakers.

Pada akhirnya, Lin memilih tim yang dekat dengan kota asalnya, Golden State WarriorsDia meneken perjanjian dua tahun, namun dengan gaji yang hanya dijamin sebagianMusim pertama ini, dia hanya dibayar USD 500 ribu (Rp 4,5 miliar), jauh di bawah rata-rata NBAMusim kedua lebih besar, sekitar USD 800 ribuTapi dua-duanya hanya dijamin sekitar separonyaJadi, kalau Lin dianggap kurang oke, dia bisa hanya dibayar separo.

Sejauh ini, Lin belum bisa dibilang spektakulerTapi dia juga tidak bisa dibilang mengecewakanDalam kebanyakan game, Lin lebih banyak duduk di bench mengenakan baju rapiHingga mendekati akhir musim 2010-2011, dia baru tercatat bermain 23 kali, rata-rata hanya sekitar delapan menitDia pun sempat dikirim ke NBA Development League (D-League) untuk menimba jam terbang.

Ini menguatkan kesan, Warriors mengontraknya untuk kebutuhan marketingBerbasiskan di sekitar San Francisco yang memiliki banyak penduduk keturunan Asia, Warriors memang bisa mendapat pemasukan ekstra berkat Lin.

Dan memang, mereka yang memakai jersey Lin kebanyakan adalah keturunan AsiaTermasuk yang ramai-ramai menonton di kota-kota lain saat Warriors berkunjungMeski demikian, bukan berarti Lin hanya akan jadi poster boy pemikat penonton dan penjualan merchandise.

Secara jujur, Lin mengaku tidak akan menjadi seorang superstar"Tahun ini saya tidak akan jadi All-Star," guraunya beberapa waktu laluNamun, dia akan terus bekerja keras untuk minimal mengamankan karir di NBA.

Sejarah menunjukkan, rata-rata karir pemain NBA hanyalah empat tahunLin sekarang sedang berjuang menyelesaikan tahun pertamanya, dan berupaya mengamankan tahun keduaLin siap diminta melakukan apa saja untuk mengembangkan diri, membuktikan kemampuanTermasuk kalau harus dikirim kembali ke D-League.

"Ada banyak rookie yang tak pernah merasakan D-League, tapi juga tidak banyak dapat menit bermain di NBAPaling tidak, saya mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuanSaya benar-benar berkembang di D-LeagueSekarang tinggal bagaimana melakukan apa yang bisa saya lakukan di D-League, di tingkat yang tertinggi (NBA, Red)," ucapnya saat diwawancarai New England Sports Network, saat mengambil ijazahnya di Harvard Kamis lalu.

Penggemar basket di Asia tentu berharap Lin benar-benar bisa bertahan – dan berkembang - di NBADia tidak harus jadi superstarKalau dia bisa bertahan sampai empat tahun saja, maka dia akan membantu membuka jalan bagi bintang-bintang Asia lain – warga Amerika atau bukan - untuk berkiprah di liga paling bergengsi(*/ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Start Buruk Laskar Wong Kito


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler