Jeritan Korban Salah Tangkap Polisi, Ya Begini..

Sabtu, 04 April 2015 – 23:38 WIB

jpnn.com - SEMARANG - Kuswanto (30), warga Mejobo, Kabupaten Kudus, Jateng yang menjadi korban salah tangkap dan dianyiaya oleh oknum polisi harus menghadapi kehidupan yang sulit. Meski sempat difasilitasi saat melakukan operasi, tapi hingga kini Kuswanto belum mendapat kejelasan untuk rangkaian biaya pengobatan selanjutnya. 

Bantuan untuk pengobatan Kuswanto diduga dilakukan setengah hati. Terlebih permohonan ganti rugi atas pengobatan sebelumnya juga belum jelas.

BACA JUGA: Penculikan Warga Sipil, Ronny: Kejahatan Ini Atas Perintah Seorang Dokter Gigi

Operasi di RSUP dr Kariadi Semarang sekira dua bulan lalu atas luka di leher yang terus mengeluarkan cairan tersebut difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dalam operasi bedah plastik di leher itu, Kuswanto harus menginap (opname) selama dua pekan di rumah sakit. Setelahnya Kuswanto diminta oleh dokter untuk menjalani rangkaian pengobatan selanjutnya.

"Memang sudah tidak keluar cairan lagi dari bekas luka bakar di leher. Tapi masih sering terasa sakit. Kata dokter karena sarafnya belum sempurna dan harus menjalani pengobatan selanjutnya. Sudah empat kali periksa lagi dan disuruh opname," ujar Kuswanto, Jumat (3/4).

BACA JUGA: Kapendam I/BB Akui Anggotanya Terlibat Penculikan dan Penyekapan Warga Sipil

Namun saran dokter untuk kembali opname ternyata membuat Kuswanto kebingungan. Sebab saat ia berusaha menghubungi pihak LPSK, ia belum menerima respon dari pihak yang sebelumnya memfasilitasi operasi tersebut. Hal itulah yang kemudian memunculkan dugaan pihak LPSK setengah-setengah dalam membantu pengobatan. 

"Ini belum bisa menghubungi (LPSK) lagi. Kenapa terkesan setengah-setengah dan ditutup-tutupi?" papar Kuswanto bertanya-tanya tentang sikap LPSK.

BACA JUGA: Edan... Bermotif Utang, Oknum TNI dan OKP Culik Warga Sipil

Lebih lanjut, kesan pengobatan yang ditutup-tutupi tersebut mulai dirasakan oleh Kuswanto sejak menjalani operasi di RSUP dr Kariadi Semarang. Saat itu, tidak seorangpun yang diperbolehkan menjenguk. Bahkan kedua orangtua Kuswanto juga tidak diperbolehkan. "Cuma sama istri saya di rumah sakit. Bapak-ibu saja tidak boleh menjenguk. Saya juga tidak boleh menghubungi wartawan," terangnya.

Kejanggalan lain juga dirasakan oleh Kuswanto saat dihadirkan di PN Kudus sebagai saksi korban dalam persidangan. Selesai persidangan, Kuswanto langsung dibawa masuk ke dalam mobil dan tidak boleh diwawancarai wartawan.

Belum lagi soal permohonan ganti rugi terkait biaya pengobatan sejak tahun 2012 yang diajukan oleh Kuswanto. Permohonan ganti rugi tersebut ternyata belum diurus dan masih menumpuk di LPSK. Hal itu diketahui Kuswanto saat melakukan pengecekan ke Kejaksaan. 

"Ternyata belum sampai di Kejaksaan. Padahal selama tiga tahun saya pakai biaya sendiri," keluh Kuswanto yang sampai menjual perabotan rumahnya hingga Rp 265 juta dan tidak dapat bekerja selama tiga tahun terakhir gara-gara luka yang dideritanya.

Seperti diketahui, Kuswanto menjadi korban salah tangkap oleh anggota Polres Kudus atas tuduhan merampok pabrik es krim pada tahun 2012 silam. Bahkan Kuswanto juga mendapat perlakuan kasar dari oknum polisi hingga menderita luka bakar serius di bagian leher.

Dalam perkara tersebut, oknum polisi bernama Bripka Lulus Rahardi diduga telah melakukan salah tangkap dan penganiayaan terhadap Kuswanto. Bahkan hingga saat ini oknum tersebut masih menjalani proses persidangan atas dugaan penganiayaan sesuai pasal 351 KUHP ayat 2 tentang perbuatan mengakibatkan luka berat dengan tuntutan dua tahun penjara. (har/saf/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nih, Penjahat Kakinya Didor Polisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler