Jerman Punya Einstein, Indonesia Punya Sam Ratulangi

Senin, 02 Mei 2016 – 09:38 WIB
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - MANADO – Sulawesi utara (Sulut) harusnya menjadi jendela pendidikan di Indonesia. Ide-ide pendidikan, metode pengajaran, kualitas guru, sebenarnya sudah lahir di Sulut.

Ya, Dialah DR. Sam Ratulangi. Bahkan, ada sebutan. Jika Jerman punya Albert Einstein, maka Indonesia punya Sam Ratulangi.

BACA JUGA: 200 Pelajar Finalis ISMOC Diumumkan Hari Ini, Siapa aja ya?

Hari ini, 2 Mei, diperingati sebagai hari pendidikan nasional (Hardiknas). Namun, sejumlah masalah klasik pendidikan belum teratasi. Infrastruktur, pemerataan, kompetensi, kesejahteraan, putus sekolah, dan lain sebagainya. Padahal, saat ini pendidikan tengah diperhadapkan dengan dunia teknologi informasi.

Momentum Hardiknas, lebih tepat untuk me-resolusi kembali pendidikan. Sulut harus punya generasi penerus yang bisa dibanggakan. Di semua bidang kehidupan. Meneruskan perjuangan LN Palar ‘memerdekakan’ Indonesia lewat jalan diplomasi. Ini semua berada di tangan guru. 

BACA JUGA: Pemprov Siapkan Rp 50,4 Miliar untuk Guru

Seperti dilansir Manado Post (JPNN Group), Senin (2/5), warga Sulut tentunya bangga punya orang-orang sukses nan hebat. Selain Sam Ratulangi, LN Palar, dan AA Maramis, ada juga Irjen Pol Carlo Tewu, Ronny Sompie, Brigjen Pol Royke Lumowa, Thomas Lembong, Jhonny Lumintang, Brigjen Pol Jeane Mandagi, dan Mayjen TNI Lodewyk Pusung. Ini menjadi bukti, sekolah itu penting.

Namun, data Badan Pusat Statistik Sulut 2015, mencatat angka partisipasi sekolah di Sulut, usia 7-15 tahun sekira 90 persen. Artinya masih ada sekira 10 persen usia 7-15 tahun yang belum sekolah. Demikian pula di usia 16-18 tahun, angka partisipasi sekolah hanya 72 persen.

BACA JUGA: Serunya Lomba Matematika dan Bahasa Inggris Murid SD

Angka putus sekolah paling besar terjadi di tingkat SMP dan SMA. Sesuai data, tamatan SD yang tidak melanjutkan ke tingkat SMP sebanyak 170.972 siswa. Dan siswa tamatan SMP yang tidak melanjutkan ke tingkat SMA sebanyak 28.599 siswa.

Data-data tersebut, wajar bila Sulut dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), mulai kalah dan tertinggal. Penyebabnya di sektor pendidikan. Lambatnya pertumbuhan IPM Sulut, bisa terlihat dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2009. IPM Sulut sempat naik dari 0,41 poin di 2009-2010 menjadi 0,45 poin di 2010 ke 2011. Sejak 2011 sampai 2013, kenaikan IPM Sulut mentok di angka 0,41 poin.

Kekalahan Sulut di sektor pendidikan terlihat dari angka rata-rata lama sekolah. Untuk angka melek huruf Sulut unggul. Artinya, walaupun buta huruf di Sulut berhasil ditekan pemerintah, tapi sebagian besar masyarakat tak bisa meneruskan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Menanggapinya, Kepala Dinas Pendidikan Sulut Asiano Kawatu mengungkapkan, besarnya angka putus sekolah di Sulut, sebenarnya bukan lagi karena alasan ekonomi. Menurutnya, lebih ke persoalan lingkungan. “Pergaulan anak sehari-hari memberi pengaruh besar pada kelanjutan pendidikannya,” kata Kawatu.(JPG/ctr-04/ctr-22/fir/fri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trik Jitu Kuasai Bahasa Asing dengan Cepat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler