jpnn.com - JAKARTA – Di pemerintahan sebelumnya, Indonesia dianggap terlalu lama mengesampingkan sektor pariwisata sebagai pilihan untuk mendongkrak nilai competitiveness.
Pasalnya, biaya untuk mengembangkan pariwisatanya sangat minim, kalau tidak mau disebut “asal ada” saja. Baru pada era Presiden Joko Widodo, bidang pariwisata dinilai sangat berkembang.
BACA JUGA: Anak Buah Megawati Dipanggil KPK
“Di era Presiden Joko Widodo, Pariwisata ditempatkan sebagai sektor unggulan, selain infrastruktur, maritime, pangan dan energy,” sebut Menpar Arief Yahya, di Jakarta.
Arief memastikan negara berkomitmen serius menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas. Salah satunya melalui sistem budgeting yang memadai.
BACA JUGA: Pakai Rompi KPK, Pak Bupati Bungkam, Sekali-sekali Tersenyum...
“Kalau dibandingkan dengan yang dulu, budget sudah naik, sehingga bisa berpromosi menggunakan saluran global,” ujar Arief tanpa menyebut rincian dana untuk pariwisata.
Menurut Arief, perhatian Presiden sangat besar untuk pariwisata. Terlihat dari makin banyaknya wilayah pariwisata yang dikembangkan. Seperti : Raja Ampat-Papua, Labuan Bajo-NTT, Lombok-NTB, Borobudur-Jateng, Danau Toba-Sumut, Tanjung Kelayang-Belitung, Tanjung Lesung-Banten, Mandeh-Sumbar, Mentawai-Sumbar, dan Nias-Sumut.
BACA JUGA: 229 Calon Haji Indonesia Ditangkap di Arab Saudi, DPR Bilang Begini..
“Sangat commited! Presiden bahkan sudah menginjakkan kaki ke destinasi top di tanah air itu. Itu menunjukkan perhatian yang sangat sangat serius,” sambung Arief.
Sejak awal, Arief Yahya sudah menjelaskan bahwa strategi membangun pariwisata Indonesia itu tidak bisa langsung selling. Fundamen branding-nya harus diperkokoh, baru advertising, dan diikuti oleh selling.
Jadi, tahapan yang sudah dilakukan terkait country branding adalah BAS –Branding, Advertising, Selling.
“Di atas itu semua program PR-ing berjalan lebih dulu, untuk memuluskan BAS bekerja di level strategi promosi,” tegasnya.
Alhasil, selama setahun, Country Branding Wonderful Indonesia yang semula tidak masuk ranking branding di dunia akhirnya berhasil memasukinya. Tadinya World Tour and Travel Competitiveness Index oleh World Economic Forum (WTTC WEF) mempublikasikan Indonesia dengan istilah N/A atau Not Available.
Namun, pada 2015, setelah program itu dijalankan, Country Branding melesat lebih dari 100 peringkat menjadi ranking 47, mengalahkan Truly Asia Malaysia (ranking 96) dan Amazing Thailand (ranking 83).
Country branding wonderful Indonesia mencerminkan positioning dan differentiating pariwisata.
“Sekarang kami calibrating, ada 14 pilar yang menjadi kriteria dan menentukan peringkat dunia tersebut. 141 negara di dunia, menggunakan standar itu dalam memperbaiki sektor pariwisatanya. Kalau kita mau bersaing di level global, maka standar internasional inilah yang juga kita perlukan, kita implementasikan,” ungkap papar Arief.
Menurutnya, ke-14 pilar yang harus di jalai Indonesia untuk bersaing adalah business environment, safety and security, health and hygiene, human resources and labour market, prioritization of travel and tourism, international openness, price competitiveness, ICT readiness, environmental sustainability, air transportation infrastructure, ground and port infrastructure, tourist service infrastructure. Natural resources dan cultural resources and business travel.
Arief mengakui selama hampir dua tahun ini kementeriannya membenahi 14 pilar yang sudah teruji dan dilakukan di negara mana pun. Tidak semuanya mulus, ada beberapa hal yang sempat menjadi polemik. Misalnya soal International Openess alias kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), 169 negara.
“Kita dipuji habis oleh Mr Taleb Rivai, Sekjen UN-WTO, Organisasi PBB yang mengurusi Pariwisata saat bertemu di Madrid maupun di ITB Berlin,” sambungnya.
Bahkan complain di media sosial soal melayani wisatawan masuk via imigrasi, terutama wisman Tiongkok dan Timur Tengah.
“Kami sudah MoU dengan Kemenkumham dan Dirjen Imigrasi, untuk menjaga bersama-sama, karena petugas imigrasi itu adalah first impression-nya wisatawan mancanegara. Keramah tamahan itu berawal dari kesan pertama itu. Para petugas itu adalah PR Negara, dalam melayani wisman. Karena itu melayani custmers dengan cara yang baik, akan menciptakan kesan baik pula,” ungkap Arief Yahya.
Dia mencontohkan lagi soal health and hygiene. Ini isu yang sangat sensitive di dunia internasional. Karena itu, Arief Yahya selalu mengingatkan kepada bupati, walikota, gubernur, untuk menjaga kebersihan, kerapian, kesehatan.
Jangan ada zika, jangan ada malaria, demam berdarah, dan sebangsanya. Penangan rumah sakit pun harus standar internasional.
“Kalau kita tidak melakukan itu, maka kita tidak akan bisa bersaing dengan negara lain lagi. Kita harus berani benchmark, bukan untuk mempermalukan diri kita sendiri, tapi mengetahui posisi kita ada dimana? Dan kita harus berbuat apa? Kapan dan darimana?” kata Arief.
Contoh lain, air transportation infrastructure. Indonesia dibandingkan dengan negara lain, masih tertinggal jauh. Karena itu, pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan Kemenhub dan Kemen BUMN yang memiliki Angkasa Pura I dan II untuk men-support.
“Pekan lalu saja, kami roadshow ke perusahaan airlines dan Angkasa Pura I dan II. Tujuannya untuk memperbanyak direct flight, dari negara-negara originasi ke destinasi wisata kita,” kata dia.
Hanya dengan memperbaiki 14 pilar itulah, kata Arief, Indonesia bisa bersaing. Dia menjamin potensi wisata Indonesia sangat besar.
“Sangat besar, dalam setahun saja country branding sudah mengalahkan Malaysia dan Thailand. Tinggal pada business level strategy yang harus dikuatkan untuk memenangkan persaingan. Kita mampu, dan punya potensi sangat kuat. Kita kuat di alam, kuat di budaya, dan punya dasar-dasar kreativitas yang hebat untuk man made,” pungkas Arief. (adv/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Buruan Klik! Ini Dia Calon Penerima Anugerah Pesona Indonesia 2016
Redaktur : Tim Redaksi