Jika PJJ Dipermanenkan, Bencana Kebodohan di Depan Mata

Senin, 06 Juli 2020 – 14:30 WIB
Siswa SDIT Almaka, Kalideres, Jakarta Barat. Ilustrasi Foto: Sam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidkan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai wacana Mendikbud Nadiem Makarim untuk mempermanenkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih terlalu dini.

Kalau PJJ dipaksakan dengan kondisi apa adanya seperti sekarang, pasti bakal terjadi bencana di dunia pendidikan.

BACA JUGA: Wacana PJJ Permanen, Pengamat: Mendikbud Nadiem Harus Tiru Cara Kerja Dokter

"PJJ dipaksa untuk dipermanenkan akan membuat mutu pendidikan menurun dan bencana kebodohan di depan mata. Bonus demografi pun hanya akan jadi bencana bagi Indonesia karena generasi mudanya banyak yang bodoh akibat sistem pendidikan yang salah," tutur Ubaid kepada JPNN.com, Senin (6/7).

Menurut Ubaid terlalu dini bila PJJ dipermanenkan karena banyak sekolah yang belum siap.

BACA JUGA: Kemendikbud Siapkan Modul PJJ Selama Masa Pandemi COVID-19

Begitu juga guru-gurunya belum siap dengan metode PJJ. Belum lagi infrastruktur internet juga tidak memadai, selain kurikulumnya belum mengatur metode PJJ.

"Apa sudah dipikirkan bagaimana dengan kuota internet guru dan siswa? Kan itu masih barang yang mahal," cetusnya.

BACA JUGA: Pernyataan Penting MenPAN-RB soal Pengangkatan PPPK, Jangan Kaget ya

Pemerintah, lanjutnya, harus kerja keras untuk menambal kekurangan-kekurangan tersebut. Mengandalkan dana pendidikan yang 20 persen dari APBN tidak cukup.

Itu sebabnya Pemda harus serius di sektor ini. APBD harus juga mengalokasikan untuk pendidikan minimal 20 persen di luar dana transfer dari pusat.

"PJJ selama tiga bulan tidak efektif dan hanya administratif belaka. Ini berdampak pada kualitas pendidikan yang akan merosot tajam. Anak-anak hanya diberikan tugas oleh guru, yang mengerjakan orang tua. Alhasil anak-anak malah makin bodoh," ucapnya.

Harusnya kata Ubaid, ini dievaluasi dan disiapkan supaya tidak terjadi lagi. Jangan kesalahan yang sama terus diulang-ulang. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler