jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyoroti masalah yang dihadapi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Manajemen BUMN tersebut terpaksa menunda pembayaran klaim untuk nasabah produk asuransi yang dijual lewat bank mitra (bancassurance). Total klaim yang terpaksa ditunda tersebut mencapai Rp 802 miliar.
"Penundaan pembayaran klaim nasabah yang dialami Jiwasraya ini adalah alarm bagi buruknya tata kelola BUMN selama ini. Jiwasraya mengaku mengalami tekanan likuiditas, sehingga tidak mampu melakukan pembayaran klaim kepada nasabah," kata Heri di Kompleks Parlemen,, Jakarta, Jumat (12/10).
BACA JUGA: Anak Buah Prabowo: Andi Arief Sudah ke Lapangan Belum?
Politikus Gerindra ini menilai ada dua hal yang melatarbelakangi masalah di Jiwasraya. Pertama, tekanan likuiditas BUMN tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi pasar modal yang sedang lesu.
Kelesuan pasar modal sendiri sangat terkait dengan kinerja ekonomi pamerintah yang buruk, terutama terus terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar.
BACA JUGA: Demi Pilpres, Gerindra Tega Biarkan Jakarta Tanpa Wagub
Saat ini, lanjutnya, Jiwasraya memegang portfolio di marketable securities yang terlalu banyak. Pada kondisi harga saham dan instrumen keuangan turun seperti ini, sulit bagi mereka untuk menjual portfolionya.
"Jiwasraya bisa saja menjual, namun langkah tersebut bisa dituduh sebagai hal yang merugikan negara. Sehingga ketika butuh cash seperti sekarang, Jiwasraya terkunci dan tidak bisa bergerak," jelas politikus asal Jawa Barat ini.
BACA JUGA: Gerindra: Pertamina Kambing Hitam Pencitraan Jokowi
Situasi ini menurutnya bisa mendorong dikeluarkannya pinjaman dari pemerintah kepada Jiwasraya, bahkan mungkin tidak tertutup kemungkinan meminta Penyertaan Modal Negara (PMN).
Kedua, tekanan likuiditas Jiwasraya juga tidak terlepas dari fenomena gunung es tata kelola BUMN yang buruk. Secara umum, pengelolaan perusahaan pelat merah selama ini dijalankan seperti kuda pacuan yang diarahkan untuk berlomba- lomba mengejar profit semata.
"Akhirnya, banyak BUMN kehilangan value nya sebagai agent of development. Fatalnya, ketika diadu kompetisi dengan perusahaan swasta, BUMN tidak mampu bersaing," tukas Heri.
Hal lain yang penting disoroti adalah, gagal bayar yang dialami Jiwasraya juga mencerminkan buruknya manajemen social protection di Indonesia. Setelah Asuransi kesehatan (BPJS) gagal bayar, saat ini Asuransi Jiwa (Jiwasraya) juga mengikuti keterpurukan yang sama.
"Ketika sehat dilarang sakit, dan ketika mati pun masih meninggalkan persoalan. Ironis. Ataukah mungkin ada agenda tersembunyi terkait dengan protokol keenam ASEAN Framework Agreement on Servives (AFAS) yang merupakan turunan dari perjanjian WTO di bidang jasa perdagangan termasuk jasa keuangan," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga BBM Tak Jadi Naik, Pemerintah Tetap Salah
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam