JK Bagus tapi Tidak Pas Dampingi Jokowi

Senin, 19 Mei 2014 – 08:45 WIB

jpnn.com - JAKARTA—Pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) telah dibuka secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu (18/5) dan berakhir pada Selasa (20/5).

Namun, dua poros kuat, yakni PDIP dengan capres Joko Widodo dan Gerindra dengan jagonya Prabowo Subianto, belum menetapkan nama pendampingnya. Hatta dikabarkan hampir pasti menjadi pendamping Prabowo, namun hingga pagi ini belum juga diumumkan.

BACA JUGA: Dua Capres Pilih Mendaftar pada Hari Selasa

Pemerhati masalah ekonomi-politik, Laksita Utama, mengaku, situasi seperti ini cukup mendebarkan. Terlebih, Partai Golkar sebagai peraih peringkat kedua pileg, juga belum jelas arah koalisinya.

“Pilpres kali ini cukup mendebarkan. Kita semua masih menunggu sosok capres dari Demokrat dan Golkar yang belum muncul untuk maju dalam pilpres selain Jokowi dan Prabowo,” ujar Laksita Utama yang juga  pakar marketing itu saat dihubungi wartawan Senin (19/5).

BACA JUGA: Media Supporting Jokowi Bertambah

Terkait pendamping Jokowi, Laksita menilai, dua nama yang sudah mencuat, yakni Jusuf Kalla dan Abraham Samad, tampaknya belum dianggap paling sreg. Ini terbukti, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri belum juga mengumumkan nama. Diulur-ulur terus.

Muncul wacana, jika sosok JK belum diterima secara mantab, sosok MS Hidayat bisa menjadi alternatif pendamping Jokowi.

BACA JUGA: Usulan Kuota CPNS Baru dari Daerah Masih Sepi

laksita menilai, menteri perindustrian ini sebenarnya cukup berprestasi, hanya saja kurang mendapat porsi di pemberitaan.

“Tokoh ini terlalu low-profile sehingga tidak banyak tersentuh oleh pemberitaan di media karena itu kita tidak terlalu banyak tahu keberhasilan beliau,” ujar Laksita.

Pilihan ke sosok MS Hidayat lebih baik, jika dibanding JK sebagai pendamping Jokowi, bukan hanya karena MS Hidayat sudah matang di pemerintahan. Tapi, cara kinerja JK yang cepat, justru nantinya bisa "menenggelamkan" Jokowi di pucuk kepemimpinan nasional.

Diakui Laksita, JK meski sudah tidak muda lagi, tapi masih sangat energik. “Karakter JK yang the breaker, membuat dia akan bergerak mendobrak berbagai kebuntuan proses di segala lini di pemerintahan untuk membereskannya secara cepat dengan cara elegan,” ujarnya.

Langkah JK yang cepat dan tanggap ini, kata Laksita telah melambungkan popularitas JK. Ini terbukti ketika JK mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memimpin negeri ini pada periode 2004-2009. Jika ketokohan dan kepopuleran JK disandingkan dengan Jokowi, semua kalangan bisa langsung menebak bahwa JK-lah yang sebenarnya akan langsung menjadi presiden dalam arti sebenarnya di lapangan, bukan Jokowi.

JK akan langsung tancap gas untuk membenahi segala hal di semua lini yang belum terselesaikan pada masa pemerintahan sebelumnya.  Ini yang berpotensi memunculkan  fenomena matahari kembar.

"Dengan Jokowi, kita akan melihat JK, jauh lari meninggalkan Jokowi  di saat Jokowi baru belajar mengenali semua hal sebagai presiden. Karena itu, idealnya, JK maju sebagai capres dengan pendamping di luar Jokowi. Terserah partai mana yang akan mengusungnya karena JK effect masih cukup dahsyat bagi figur lain untuk menaikkan elektabilitas mereka,” ujarnya. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berharap Presiden yang Pahami Demografi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler