JK: Beda Partai Nasionalis dan Agamis Kian Tipis

Rabu, 11 Maret 2009 – 21:30 WIB

JAKARTA - Dikotomi antara partai berbasis agama dengan partai nasionalis sudah sangat tipisHal itu terlihat dari komposisi calon legislatif (caleg), baik dari partai berbasis agama maupun nasionalis.

“Partai nasionalis memperkaya dirinya dengan kegiatan keagamaan, semen partai berbasis agama melengkapi dirinya dengan aktifitas nasionalis.” Demikian penilaian yang disampaikan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk “Peran Agama dalam Membangun Budaya Politik yang Damai dan Berintegritas” di kantor DPP Partai Golkar Jakarta, Rabu (11/3).

Tampil sebagai pembicara lainnya, mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafi'i Maarif, Pdt

BACA JUGA: UU Pornografi Dipersoalkan di MK

Richard M
Daulay (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI), Romo Benny A

BACA JUGA: Jelang Pemilu, Partai dan Rakyat Saling Peras

Susetyo (Konferensi Wali Gereja Indonesia) dan Masdar F
Masudi (PB Nahdlatul Ulama).

Karena itu, lanjut JK sapaan akrab pentolan partai bergambar Pohon Beringin itu, seyogyanya bangsa Indonesia tidak lagi membawa persoalan agama ini ke dalam ranah politik

BACA JUGA: Temui Mega, Buya Puji JK

“Kesadaran ini diperlukan agar tidak terjadi gesekan-gesekan yang bisa menyebabkan terjadinya instabilitas nasional,” ujar dia lagi.

Ia pun berharap agar pelaksanaan Pemilu 2009 bisa berjalan damai dan menghasilkan pemerintahan yang kuat”Kita harus bisa memetik pelajaran dari beberapa negara lain, yang kerap terjadi aksi saling menggulingkan hanya karena ingin merebut kekuasaan, tanpa menghiraukan demokrasi,” kata JK yang juga menjabat wakil presiden itu.

JK kemudian memberi contoh peristiwa yang terjadi di negara Thailand, yang setiap 6 bulan sekali, karena terjadi aksi saling menjatuhkan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya“Kita boleh berbeda pandanganNamun perbedaan itu jangan sampai membuat perbedaan itu menjadi aksi saling menjatuhkanSehingga pemerintahan tidak bisa efektif dan berjalan sesuai dengan amanat rakyat, selama lima tahun,” tegasnya.

Dalam kesempatan sama, tokoh agama Syafii Maarif menilai politisasi agama saat ini terjadi karena banyak elit politik yang mempolitisir agama untuk kepentingan mengapital massaHal ini menyebabkan agama menjadi aspirasi dan tidak lagi berfungsi sebagai inspirasi etika dan estetika“Gejala politisi jadi broker ini mewabah di semua partai,” tegas Buya, sapaan akrab Syafii Ma'arif.

Menurut Buya, pidato Soekarno yang menegaskan bahwa tidak akan ada lagi rakyat miskin setelah kemerdekaan ternyata tidak jadi kenyataan“Yang salah itu bukan pidato dan keyakinan SoekarnoKenyataan setelah kemerdekaan masih banyak rakyat yang miskin disebabkan karena elit politik sudah berubah fungsi jadi brokerMestinya politisi dan politik itu mendatangkan kesejahteraan umum masyarakat,” tegas Buya.


Rakyat miskin, lanjutnya, bukanlah semata itu salah rakyattapi lebih disebabkan karena pemimpin yang tidak bertanggung jawabTidak ada lagi pemimpin era sekarang yang berfikir negarawanSemua berfikir instan dan jangka pendek, tegasnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Romo Benny A Susetyo“Yang ada sekarang justru premanisme dan politisiDua makhluk ini bertransaksi dan tidak ada lagi politik berfungsi sebagai instrumen untuk kesejahteraan rakyat,” ulasnya.

Sama halnya JK, Romo Benny juga sependapat bahwa agama saat ini bukan lagi berpotensi sebagai konflik politikMenurut dia potensi konflik itu ada di KPU dan internal partai itu sendiri.

Sementara PdtRichard MDaulay memperingatkan agar politisi tidak bernasib sama dengan Presiden Bush yang dilempari sepatu, maka para politikus jangan mempolitisi agama.

Ditempat yang sama, Masdar F Mas’udi dari PBNU menganggap kalau saat ini agama sudah masuk ke ruang privat, hingga mencampuri urusan pribadiContohnya adalah fatwa tentang golongan putih (golput).

Menurut Masdar, harusnya agama tetap dalam ranah publik, sehingga masyarakat tetap dalam etika agama”Bukan legal formal yang menarik garis halal atau haram, dan haq atau bathil,” tukas dia.

Lebih lanjut, Jusuf Kalla menganggap saat ini kondisi antarumat beragama lebih baik dibanding masa laluKonflik agama seperti di Ambon dan Poso, kata dia, bukan disebabkan oleh masalah agama, tetapi bermula dari politik hingga menjadi ketidakadilan ekonomi.

“Politisasi agama saat ini pun lebih baik dari kondisi tahun 70-an yang perang ayatDulu tiap partai bawa ayat, Golkar juga bawa-bawa ayatSekarang ini, sudah tidak ada partai politik yang membawa-bawa ayat,” katanya.(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Segera Eksekusi Urip


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler