jpnn.com - JAKARTA – Polemik Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) terus berlanjut. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhyono (SBY) pun berencana menggugat undang-undang tersebut. Namun, menurut Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla (JK), gugatan tidak bisa dilakukan SBY. Pasalnya SBY dianggap tidak memiliki legal standing.
“Dia presiden, bagaimana bisa menolak. Tentu tidak bisa menggugat UU yang dia setujui sendiri. Sebab, UU Pilkada itu adalah produk dari pembahasan antara pemerintah dan DPR. Apalagi, revisi UU Pilkada ini diajukan oleh pemerintah tiga tahun lalu,” kata JK di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin (29/9).
JK mengaku, dia sendiri sejak dahulu selalu mendukung pemilihan langsung dan serentak. Menurut JK posisi kepala daerah sebagai pemimpin tidak akan terlalu kuat jika hanya dipilih DPR Daerah (DPRD). “Itu masalah. Jauh sekali bedanya. Nanti akan goyah posisi bupati gubernur itu, akan goyah di hadapan rakyat,” katanya.
Sebelumnya, SBY yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat mengaku kecewa atas hasil sidang paripurna DPR yang memutuskan pilkada tidak langsung, atau melalui DPRD. SBY memastikan Demokrat akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi dalam waktu dekat.
“Partai Demokrat akan mengajukan gugatan hukum ke MK terhadap UU Pilkada ini,” ujar SBY melalui Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha.
Alasan pengajuan gugatan tersebut, menurut Julian, tak lain karena SBY menilai UU Pilkada mengabaikan kedaulatan rakyat. “Pak SBY dengan Partai Demokrat telah berjuang dengan mengajukan opsi untuk mempertahankan pilkada langsung dengan perbaikan, namun tidak diakomidir dalam opsi voting dan tidak didukung bahkan ditolak oleh fraksi parpol lain,” ujarnya.
Sementara itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Eva Kusuma Sundari mengatakan, sebaiknya SBY segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). “Paling masuk akal memang terbitkan Perppu, walaupun hanya berlaku sebagian ya,” ujar Eva di Gedung DPR.
Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR itu menjelaskan, Perppu itu bisa berlaku selama tiga bulan. Presiden SBY, menurut dia, bisa menerbitkan Perppu itu sambil menunggu proses gugatan di Mahkamah Konstitusi berproses. “Dalam Perppu itu kalau isinya masih memberlakukan pilkada langsung, maka itu sesuai undang-undang lama. Tapi kalau setelah tiga bulan tidak disetujui ya kembali lagi (jadi tidak langsung),” katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera di DPR, Hidayat Nur Wahid, mengatakan Perppu itu bisa dikeluarkan oleh presiden bila dalam keadaan genting dan mendesak. “Kalaupun Perppu itu keluar tidak serta merta langsung dilakukan karena harus ke DPR untuk disetujui atau tidak,” tandasnya. (dms)
BACA JUGA: Gaji PNS, TNI dan Polri Naik 6 Persen
BACA ARTIKEL LAINNYA... MK Tolak Gugatan UU MD3, PDIP Masih Bisa Jabat Ketua DPR Asal...
Redaktur : Tim Redaksi