jpnn.com, JAKARTA - Sarjana psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Reza Indragiri Amriel mengungkap bahwa kekhawatirannya tentang joget gemoy ala Capres RI Prabowo Subianto sepertinya terjadi.
Hal ini disampaikan Reza setelah mengikuti Debat Capres-Cawapres RI dalam Pilpres 2024 di Kantor KPU RI, di mana Prabowo sempat berjoget tanpa ada musik, Selasa (12/12).
BACA JUGA: Petrus Soroti Manuver Tim Prabowo Kumpulkan Aktivis 98 dan Korban Penculikan
Capres RI Prabowo Subianto tiba-tiba berjoget saat debat calon presiden di Kantor KPU RI, Selasa (12/12/2023). Foto: Ricardo/JPNN.com
Namun, Reza terlebih dahulu menyinggung soal joget ala Presiden ke-45 Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden pertama Rusia Boris Yeltsin.
BACA JUGA: Saat Debat, Prabowo Sempat Joget Gemoy di Atas Panggung
Reza menuturkan bahwa Trump juga berjoget pada tahun 2019. Boris Yeltsin melakukan hal yang sama di 1996. Trump ajojing selepas lolos dari serangan Covid 19. Yeltsin dikenal punya riwayat penyakit jantung.
"Jadi, kedua tokoh tadi berjoget dalam rangka meyakinkan publik bahwa mereka sehat. Dan karena sehat, target Trump dan Yeltsin, masyarakat tidak ragu akan kesanggupan mereka memimpin Amerika Serikat dan Rusia," ujar Reza.
BACA JUGA: Prabowo Disuruh Bicara soal Independensi Kehakiman, Ganjar Langsung Menyoroti Putusan MKMK
Dari situ, katanya, masuk akal jika Prabowo dengan usianya yang sudah lanjut dan kondisi kesehatannya yang jauh dari prima, melakukan pendekatan serupa guna mempengaruhi persepsi publik.
"No problem. Setiap kontestan Pilpres boleh bikin siasatnya masing-masing," tukas pria yang lebih dikenal sebagai pakar psikologi forensik itu.
Walakin, Reza menyebut Trump dan Yeltsin bergoyang asyik cuma di saat berada di panggung dan ketika musik mengalun. Pun hanya satu dua kali.
Mereka juga tidak menjadikan joget sebagai strategi branding yang dipertontonkan terus menerus. "Pada titik itulah joget gemoy Prabowo tampak sangat bermasalah," ucap Reza.
Menurut Reza, Prabowo berjoget terlalu sering. Tanpa musik pula. Dan seperti tak kenal situasi. Saat ditanya hal serius, tanpa jawaban tuntas, Prabowo justru 'menggenapi' jawabannya dengan berjoget.
"Sebagai orang yang mendukung Prabowo pada dua kali Pilpres, saya terpukau oleh kegesitan Prabowo di tahun 2014 dan 2019," ujar Reza.
Namun, sekarang bukan kondisi fisik Prabowo dirisaukannya. Toh, Capres RI nomor urut 2 itu sudah menjalani pemeriksaan di rumah sakit.
Reza menyebut joget berulang tanpa memperhatikan konteks acara, ditambah pernyataan-pernyataan Prabowo yang serba mengambang dan terputus, itulah yang membuat waswas akan satu hal, yaitu executive functioning Prabowo.
"Executive functioning bersangkut paut dengan kesanggupan manusia mengelola informasi lalu membuat keputusan yang solid," ucapnya.
Menurut Reza, joget gemoy ala Prabowo terkesan sebagai bentuk kompensasi, sekaligus pengalihan perhatian audiens, atas menurun jauhnya kemampuan Prabowo berpikir strategis dan tuntas di level tertinggi pejabat negara.
Reza menilai strategi branding lewat joget juga berpotensi menjadi senjata makan tuan.
Ketika orang-orang di sekitar Prabowo terus mengarahkannya untuk berjoget, itu berarti mereka bukan melatih Prabowo untuk memulihkan executive functioning-nya, melainkan justru mempertumpul kapasitas kognitif ketum Partai Gerindra itu.
"Sudah hampir dua jam debat capres berlangsung. Executive functioning Prabowo tertakar, dan saya berempati pada beliau," kata Reza Indragiri.(fat/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam