jpnn.com - JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menentang pelaksanaan hukuman eksekusi mati, terlepas apa pun kejahatan yang sudah dilakukan seseorang. Karena merenggut hak untuk hidup.
"PBHI menentang karena kenyataannya sistem peradilan pidana kita juga belum sepenuhnya jujur. Aparat penegak hukum masih dibiarkan melakukan pemerasan dan menerima suap," ujar Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI, Suryadi Radjab, Selasa (20/1).
BACA JUGA: Ini Cerita Tukang Gali Kubur Jenazah Bob Sadino
Alasan lain, PBHI kata Suryadi, menemukan pemerintahan Joko Widodo di satu sisi terlihat keras terhadap narapidana narkoba, namun lembek terhadap tersangka korupsi dan narapidana korupsi. Padahal korupsi sudah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa. "Kesan lembeknya pemerintahan Joko Widodo juga tercermin dari kasus pembunuhan Munir," ujarnya.
Mengatasi kondisi yang ada, PBHI meminta aparat kehakiman segera melakukan terobosan tidak menggunakan vonis hukuman mati. Hukuman terberat terhadap pelaku kejahatan sebaiknya diganti dengan hukuman seumur hidup.
BACA JUGA: Kabareskrim Baru Tak Menampik Ada Pengkhianat di Internal Polri
"PBHI juga mendesak pemerintah, khususnya kejaksaan, untuk menunda, bahkan diharapkan menghapus eksekusi hukuman mati," katanya. (gir/jpnn)
BACA JUGA: Alasan Kabareskrim Baru Belum Lapor LHKPN
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Kongres, PAN Diingatkan akan Bahaya Black Campaign
Redaktur : Tim Redaksi