jpnn.com - JAKARTA - Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menyatakan belum mengetahui adanya MoU antara Presiden Jokowi dan produsen mobil Malaysia, Proton, untuk pengembangan mobnas.
”Kami belum tahu. Karena mobil nasional itu memang inisiatifnya dan targetnya dari pemerintah,” ujarnya, kemarin.
BACA JUGA: Jokowi Gandeng Proton, Tunjuk Hendropriyono jadi Pimpro
Dia mengaku kaget dengan keputusan pemerintah yang tiba-tiba memilih Proton sebagai mitra untuk menciptakan mobnas. Namun, Gaikindoakan mengikuti jika hal itu sudah menjadi keputusan pemerintah.
”Potensi pasarnya memang menggiurkan. Siapa saja boleh bersaing. Apalagi, nanti kita masuk Masyarakat Ekonomi ASEAN,” tutur dia.
BACA JUGA: 2015, Patok Investasi Rp 270 Triliun dan Penyerapan 15,5 Juta Tenaga Kerja
Menurut Jongkie, kriteria mobnas tidak ada lagi sejak dihapusnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional.
”Saat itu krisis 1998 dan Indonesia kalah di WTO (World Trade Organization), diminta mencabut inpres itu. Jadi, sekarang tidak ada lagi definisi pasti mobil nasional itu seperti apa,” kata dia.
BACA JUGA: Lupakan Reksadana, Pegadaian Fokus Arisan Logam Mulia
Karena itu, dia menyarankan pemerintah membuat inpres baru tentang kriteria yang wajib dipenuhi. Antara lain merek, pemegang saham wajib lokal, dan tingkat kandungan komponen dalam negeri yang harus dipenuhi dalam beberapa tahun. ”Sehingga kerja sama dengan Proton menjadi jelas,” tambahnya.
Jongkie menilai, Indonesia masih punya kesempatan untuk memiliki mobnas, tapi tetap membutuhkan dana investasi yang besar dan pengembalian investasi jangka panjang.
"Pertama, mengembangkan sendiri mobil itu dari nol. Insinyur Indonesia jago-jago, pasti bisa melakukan itu. Tetapi, waktu yang dibutuhkan tidak sebentar, bisa bertahun-tahun,” sebut dia.
Cara kedua relatif bisa mempersingkat waktu, yakni membeli teknologi milik merek-merek global yang sudah eksis di pasar. Cara itu dilakukan Hyundai dan Proton ketika membeli teknologi salah satu sedan milik Mitsubishi Motors Jepang. ”Istilahnya menyontek model yang sudah ada untuk pengembangan model-model lain,” terangnya.
Indonesia wajib meminta klausul pengembangan desain (redesign) supaya bisa dikembangkan menjadi mobnas.
”Masalahnya, membeli hak paten dan teknologi suatu merek itu pasti mahal sekali. Tapi, kalau sudah bisa desain ulang, hasilnya seperti sekarang. Hyundai dikenal sebagai merek dari Korsel, Proton dikenal sebagai produk dari Malaysia,” ucap dia. (dyn/wir/c11/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat Milik Bu Menteri Buka Rute Natuna-Tanjungpinang
Redaktur : Tim Redaksi