jpnn.com - JAKARTA – Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu memerhatikan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap obat paten dari luar negeri dan ketergantungan farmasi nasional pada teknologi asing. Karena kondisi tersebut mengakibatkan harga obat di dalam negeri menjadi sangat mahal.
Padahal, menurut Direktur Kerjasama dan Promosi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) Kemenkumham Timbul Sinaga, bahan baku obat-obatan yang ada di dalam negeri sangat berlimpah. Namun belum dimanfaatkan dengan maksimal. Alhasil tidak heran kalau selama ini masyarakat masih lebih percaya akan obat-obatan produksi luar negeri, meski harganya cukup mahal.
BACA JUGA: Oso Ingin Tingkatkan Popularitas DPD
“Mengatasi mahalnya obat-obatan itu sebenarnya bisa memanfaatkan paten-paten obat yang sudah milik umum. Salah satu yang menyebabkan tingginya harga karena patennya masih eksklusif. Tapi sesuai ketentuan Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001, tentang paten, jangka waktu eksklusifitas itu diatur selama 20 tahun sejak tanggal penerimaan dan itu tidak dapat diperpanjang,” ujar Timbul Sinaga, di Jakarta, Rabu (1/10).
Menurut Timbul, dengan memanfaatkan obat yang patennya telah menjadi milik umum, maka biaya yang dibutuhkan untuk memroduksi obat, jauh lebih murah. Karena tinggal melakukan kajian kemudian memproduksinya.
BACA JUGA: ICT Watch Dukung Petisi Kepastian Hukum ISP
“Jadi tidak lagi melakukan riset atau penelitian. Hal inilah yang seharusnya dilaksanakan Indonesia dalam menuju kedaulatan (kemandirian). Baik itu di bidang obat-obatan, pangan, energi atau industri. Hal ini sudah dilaksanakan Negara China dan Korea,” katanya.
Timbul memerkirakan, saat ini setidaknya terdapat 7 juta Paten di seluruh dunia yang sudah milik umum. Informasi Paten dapat di akses di kantor-kantor Paten dunia seperti DJHKI. (gir/jpnn)
BACA JUGA: Wali Kota Serang Mengaku Kenal Amir Hamzah-Kasmin
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaum Tunanetra Lulusan SMA Minta Diberi Formasi CPNS
Redaktur : Tim Redaksi