Jokowi-Maruf dapat Rapor Merah di Sektor Energi Pada 2021, Catatan PKS Menohok

Jumat, 31 Desember 2021 – 15:44 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai kinerja pemerintah era Jokowi-Maruf Amin di sektor energi pada 2021 datar-datar saja, bahkan cenderung merah. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai kinerja pemerintah era Joko Widodo-Maruf Amin di sektor energi pada 2021 datar-datar saja, bahkan cenderung merah.

Legislator legislator Fraksi PKS itu mengatakan pemerintah latah dan sekadar mendewakan investor dalam kebijakan di sektor energi.

BACA JUGA: Hergun: Target Pajak 2021 Tercapai Berkat Kenaikan Harga Komoditas & Energi

Menurut Mulyanto, pemerintah seharusnya benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan keamanan nasional.

Dirinya kemudian menyinggung transisi energi bersih, baik listrik maupun bahan bakar minyak (BBM) menuju net zero carbon emmision yang digaungkan pemerintah Indonesia.

BACA JUGA: Catatan Ketua MPR: Transisi Energi dan Memulihkan Keseimbangan Lingkungan Hidup

"Terkesan hanya membebek dan didikte oleh konstelasi global baik dalam skema atau standar COP-26 maupun EURO-4, tanpa betul-betul menghitung dengan cermat konsekuensinya bagi kesejahteraan rakyat," kritik Mulyanto dalam keterangan persnya, Jumat (31/12).

Legislator Daerah Pemilihan III Banten itu menyebut kebijakan yang membebek mengakibatkan rakyat tercekik.

BACA JUGA: Awas! Hati-Hati soal Transisi Energi, Rakyat Jangan Jadi Korban

Pemerintah secara serentak di akhir Desember 2021 dan di awal 2022 telah dan akan menaikan harga gas LPG, tarif listrik, dan menghapus premium.

"Hanya menyisakan BBM mahal," jelas Mulyanto.

Secara khusus, lanjut Mulyanto, kinerja pemerintah di sektor migas baik impor, lifting, maupun pembangunan kilang masih terkesan merah.  

Dia menambahkan impor migas, terutama BBM dan LPG, tidak menurun dan terus melonjak, yang membuat bengkak defisit transaksi berjalan.  

Defisit transaksi berjalan sektor migas 2021 diperkirakan meningkat menjadi sebesar USD 11 miliar.

"Padahal pada 2019 hanya sebesar USD 10 miliar dan bahkan pada tahun 2020 hanya sebesar USD 6 miliar," beber Mulyanto. (ast/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler