Awas! Hati-Hati soal Transisi Energi, Rakyat Jangan Jadi Korban

Sabtu, 13 November 2021 – 06:10 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengingatkan pemerintah berhati-hati dalam menerapkan transisi energi dari sumber fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Foto PLTU: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengingatkan pemerintah berhati-hati dalam menerapkan transisi energi dari sumber fosil ke energi baru terbarukan (EBT).

"Pemerintah harus menyiapkan proses transisi energi secara bertahap agar tidak terjadi lonjakan tarif listrik," ujar Mulyanto saat dikonfirmasi JPNN.com, Sabtu (12/11).

BACA JUGA: Pertamin Bidik Geothermal Jadi Energi Terbarukan Indonesia, Ini Alasannya

Dia menyebut secara prinsip mendukung rencana meningkatkan bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Pemerintah dinilai memang harus meningkatkan bauran EBT, terlebih isu energi hijau ini sudah menjadi agenda bersama antarnegara.

Namun, pelaksanaannya harus cermat, agar biaya pokok pembangkitan (BPP) atau tarif listrik tidak ikut naik.

BACA JUGA: Indonesia Bakal Hapus Energi Batu Bara dengan Utang? Begini Kata Menteri Keuangan

"Kalau ini terjadi, akibatnya rakyat juga yang jadi korban," tegas Mulyanto.

Mulyanto menjelaskan ada dua faktor penyebab BPP listrik naik sampai 2030, yaitu dominasi IPP (listrik swasta) yang mencapai 65 persen dan porsi EBT yang mencapai 52 persen.

BACA JUGA: BBM Langka, PKS Minta Jangan Sampai Jadi Krisis Energi

Pasalnya, PLN membeberkan listrik dari PLTU dan pembangkit PLN lebih murah dibandingkan dengan listrik EBT dan IPP.

Sesuai dengan data RUPTL 2021-2030, BPP PLN akan naik dari Rp 1.423 per kWh pada 2021 menjadi Rp 1.689 per kWh pada 2025.

Maka beban tambahan untuk subsidi dan kompensasi akan membengkak dua kali lipat lebih, dari Rp 71.9 triliun pada 2021 menjadi Rp 182.3 triliun pada 2025.

Oleh karena itu, Mulyanto meminta pemerintah memperhatikan kemampuan keuangan PLN sebagai operator listrik. Pemerintah jangan menutup mata pada masalah yang dihadapi PLN.

"Jangan sampai kebijakan energi bersih ini makin menghimpit keuangan PLN. Sekarang saja utang PLN sudah lebih dari Rp 500 triliun," jelas Mulyanto.

Mulyanto mendorong Pemerintah mengembangkan EBT di wilayah-wilayah defisit energi.

"Pemerintah jangan mengembangkan EBT ini di wilayah surplus energi, seperti Jawa dan Sumatera. Ini akan mubazir dan menyebabkan biaya yang harus ditanggung oleh PLN akan membengkak," tambah Mulyanto.

Dia mengingatkan agar pemerintah jangan mau didikte oleh negara maju. Negara raksasa PLTU seperti China, India, dan Amerika saja tidak berkomitmen untuk penghapusan PLTU.

"Kita harus komit pada kepentingan bangsa terkait ketahanan energi nasional, menyediakan energi yang cukup, murah dan syukur-syukut bersih. Jangan membebani rakyat dengan tarif listrik yang mencekik," tegas Mulyanto. (mcr10/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
transisi energi   rakyat   DPR RI   EBT   tarif listrik   PLN   Ekonomi   industri  

Terpopuler