jpnn.com - jpnn.com - Ada yang berbeda dari puncak Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-72 tahun 2017 yang digelar di Lapangan Polda Maluku, Ambon, Kamis (9/2).
Presiden Joko Widodo yang hadir bersama Ibu Iriana Joko Widodo mengangkat tema hoax, berita bohong, yang makin mengganggu di media social. Baik, Facebook, Twitter, Path, Instagram, YouTube, yang makin digandrungi netizen muda di tanah air.
BACA JUGA: Kapuspen TNI: Penerangan TNI Sebagai Penjuru Terdepan
Jokowi sendiri termasuk anggota masyarakat dunia maya, yang juga memiliki akun-akun medsos itu. Dia cukup intens dan aktif mem-posting foto-foto kegiatan di Instagram-nya yang memiliki 2,6 juta followers itu.
Dia juga rajin meng-upload foto-foto dan tulisan pendek di Twitter-nya yang sudah punya fans 6,8 juta itu.
BACA JUGA: Pangdam: Ada yang Adu Domba TNI dengan Polri di Medsos
Dia juga memiliki akun FB dengan 6,5 juta facebookers yang nge-like. Dia bahkan sudah nge-share 233 video di YouTube, dengan 77.558 subscribers.
Namun, belakangan Presiden Jokowi juga termasuk pihak yang dibuat “pusing” oleh informasi hoax, yang sangat mudah memengaruhi netizen dengan info-info yang sumir.
BACA JUGA: Teman Kencan di Medsos Cantik Banget, Ternyata..
Saling serang, dan menjadi forum diskusi public yang alur ceritanya menjadi tidak sehat. Banyak kepala negara di negara-negara lain yang juga berkeluh kesah yang sama dengan Jokowi.
”Jagat media kini tengah menghadapi tantangan besar dengan hadirnya media sosial. Hal tersebut menimbulkan kegandrungan yang luar biasa di kalangan anak-anak muda. Bahkan tidak ada masyarakat yang tidak berkecimpung dalam media sosial,” kata Jokowi.
Mantan Gubernur DKI ini menyebut, masyarakat biasa, pelajar, pejabat daerah, bahkan sampai presiden juga senang terjun ke media sosial.
“Ada yang suka main tweet. Lalu ada Instagram, Path, dan Facebook. Semuanya gandrung, karena cepat melaporkan peristiwa dan desain-desainnya makin cantik,” kata Jokowi.
Kegandrungan para netizen muda ini tidak bisa dihindarkan. Dia sangat berpotensi mempengaruhi media arus utama atau mainstream.
“Media harus mampu beradaptasi. Yang tidak mampu beradaptasi, cenderung berguguran satu per satu,” sebut Jokowi.
Inilah yang menjadi PR besar media mainstream. Karena itu, Jokowi meminta masyarakat pers Indonesia beradaptasi untuk memerangi hoax yang terus membanjiri medsos.
Sebab, hoax juga bisa mengancam media mainstream atau media utama. Presiden menyadari, informasi hoax itu sudah semakin meresahkan, karena menyesatkan publik.
Menurut Jokowi, media mainstream harus mampu beradaptasi. Pasalnya, mereka yang tidak mampu beradaptasi memiliki kecenderungan akan berguguran. Jokowi mengatakan, media arus utama (mainstream) harus bisa meluruskan pemberitaan yang 'bengkok' tersebut.
Jokowi menambahkan, digitalisasi proses komunikasi membuat semua orang bisa menjadi produsen berita. Semuanya bisa memberitakan apa yang dilihat, dialami. Hal ini terjadi di media sosial (medsos).
"Semuanya bisa memberitakan apa yang dilihat, apa ya dia alami. Setiap saat di medsos kita kebanjiran berita. Ada berita objektif, yang aktual, ada yang kritik yang baik tapi banyak juga berita bohong, hoax yang ganggu akal sehat kita, ini terjadi di seluruh dunia," kata Jokowi.
”Sosial media seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik, saya optimistis kalau kita bangsa yang besar, dengan adanya sosial media yang luar biasa ini, malah kita menjadi bangsa yang lebih tangguh, karena media sosial bisa dimanfaatkan dengan baik dan positif,” ujar Jokowi.
Menurut dia, bagaimanapun juga masyarakat di Indonesia sudah semakin cerdas dan pintar untuk memilah berita yang benar dan berita yang palsu.
Dia berpendapat, seiring berjalannya waktu masyarakat juga akan semakin dewasa untuk bisa memilah.
"Berita-berita bohong fitnah itu akan semakin mematangkan kita dalam berbangsa dan bernegara. Akan mendewasakan kita, akan menjadikan kita tahan uji, sudah enggak usah banyak keluhan mengenai itu, penting saya kira dihadapi, diselesaikan, dikurangi, dihilangkan," katanya.
Begitu tiba, Presiden Jokowi disambut Ketua PWI Margiono. Hadir juga Ketua MPR Zulkifli Hasan, sejumlah duta besar negara sahabat Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dan Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Hadir juga tokoh dan pemilik perusahaan media antara lain Chaerul Tanjung, Surya Paloh, dan Harry Tanoesoedibjo.
Rangkaian HPN 2017 di Kota Ambon diawali dengan beberapa kegiatan di antaranya, Pameran atau Expo Hari Pers Nasional 2017 pada 7 Februari 2017, acara talkshow IKWI, Seminar inovasi pelayanan publik dan Konferensi kerja nasional pengurus PWI pusat dan PWI daerah serta diskusi publik HPN.
Selain itu ada kegiatan bakti sosial IKWI, kegiatan menanam bibit mangrove, workshop sekolah jurnalistik Indonesia dan acara konvensi nasional media massa terkait peluang dan tantangan dengan pembicara sejumlah menteri dan pemilik perusahaan media.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono setuju dengan apa yang diungkapkan Presiden. Kata dia, sudah semestinya hoax saat ini harus dihadapi dan digunakan untuk hal-hal yang positif.
”Contohnya seperti HPN 2017 ini, banyak kementerian yang ikut serta mendukung HPN 2017 termasuk Kementerian Pariwisata, kan akan lebih indah lagi kalau sosial media digunakan untuk keindahan Pariwisata Indonesia dan mengangkat Pariwisata Indonesia,” ujar Margiono.
Bukti bahwa insan pers akan terus mencegah berita hoax memang langsung dibuktikan.
” Kami sudah membuat Jaringan Wartawan Anti Hoax Nasional. Ini sudah dibentuk untuk mencegah hoax,” kata Margiono.
Margiono menambahkan, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi semakin maraknya berita hoax atau palsu dalam kehidupan masyarakat.
Menurutnya, sudah saatnya media mainstream (arus utama) bertindak dalam menangkal dan mengantisipasi berita hoax.
"Kami sudah merancang sebuah konsep wartawan antihoax. Nanti di akhir acara HPN, akan diumumkan konsep jaringan wartawan anti hoax nasional," ujarnya.
Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo mengatakan dengan kemajuan teknologi, terjadi perubahan atau semakin cepat dalam penyajian informasi di Indonesia. "Tetapi kecepatan informasi memunculkan persoalan masalah etik. Karena saat ini dunia sedang menghadapi permasalahan fake news atau berita hoax," kata Yoseph.
Dia mengatakan, permasalahan kecepatan informasi membuat media mainstream menjadi menurun dalam menghadirkan pemberitaan. Perusahaan pers, terutama media cetak mengalami penurunan tiras. "Sementara media online menemukan tempat untuk tumbuh subur," ujarnya.
Namun kecepatan bukan menjadi faktor satu-satunya menyajikan berita atau informasi. Karena tanpa diiringi ketepatan fakta atau data, maka akan tergiring menjadi berita hoax.
Karena itu, diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam sebuah pemberitaan. Tidak bisa hanya mengandalkan kecepatan akibat kemajuan teknologi.
"Ini tantangan media massa yakni mengembalikan kepercayaan publik terhadap media arus utama kembali yakni dengan menyajikan berita yang cepat, tetapi akurat dan tepat akan data dan informasi," tegasnya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duh, Medsos Justru Merenggangkan Ikatan Persaudaraan
Redaktur : Tim Redaksi