Jokowi Seharusnya Mendisiplinkan Menteri, Jangan Membingungkan Rakyat

Jumat, 08 Mei 2020 – 19:39 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid membenarkan bahwa disiplin adalah kunci penting mengatasi COVID-19.

Namun, dia mengingatkan hendaknya jangan hanya rakyat yang diminta berdisiplin, dan menjadikan ketidakdisiplinan warga sebagai kambing hitam atas menyebarnya virus corona.

BACA JUGA: HNW Minta Kemenlu RI Investigasi Dugaan Perbudakan di Kapal China

Menurut Hidayat, bangsa Indonesia masih menganut sistem mementingkan keteladanan dari para pimpinan bangsa.

Karena itu bila warga diwajibkan berdisiplin agar COVID-19 segera teratasi, maka pimpinan bangsa harus jadi teladan soal kedisiplinan ini.

BACA JUGA: HNW: Cabut RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Bukan Sekadar Ditunda

Jangan sampai terjadi sebuah kebijakan, diklarifikasi dengan kebijakan lainnya. Atau bahkan yang berbeda esensi.

Situasi itu kata Hidayat mengesankan adanya ketidakdisiplinan pada para pimpinan negara, dengan apa yang dulu pernah disampaikan Pak Jokowi bahwa tidak ada visi dan misi menteri, yang ada adalah visi serta misi presiden.

BACA JUGA: Ketua MPR RI Minta Kepala Daerah Amankan Stok Kebutuhan Pokok Masyarakat

"Permintaan Presiden agar kurva COVID-19 harus landai pada bulan Mei dengan cara apa pun, tidak akan pernah terjadi kecuali pemerintah berdisiplin memberikan keteladanan dalam penanganannya. Salah satunya dengan kebijakan yang tepat dan tidak simpang siur," kata Hidayat, Jumat (8/5).

Menurut Hidayat, pemerintah seharusnya fokus dan berdisiplin dengan kebijakan yang memprioritaskan keselamatan rakyat yang kesulitan akibat COVID-19.

Namun saat ini, yang muncul adalah dengan payung hukum Perpu 1/2020, yang tidak fokus untuk atasi darurat kesehatan dan dampaknya pada rakyat korban COVID-19.

Perpu itu menurut Hidayat rawan terhadap kepentingan pebisnis besar dan bisa mengarah pada abuse of power serta korupsi. Mestinya Pemerintah juga berdisiplin dengan kebijakan refocusing dan realokasi anggaran dan program untuk atasi COVID-19.

Namun, ternyata masih ada anggaran dan wacana untuk lanjutkan program-program yang tidak urgen. Seperti Kartu Prakerja dan pembangunan ibu kota baru.

Kediisiplin yang juga penting dicontohkan oleh para petinggi pemerintah menurut Hidayat adalah koordinasi dan komunikasi publik terkait kebijakan yang dikeluarkan.

Nyatanya, publik malah dipertontonkan perbedaan antara Presiden dengan Menteri Perhubungan soal istilah mudik dan pulang kampung.

Juga perbedaan antara Menko Polhukam dengan Menko Maritim dan Investasi soal larangan mudik di seluruh Indonesia atau cukup PSBB saja.

Serta perbedaan antara Menkeu yang bilang bahwa MenPUPR sudah merealokasi anggaran infrastruktur untuk pembangunan ibu kota baru. Sedangkan MenPUPR, malah mengatakan, tidak ada anggaran KemenPUPR yang direalokasi untuk proyek ibu kota baru, karena anggarannya tidak ada, juga karena proyek itu belum ada payung hukumnya.

Serta tak singkronnya kebijakan Menlu dan Menkum HAM soal TKA China, antara pemerintah pusat yang mengizinkan TKA China dan Pemprov Sultra serta Pemda terkait yang menolaknya.

“Pak Jokowi seharusnya tegas dan mendisiplinkan para menteri, agar tak membingungkan rakyat dan pejabat di daerah, supaya mereka bersatu padu dan efektif tangani COVID-19”, kata Hidayat lagi.

Menurut dia, agar pemerintah bisa efektif mengatasi COVID-19, Jokowi harus tampil pegang kendali dan hadir memimpin langsung penanganan wabah nasional COVID-19 bersama pimpinan gugus nasional, serta para gubernur dan para pakar terkait.

Pemerintah juga harus disiplin dalam pelaksanaan keputusan yang sudah telat seperti PSBB. Jangan sampai malah bikin bingung rakyat maupun aparat di lapangan. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler