jpnn.com, SURABAYA - Presiden Joko Widodo setuju dengan wacana revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektrorik atau UU ITE, utamanya terhadap pasal-pasal yang dinilai multafsir alias pasal karet.
Hal tersebut disampaikan Jokowi, saat berdialog dengan awak redaksi Koran Jawa Pos, saat mampir ke Gedung Graha Pena Surabaya, Sabtu (2/2).
BACA JUGA: Jokowi Sambangi Newsroom Jawa Pos di Graha Pena Surabaya
Masalah UU ITE dikemukakan redaktur metropolis Koran Jawa Pos, Sigit. Menurutnya, koran yang berbasis di Jawa Timur itu punya semangat yang sama dengan pemerintah dalam memerangi hoaks atau berita bohong yang erat kaitannya dengan UU ITE.
BACA JUGA: Jenguk Ahmad Dhani, Sandi Berjanji Bakal Rombak UU ITE
Namun demikian, banyak pula yang memandang banyak pasal di UU ITE dianggap sebagai pasal karet, dan rentan disalahgunakan dalam menjerat seseorang sebagai pelaku pidana transaksi elektronik.
"Semangatnya saya setuju (untuk revisi). Jangan orang menduh pemerintah, presiden, kapolri menggunakan UU itu untuk kepentingan politik. Dikaji, diluruskan dan direvisi kalau diperlukan," ucap Jokowi.
BACA JUGA: Usai Kunjungi Ahmad Dhani, Sandiaga Uno Pengin Revisi UU ITE
Dengan begitu, mantan wali kota Solo ini berharap tidak ada lagi pasal di UU itu yang dinilai multitafsir, sehingga bisa disalahgunakan. Sebaliknya, dia juga tidak setuju dengan suara-suara yang menuduh aparat penegak hukum melakukan kriminalisasi.
Padahal, kata Jokowi, kasusnya ada, diproses pengadilan dan dinyatakan bersalah. Atau masalahnya masih dalam proses penyidikan di kepolisian sudah dibilang kriminalisasi.
"Kalau dikriminalissi enggak ada masalah kemudian disel, itu kriminalisais. Kalau kasusnya ada, masih disidik. Normal kalau disidik. Lalu ke pengadilan dan tidak terbukti ya pasti bebas. Kalau dihukum ya berarti benar (salah). Logikanya begitu dong. Jangan apa-apa (dibilang) dikriminalisasi," jelas Jokowi.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rencana Terbaru Buni Yani agar Lolos dari Eksekusi ke Bui
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam