jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon mengatakan tak masalah jika petahana Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 Joko Widodo (Jokowi) bersikap jemawa karena elektabilitasnya tinggi.
Sebab, ujar Fadli, hasil sesungguhnya bukanlah survei, melainkan pilihan rakyat yang akan disampaikan saat perhelatan Pilpres 2019 nanti.
BACA JUGA: Jokowi Unggul Lagi, Fadli Bisa Bikin Survei Prabowo Menang
“Mau jemawa juga tidak apa-apa, yang menentukan dan memutuskan rakyat,” kata Fadli di gedung DPR, Jakarta, Senin (23/4).
Menurut Fadli, akan baik bagi demokrasi jika ada dua atau lebih kandidat calon presiden (capres). Calon bisa berkompetisi meyakinkan masyarakat melalui program-program mereka.
BACA JUGA: Jokowi Sambangi Korban Gempa Banjarnegara
“Setelah itu mereka menyampaikan program dan berdebat. Nanti rakyat memilih mana yang dianggap bisa membawa kebaikan atau perubahan terhadap berbagai bidang kehidupan kita,” paparnya.
Seperti diketahui, hasil survei Litbang Kompas yang digelar 21 Maret hingga 1 April 2018 menyatakan elektabilitas Jokowi 55,9 persen, Prabowo Subianto 14,1 persen.
BACA JUGA: Omongan Amien Rais Dimentahkan Elite PAN
Sebelumnya atau enam bulan lalu Jokowi hanya 46,3 persen. Sedangkan Prabowo enam bulan lalu 18,2 persen.
Sedangkan elektabilitas mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo 1,8 persen.
Enam bulan lalu Gatot 3,3 persen. Melejitnya elektabilitas Jokowi diklaim seiring dengan kenaikan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah.
Kepuasan terhadap pemerintah dalam survei ini 72,2 persen, naik dari enam bulan lalu yang hanya 70,8 persen.
Fadli tidak sependapat dengan hasil survei. Dia mengatakan, elektabilitas Prabowo pada kenyataannya tidak turun.
Terlebih setelah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang diubah menjadi Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Gerindra yang memberikan mandat kepada Prabowo untuk maju menjadi capres.
“Saya yakin, Pak Prabowo elektabilitas makin naik dan itu tidak bisa dipungkiri,” jelasnya.
Dia memastikan tidak ada nama lain dari internal dan eksternal yang akan menggantikan Prabowo sebagai capres.
Menurut dia, keputusan partai berlambang kepala garuda ini sudah melalui proses internal.
Justru yang mengherankan Fadli adalah adanya upaya agar Prabowo tidak maju dalam Pilpres 2019. Menurut Fadli, agenda setting semacam ini tidak sehat bagi demokrasi Indonesia.
“Bahwa yang kami heran kok kenapa berusaha supaya tidak Pak Prabowo, gitu loh? Ini ada upaya penggiringan opini supaya Pak Prabowo menjadi king maker, menjadi cawapres dan sebagainya,” katanya.
Dia tegas membantah bahwa majunya Prabowo sebagai capres 2019, adalah dorongan dari Istana agar Jokowi memiliki penantang.
Menurut Fadli, sejak awal Partai Gerindra memang akan mengusung Prabowo. Kalau soal dikalahkan dalam Pilpres 2014 lalu, itu hal biasa dalam demokrasi karena ada yang menang dan kalah.
Setelah kalah, Prabowo tidak pernah merecoki pemerintahan Jokowi. Kurang lebih 3,5 tahun Prabowo tidak pernah mengkritik Jokowi. Baru, sekarang ini Prabowo muncul untuk 2019.
“Nah, sekarang saya kira sudah waktunya 2019 ganti presiden,” tegas Fadli. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Sudah Siap, Muslim Alumni UI Masih Cari yang Lain
Redaktur & Reporter : Boy