jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan APBN 2022 difokuskan pada enam prioritas dengan tujuan membangkitkan ekonomi nasional dan mendukung reformasi struktural.
Jokowi menjelaskan bahwa fokus pertama APBN 2022 ialah pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan.
BACA JUGA: Pembelaan Misbakhun untuk Keputusan Jokowi Pakai APBN buat Kereta Cepat
Kedua,menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat kurang mampu dan rentan.
Ketiga, peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
BACA JUGA: Ramalan Menteri Keuangan soal Defisit APBN Tahun Depan
Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi.
Kelima, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah.
BACA JUGA: Pemerintah Tetapkan Defisit APBN 2022 Mencapai 4,51 hingga 4,85 Terhadap PDB
Keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting agar belanja lebih efisien.
"Sekali lagi, di 2022, kami harus tetap mempersiapkan diri menghadapi risiko pandemi Covid yang masih membayangi dunia dan negara kita Indonesia,” kata Presiden Jokowi saat Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa 2022 di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/11).
“Ketidakpastian bidang kesehatan dan perekonomian harus menjadi basis kita dalam membuat perencanaan dan melaksanakan program," lanjut Jokowi.
Dia menyatakan pandemi Covid-19 belum berakhir dan masih menjadi ancaman bagi Indonesia dan dunia, terutama dengan munculnya varian baru Omicron di sejumlah negara.
Untuk itu, antisipasi dan mitigasi perlu disiapkan sedini mungkin agar tidak mengganggu kesinambungan program reformasi struktural dan pemulihan ekonomi nasional yang tengah dilakukan, termasuk dalam merancang APBN 2022.
"Menghadapi ketidakpastian 2022, kami harus merancang APBN yang responsif, antisipatif, dan juga fleksibel. Selalu berinovasi dan mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dengan tetap menjaga tata kelola yang baik," ujarnya.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menilai APBN 2022 memiliki peran sentral.
Sebagai pemegang presidensi G20, Indonesia harus menunjukkan kemampuan dalam menghadapi perubahan iklim.
Terutama dalam pengurangan emisi dan gerakan perbaikan lingkungan secara berkelanjutan.
"Kami harus menunjukkan aksi nyata, komitmen kami pada green dan sustainable economy," ungkap Presiden Jokowi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangannya selepas acara menjelaskan aktivitas konsumsi dan produksi masyarakat yang telah meningkat akan terus menjadi bekal untuk masuk ke 2022 yang lebih kuat lagi dari sisi pemulihan ekonomi.
"Consumer Confidence Index kita sudah mulai pulih bahkan mendekati sebelum terjadinya Covid," kata dia.
Sri Mulyani menerangkan Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia juga mengalami kenaikan dengan adanya kemampuan mengelola delta varian. Demikian juga dengan pertumbuhan indikator lain yang cukup kuat seperti ekspor, impor, dan konsumsi listrik.
Sri Mulyani juga menjelaskan APBN 2022 disusun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, inflasi 3 persen, nilai tukar Rp 14.350 per dolar Amerika, suku bunga surat berharga negara 10 tahun di 6,8 persen, harga minyak USD 63 per barrel, lifting minyak USD 703 ribu barrel per hari, dan lifting gas 1.000.036 barrel per hari.
Untuk sasaran-sasaran yang akan dicapai 2022, yaitu tingkat pengangguran tahun depan diharapkan akan menurun pada level 5,5 hingga 6,3 persen.
Tingkat kemiskinan diharapkan bisa turun di bawah 9 persen lagi, yaitu antara 8,5 hingga 9 persen.
Gini rasio akan membaik di 0,376 hingga 0,378. Indeks pembangunan manusia akan terus meningkat di 73,41 hingga 73,46.
Nilai tukar petani akan dijaga di atas 100 yaitu 103 hingga 105, dan nilai tukar nelayan di 104 tinggal 106.
fokuMulyani mengatakan untuk tahun depan pendapatan negara sesuai dengan undang-undang adalah Rp 1.846,1 triliun, terdiri atas perpajakan Rp 1.510 triliun, PNBP Rp 335 triliun, dan hibah Rp 0,6 triliun.
“Belanja negara tahun depan mencapai Rp 2.714,2 triliun, yang mana belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.944,5 triliun dan TKDD Rp 769,6 triliun. Tahun depan kita masih mengalami defisit sebesar 4,85 persen dari PDB atau Rp 868 triliun," papar Sri Mulyani. (tan/jpnn)
Redaktur : Boy
Reporter : Fathan Sinaga