Jokowi Tunda Pengesahan RKUHP, PSI: Terima Kasih Sudah Mendengar Suara Kami

Jumat, 20 September 2019 – 22:40 WIB
Partai Solidaritas Indonesia (PSI). ILUSTRASI. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda pengesahan RKUHP. Pasalnya, banyak pasal-pasal di RKUHP yang bermasalah.

“Terima kasih Pak Jokowi yang telah memerintahkan penundaan pengesahan,” kata Juru Bicara PSI Dini Purwono, Jumat (20/9).

BACA JUGA: Penjelasan Menteri Yasonna Soal Alasan Jokowi Menunda Pengesahan RKUHP

Dia mengatakan, sejak awal PSI tegas menolak dan memberikan catatan kritis mengenai RKUHP kepada Jokowi. Karena itu, PSI menganggap keputusan Jokowi merupakan bukti bahwa pemerintah masih mendengarkan aspirasi masyarakat.

Dini menilai RKUHP yang disusun DPR lebih buruk dari KUHP yang ada saat ini. Tidak ada satu pun pasal dari KUHP lama yang dihapus. "Cuma menambah pasal-pasal baru yang blunder dan malah menghidupkan kembali pasal-pasal lama yang bersifat kolonial dan sudah dicabut MK,” kata Dini.

BACA JUGA: Menkumham Mengakui RKUHP Kurang Sosialisasi, Bukan Sembunyi-Sembunyi

PSI juga mengapresiasi semua elemen yang telah bersama-sama menolak RUKHP. Inilah wujud ideal dalam demokrasi bahwa ada mekanisme check and balances.

Sejak awal, PSI menolak RKUHP karena tiga alasan utama. Pertama, pengadopsian secara serampangan living law atau hukum yang hidup di masyarakat dengan memasukkan pasal-pasal terkait pidana adat.

BACA JUGA: Masinton Setuju Pengesahan RKUHP Ditunda

“Penjelasan Pasal 2 ayat (1) RKUHP menjelaskan bahwa hukum yang hidup di masyarakat akan diatur dalam perda. Hal ini akan berdampak pada munculnya perda-perda diskriminatif dan intoleran di seluruh Indonesia,” kata Dini.

Kedua, lanjut Dini, RKUHP sangat berpotensi memicu efek negatif terhadap sektor usaha. Terutama, terkait Pasal 48 dan pasal 50.

“Dua pasal itu tidak kondusif untuk dunia usaha karena menciptakan ketidakpastian hukum. Pengusaha atau pengurus korporasi akan takut melakukan tindakan apa pun karena bila business judgment mereka salah maka rentan dipidana,” kata Dini.

Terakhir, menurut Dini, RKUHP terlalu banyak masuk ke dalam ranah privat warga negara. Hukum pidana seharusnya fokus kepada apa yang dimaksud dengan kejahatan dan apa elemen-elemennya.

"Konsep kejahatan dalam hal ini harus obyektif dan universal, tidak bisa hanya berpatokan kepada adat kebiasaan atau agama tertentu," pungkas dia. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler