Krisis kemanusiaan di Gaza, Palestina, semakin menghebat di tengah gempuran udara dan pasukan darat IsraelTim merah putih yang beranggota, antara lain, dr Joserizal Jurnalis SpOt, yang membawa bantuan obat-obatan, selimut, dan pakaian kini menuju garis depan
BACA JUGA: Warga Pulau Sebatik, Hidup di Bawah Iming-Iming Kemakmuran Malaysia
Laporan RIDLWAN HABIB, Jakarta
JAUH dari tanah air dan siap mempertaruhkan nyawa di garis terdepan perang Israel-Palestina tak membuat Joserizal Jurnalis ciut nyali
”Kami masih di Mesir, sedang bertemu perwakilan pemerintah dan berusaha menuju Rafah,” ujar Joserizal kepada Jawa Pos lewat hubungan telepon internasional kemarin
BACA JUGA: Krisis Global Mengubah Gaya Berbelanja Warga Inggris (3-Habis)
Selisih waktu antara Kairo (ibu kota Mesir) dan Jakarta sekitar lima jam.Tim bantuan Indonesia yang berangkat Kamis (1/1) malam dari Jakarta itu membawa dua ton obat-obatan dan sumbangan dana masyarakat Indonesia senilai Rp 2 miliar
BACA JUGA: Krisis Global Mengubah Gaya Berbelanja Warga Inggris (2)
Lembaga itu merupakan satu-satunya lembaga amal dari Jordania –seperti Mesir juga punya hubungan diplomatik dengan Israel– yang dipercaya Israel masuk ke GazaDari Jordan, tim bergerak ke Mesir karena satu-satunya pintu yang paling dekat menuju Gaza adalah melalui RafahMenurut Jose, tim akan berupaya membuat rumah sakit lapangan”Tapi, kami harus mengurus prosedurnya dulu di Kairo,” katanya.
Saat ini Mesir sangat hati-hati membuka pintu RafahSebab, serangan Israel semakin membabi butaTentara Israel juga ikut berjaga di perbatasan Rafah”Tapi, mereka sangat welcome dengan tim bantuan Indonesia,” katanya
Jose berangkat bersama Rustam Pakaya, kepala Pusat Penanggulangan Krisis Depkes; Aidil Chandra, direktur Timur Tengah Deplu; serta kolega sesama dokter, yakni dr Lukcy Tjahjono, dr Mohammad Mursalim (Mer-C), dr Arif Rahman (Muhammadiyah), serta dr Agus Kooshartoro dan dr Basuki Supartono dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI)
Menurut Jose, cuaca di Mesir sangat dingin, antara tiga sampai lima derajat Celsius di malam hariArtinya, pengungsi di perbatasan (Mesir-Gaza) sangat membutuhkan pakaian hangat dan obat-obatan”Kami ingin segera sampai ke sana,” tambahnya.
Jose bukan ”orang baru” di medan konflikSejak 1999, dia berkali-kali menerobos daerah berbahayaDi Indonesia, dokter kelahiran Padang, 11 Mei 1963 itu sudah menjelajah Galela, Tual (konflik Maluku 1999-2000), Aceh (bentrok GAM-TNI dan bencana tsunami), Sampit (kerusuhan 2001), Jogja (gempa 2006), dan berbagai musibah lain yang membutuhkan bantuan
Di luar negeri, Jose pernah mendapat tugas masuk ke Kandahar (Afghanistan) saat perang Sekutu-Afghanistan (2001), Baghdad, Iraq (2003), Lebanon (2006), dan sekarang mencoba masuk GazaSebelum berangkat, pada 28 Desember lalu, Jose sempat menggelar jumpa pers di Perguruan Asy-Syafiiyah, Jakarta Selatan”Kami berangkat menyalurkan amanah umat yang dilewatkan Mer-C,” ujar JoseMer-C memang membuka dompet bantuan untuk Palestina, di antaranya melalui layanan pesan singkat (SMS)
Jose mendirikan Mer-C bersama tujuh dokter dan beberapa mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) pada 14 Agustus 1999Lembaga yang sekarang berkantor di Jalan Kramat Lontar, Jakarta Pusat, itu diharapkan menjadi bala bantuan medis yang bisa bergerak di daerah gawat darurat
Saat ini lembaga kemanusiaan itu mempunyai cabang di berbagai daerah, di antaranya Jakarta (pusat), Manado, Malang, Jogja, Surabaya, dan Medan
Menurut bapak tiga anak, Aisha, Nabila, dan Saladin itu pergi ke daerah konflik adalah panggilan nurani”Jika berkemampuan, hukumnya wajibApalagi, teman-teman punya skill medis yang dibutuhkan korbanJadi, walau hanya bermodal jarum suntik, itu juga jihad,” katanya
Jose merupakan lulusan FK UI 1988Dia pernah bertugas sebagai dokter di sebuah puskesmas di PadangSuatu ketika, ibunya, Prof Zahara Idris MA, mengalami musibah kecelakaanKakinya patah dan harus menjalani operasiDua tahun kemudian ternyata tulang yang patah itu tidak tersambung sehingga harus dioperasi ulang
Rupanya ini memberi kesan mendalam, dan sejak saat itu Jose ingin mendalami spesialis bedah tulang (ortopedi)Gelar itu diperoleh pada 1999Lulus spesialis, Jose langsung terpanggil untuk menolong korban konflik di Galela dan Tual, MalukuSaat itu Jose menyaksikan langsung luka-luka akibat pertikaian berdarahKarena terbatasnya peralatan medis, Jose pernah menggunakan gergaji kayu untuk mengamputasi kaki pasien
Dia juga pernah menggunakan madu sebagai obat oles antibiotik”Dalam situasi konflik, yang penting selamat duluMeski begitu, sebisa mungkin harus sesuai prosedur,” kata Jose
Pria yang tercatat sebagai dokter di tiga rumah sakit di Jakarta itu berulang-ulang menggunakan teknik darurat untuk menyelamatkan pasienMisalnya, karena keterbatasan stok saat menolong warga Taliban di Kandahar, Jose terpaksa menggunakan jarum suntik secara berulangPadahal, risikonya sangat besar: bakteri bisa mudah menjalarKarena itu, bersama empat temannya dr Hendry Hidayatullah, dr Yogi Prabowo, dr Dany KRamdhan, dan Muhammad Azzam, Jose menyiapkan panci-panci besar untuk merebus jarum suntik itu.
”Jika kita bersungguh-sungguh, insya Allah akan ditunjukkan jalan,” kata suami Dian Sulistiawati MSi itu
Di Kandahar, di bawah bayang-bayang pesawat tempur Amerika Serikat, Jose dan kawan-kawan sempat bertemu Gubernur Kandahar Mullah Hassan dan Mullah Najibullah, mantan komandan perang melawan Uni Soviet
Di Iraq, awalnya tim Jose juga susah masukTapi, setelah melobi Kementerian Dalam Negeri Jordania, dia dan timnya akhirnya bisa sampai Baghdad.
Berkali-kali tugas di medan konflik, bagaimana dengan keluarga? ”Alhamdulillah istri sepahamAnak-anak juga diajari untuk menerima kondisi yang ada,” kata JoseJika sedang tugas, dia selalu meminta izin dari rumah sakit tempatnya praktik”Jangan ada hak orang lain yang terzalimi,” tambahnya
Mer-C hingga kini terus mengumpulkan bantuanMenurut Jose, semua uang dari masyarakat akan disumbangkan sesuai amanahDia memang mengandalkan bantuan dari masyarakatSebab, kalau dana itu dari konglomerat atau luar negeri, biasanya ada kepentingan tertentu”Kami tentu hati-hatiKalau ada kepentingan selain kemanusiaan, tentu kami tolak,” katanya
Meski Mer-C berasas Islam, Jose tetap membuka tangan bagi relawan non-muslim untuk bergabung”Prinsip kami kemanusiaanDi lapangan, saat menolong, kami juga tidak menanyakan agama korban,” katanya(el)
Digambarkan, bayi Yakub memang berkembang menjadi anak baik, penurut, suka belajar, banyak tinggal di rumah, dan seterusnyaPokoknya, Yakub kemudian menjadi lambang kesempurnaan dari seorang anak yang salehSedangkan Esau digambarkan tumbuh menjadi ’’anak liar’’ yang nakalKesukaannya begadang, berkelahi, memeras, menipu, mencuri, dan seterusnya.
Dalam masyarakat Yahudi, semua anak baik digambarkan sebagai Yakub, sedangkan anak nakal seperti Bernard Madoff dicaci seperti EsauKarena itu, dalam masyarakat Yahudi, banyak orang tua yang memberi nama anaknya dengan Yakub, tapi tidak satu pun yang memberi nama Esau
Tampaknya, di semua agama, ada kisah seperti iniBahkan, agama Jawa juga punya cerita Pandawa dan KurawaBegitu banyaknya orang yang mencela dan memojokkan Kurawa, sampai-sampai saya justru bersimpati pada tokoh seperti Dursasana, salah satu di antara 100 Kurawa bersaudara
Saya kadang merenung bahwa kejahatan Kurawa itu pun sebenarnya juga kehendak Tuhan: mengapa Tuhan menakdirkan Dewi Gendari melahirkan anak sampai 100 orang? Bagaimana seorang ibu bisa mengasuh dan membesarkan anak sebanyak itu untuk bisa jadi anak saleh semua?
Banyaknya anak itu juga yang kemudian menimbulkan problem agrariaSoal warisan tanah Kurusetra itu, misalnyaTanah tersebut mestinya dibagi dua untuk Pandawa yang hanya lima bersaudara dan untuk Kurawa yang 100 bersaudaraSiapa pun, kalau dalam posisi menjadi Kurawa, pasti unjuk rasa: kalau tanah Kurusetra itu dibagi dua, bukankah akan melahirkan kesenjangan kaya-miskin: yang separo hanya dibagi untuk lima orang Pandawa, sedangkan yang separo lagi harus dibagi untuk 100 orang Kurawa
Ishak yang hanya punya dua anak, yang satu jadi EsauBagaimana Dewi Gendari bisa mengasuh, mendidik, dan membuat 100 anaknya menjadi Yakub semua? Jangankan mendidik, memandikan dan mencuci bajunya saja sudah pasti sulitBukankah waktu itu belum ada mesin cuci dan PlayStation? Mengapa Tuhan memberinya 100 anak? Bahwa kemudian banyak di antara anak itu yang jadi Esau, siapa yang salah?
Ternyata, dalam kasus Yakub-Esau ini pun banyak yang bersimpati pada EsauMungkin juga karena terlalu banyak kisah kesalehan Yakub yang sekaligus dalam satu napas dengan kenakalan EsauAda satu kisah bahwa Esau, sebagai anak sulung, sebenarnya bisa saja mengambil semua warisan ayahnya
Namun, Esau begitu baiknya, sehingga mau mengalah kepada adiknyaTapi, ada saja cerita sebaliknya: Esau itu sebenarnya bukan mengalahDia menjual hak-haknya sebagai sulung untuk menipu adiknya.
Begitu jeleknya Esau ini sampai-sampai digambarkan, kalau Anda baru saja dicium Esau, segeralah periksa apakah ada gigimu yang dicurinyaDan Bernie, meski pernah memberikan laba triliunan rupiah kepada para nasabahnya, jasa itu tidak akan dikenang sebagai YakubTetap saja Bernie itu EsauBahkan Esau terbesar pada abad modern.
’’Bernie itu melakukan dua kejahatan sekaligus: mencuri dan menipu,’’ bunyi salah satu khotbah Sabtu itu’’Tempat yang paling cocok untuk orang yang mencuri harta kaum Yahudi adalah di neraka yang sangat khusus,’’ tambahnya
Betapa berat dosa Bernie digambarkan dalam cerita itu sebagai berikut: Orang Yahudi itu paling pintar dalam berhitung dan paling teliti dalam memeriksa angka-angkaKarena itu, tidak mungkin bisa ditipuItu baru orang Yahudi biasaOrang Yahudi yang sudah jadi pedagang lebih hebat lagi: sudah mampu menggabungkan kehebatan berhitung dan ketelitian memeriksaKehebatan tersebut akan meningkat lagi kalau seorang pedagang Yahudi sudah bisa jadi bankir, pengusaha bank.
Dan seorang Bernie ternyata mampu menipu orang Yahudi yang sudah jadi bankir sekalipun! Maka, kalau orang Yahudi memberi gelar dia Esau, rupanya kejengkelan mereka memang sudah tidak tertahankan lagiBankir Yahudi pun bisa dia tipu!
Di antara kelompok Yahudi yang paling marah kepada Bernie adalah organisasi wanita Yahudi bernama HadassahOrganisasi tersebut kehilangan dana Rp 1 triliun (USD 90 juta)Hadassah adalah organisasi ibu-ibu Yahudi di Amerika yang paling besarJuga paling terkenal akan proyek-proyek sosialnya.
Hadassah-lah yang membiayai anak-anak Yahudi yang ditinggal mati orang tua mereka dalam kasus pembunuhan masal di EropaHadassah pula yang mendirikan sekolah Youth Aliyah untuk anak-anak orang Yahudi di IsraelProyek sosialnya di Israel luar biasa banyaknyaTermasuk mendirikan sekolah perawat, kedokteran, dan rumah sakit.
Kini, dana itu hilang.
Sedangkan di antara rabi (kiai) Yahudi yang paling marah adalah David JWolpeIni berarti sudah mentok: Rabi Wolpe adalah rabi nomor satu di antara rabi-rabi ’’langitan’’ di Amerika Serikat’’Padahal, saya ini tidak kenal Bernie,’’ katanya dalam satu khotbah sebagaimana disiarkan penerbitan Yahudi di AS ituSampai-sampai dikira dia itu ikut jadi salah satu korban Bernie’’Saya ini justru belum pernah dengar namanya sampai dengan semua orang menyebut-nyebut nama itu sekarang ini,’’ tegasnya.
Rabi Wolpe tergolong kiai mbelingPimpinan Kuil Sinai di Los Angeles tersebut membuat heboh beberapa tahun lalu, terutama ketika mengungkapkan bahwa kisah pengungsian orang Yahudi dari Mesir yang menyeberangi Laut Merah itu sebenarnya tidak ada’’Tidak ditemukan bukti ilmiah sama sekali,’’ ungkapnya.
Rabi Wolpe itulah yang dalam khotbahnya sampai mengingatkan agar semua pengusaha Yahudi tahu bahwa sebelum menghadap Tuhan kelak, akan ada beberapa pertanyaan Tuhan yang harus dijawab sebelum bisa masuk surgaPertanyaan pertama, kata Wolpe, adalah: apakah praktik dagang yang kamu lakukan sudah baik? (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Global Mengubah Gaya Berbelanja Warga Inggris (1)
Redaktur : Tim Redaksi