JPU Ungkap Saat Luhut Binsar Geleng-geleng Kepala Emosi, Haris Azhar Tidak Mengerti

Senin, 03 April 2023 – 14:16 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi dukungan kepada Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Pendiri Lokataru Haris Azhar di depan PN Jakarta Timur, Senin (3/4/2023). Foto: ANTARA/Syaiful Hakim

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4), dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Persidangan Haris Azhar dan Fatia dipimpin oleh Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana.

BACA JUGA: Haris Azhar Sebut PT SSA Kuasai Tanah di Cengkareng Secara Sah

Keduanya memiliki berkas perkara dengan keterangan perkara yang sama. Namun, dengan nomor berbeda.

Nomor berkas perkara Haris yakni 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim, sedangkan Fatia yaitu 203/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim.

BACA JUGA: Gubernur Koster Bersurat kepada Menko Luhut, Masyarakat Bali Mendukung 

Oleh karena itu, Haris Azhar dan kuasa hukumnya meminta agar majelis hakim menggabungkan berkas perkara keduanya.

"Saya minta kepada majelis hakim agar berkas perkara kami digabungkan. Karena ini kasus yang sama," kata Haris.

BACA JUGA: Haris Azhar Bahagia Kalau Kasus yang Dilaporkan Luhut Pandjaitan Masuk ke Pengadilan

Permintaan itu dilontarkan agar persidangan keduanya tak berlangsung lama.

Atas permintaan Haris Azhar dan kuasa hukumnya, Majelis Hakim akan mencatat permintaan itu dan mempertimbangkannya.

Haris Azhar dan Fatia didakwa Pasal 27 Ayat 3 Junto Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kemudian Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 serta Pasal 310 KHUPidana.

Keempat pasal itu di-junto-kan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KHUPidana karena dikategorikan penyertaan.

Luhut Pandjaitan Geleng-geleng Kepala

Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan terhadap Haris Azhar menyebut Luhut Binsar Pandjaitan merasa nama baik dan kehormatannya diserang dengan video unggahan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

JPU yang dipimpin Yanuar Adi Nugroho mengatakan Haris Azhar menggugah video YouTube berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!! pada 21 Agustus 2021.

Luhut ditampilkan video itu di kantornya oleh asisten bidang media Menko Marves, Singgih Widiyastono.

"Saksi Luhut Pandjaitan terlihat geleng-geleng kepala nampak emosi dan menyampaikan kepada saksi Singgih Widyastono. 'Ini keterlaluan, kata-kata Luhut bermain tambang di Papua itu tendensius, tidak benar dan sangat menyakitkan hati saya'," ujar JPU.

Luhut pun keberatan jika namanya disandingkan dengan kata lord karena bermakna negatif yang mana julukan lord bermakna tuan, raja, penguasa tertinggi, memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung.

Haris Azhar dan Fatia dianggap tidak pernah melakukan konfirmasi kepada Luhut atas laporan yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".

"Tidak pernah melakukan konfirmasi atau mengkaji ulang (cross check) kebenaran informasi dari kajian cepat tersebut kepada saksi Luhut Binsar Pandjaitan sebelum melakukan perekaman video," ujarnya.

Narasumber yang dihadirkan oleh Haris dalam tayangan video itu adalah Fatia. Sedangkan dari pihak Luhut tidak ada yang dihadirkan.

Laporan itu dibuat oleh Koalisi Bersihkan Indonesia yang terdiri dari sepuluh organisasi masyarakat sipil.

Kemudian melalui pembahasan di video itu, Fatia menyebut Luhut sebagai pemegang saham di Toba Sejahtera Group, yang seolah-olah digambarkan memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Papua.

"Padahal saksi Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan sama sekali tidak pernah memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Papua, maupun di wilayah Papua lainnya," kata JPU.

Menurut jaksa, Luhut memang pemegang saham di PT Toba Sejahtera. Namun, bukan pemegang saham di PT Tobacom Del Mandiri, yang merupakan anak perusahaan PT Toba Sejahtera.

PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain. Namun, tidak dilanjutkan lagi.

PT Madinah Quarrata’ain hanya memiliki kerja sama konkret atas perjanjian pengelolaan Derewo Project dengan PT Byntech Binar Nusantara pada 23 Maret 2018.

JPU menyatakan tidak pernah ada dokumen mengenai keikutsertaan PT Toba Sejahtera, PT Tobacom Del Mandiri, dan PT Tambang Raya Sejahtera dalam pengembangan Derewo Project yang dilakukan bersama PT Madinah Quarrata’ain.

Atas persoalan itu, Luhut melayangkan dua kali somasi kepada Haris Azhar dan Fatia.

Luhut Pandjaitan masih memberikan kesempatan kepada terdakwa Haris Azhar dan saksi Fatia Maulidiyanty untuk minta maaf. Namun, somasi tersebut tidak dipenuhi terdakwa Haris Azhar dan saksi Fatia Maulidiyanty dengan berbagai alasan.

Karena somasi tidak ditanggapi, Luhut pun membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Kasus ini pun bergulir hingga persidangan.

Sementara itu, di depan majelis hakim Haris Azhar menyatakan tidak menerima dakwaan tersebut.

"Saya tidak mengerti, maka saya tidak menerima dakwaan JPU," kata Haris Azhar.

Lantas, majelis hakim yang dipimpin oleh Cokorda Gede Arthana memberikan waktu kepada kuasa hukum Haris Azhar untuk menyampaikan eksepsi selama dua pekan.

Persidangan akan dilanjutkan pada Senin (17/4) dengan mendengarkan eksepsi dari terdakwa Haris Azhar.

Koalisi Masyarakat Sipil Beraksi

Sementara itu, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi dukungan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin.

Sejumlah LSM yang tergabung dalam aksi itu, antara lain, Kontras, ICW, YLBHI, LBH Jakarta, Amnesti Internasional, dan Themis Indonesia.

Belasan orang itu membawa spanduk dan poster yang bertuliskan "Kami bersama Fatia Haris", "Kritik Itu Koreksi, Kok Dihabisi!", "Kita Berhak Kritis".

Mereka menyayangkan langkah Luhut Binsar Pyang melaporkan Haris Azhar dan Fatia ke polisi hingga pelimpahan ke pengadilan.

Ahli hukum tata negara dari Themis Indonesia, Feri Amsari yang melakukan aksi dukungan menyayangkan adanya laporan dari Luhut kepada Haris dan Fatia.

Feri menyebut berdasarkan UU bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi dan menyebarkan informasi kepada publik.

"Haris Azhar dan Fatia mendapatkan informasi dan menyampaikan kepada publik tentang hasil penelitiannya di Papua. Ini hak yang dilindungi oleh konstitusi," kata Feri.

Bila hasil penelitian itu tidak benar, kata Feri, maka Luhut bisa menyampaikan versinya, bukan malah melaporkannya kepada polisi dengan dugaan pencemaran nama baik. (sam/antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler