jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Polda Jawa Barat mengungkap kasus penjualan satwa dilindungi di daerah Pangandaran pada Minggu (27/10) lalu.
Dalam kasus ini, petugas menyita sebanyak sembilan ekor primata dari tangan pelaku yang berinisial DN. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudho Wisnu Andiko mengatakan, pelaku DN berasal dari Ciamis.
BACA JUGA: Ahli Primata Dunia Desak Australia Lebih Serius Atasi Perubahan Iklim
“Pelaku melakukan transaksi jual beli satwa dilindungi berupa enam ekor bayi lutung (trachypithecus), dua ekor surili (presbytis) dan satu ekor anakan owa Jawa (hylobates moloch),” kata Trunoyudho, Selasa (29/10).
Trunoyudho menambahkan, pelaku mendapatkan satwa dilindungi itu dari penjual lainnya dan beberapa di antaranya pelaku menyuruh pemburu untuk mendapatkan hewan yang tidak ada di pasaran.
BACA JUGA: Ditemukan Fosil Tertua Primata
Selain itu, DN juga menyuruh pemburu untuk menangkap anakan satwa dilindungi di daerah perbatasan Tasikmalaya dan Ciamis.
Satwa-satwa itu rencananya akan dijual DN kepada beberapa konsumennya. DN melakukan aktivitas perdagangan satwa liar itu melalui lapak di media sosial. Urusan harga, DN mengaku sangat bervariasi.
Untuk jenis lutung, dia biasanya mendapat satu ekor anakan lutung dengan harga Rp200 ribu, kemudian dia bisa menjual lutung itu dengan harga Rp 400 ribu per ekor. “Untuk owa Jawa pelaku beli dari orang Bogor, dapat Rp 2 juta. Sementara Surili per ekor beli Rp 300 ribu," katanya.
Trunoyudho menambahkan, DN beraksi sudah sekitar dua bulan lalu. Mulanya, DN ditawari jenis primata seperti lutung juga surili oleh pemburu. Dari situ pelaku mulai ketagihan memperjualbelikan satwa dilindungi itu.
Atas perbuatannya, DN dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) UU RI Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Adapun ancaman hukumannya maksimal 5 tahun kurungan. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan