jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad H Wibowo menilai pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 yang mencapai 7,07 persen di luar prediksi banyak kalangan.
Menurutnya, banyak ekonom dan pelaku keuangan yang sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun ini di kisaran 5 persen saja.
BACA JUGA: Ekonomi Tumbuh 7 Persen, Prediksi Menko Airlangga Terbukti
"Secara objektif, saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II/2021. Konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi," ujar Dradjad melalui layanan pesan ke JPNN.com, Jumat (6/8).
Namun, mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara itu menganggap pertumbuhan ekonomi yang ada masih rentan. "Pertumbuhan tersebut masih sangat rapuh," ulasnya.
BACA JUGA: Ekonomi Triwulan II Melejit 7 Persen, Faisal Basri Justru Beberkan Fakta Sebaliknya
Dradjad pun membeber sejumlah argumennya. Pertama, tuturnya, angka 7,07 persen diperoleh dari basis produk domestik bruto (PDB) yang anjlok drastis pada tahun lalu.
"Kita tahu ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II/2020, ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah," ujarnya.
BACA JUGA: Sri Mulyani Pasang Kuda-kuda, Akselerasi Ekonomi Triwulan III Digenjot
Kedua, pertumbuhan ekonomi 7,07 itu juga disebabkan kebijakan pelonggaran pergerakan orang pada kuartal II/2021. Efeknya ialah konsumsi tumbuh 5,93 persen atau lebih tinggi dari biasanya.
"Beberapa tahun terakhir, konsumsi biasanya tumbuh sedikit di atas atau di bawah lima persen," paparnya.
Namun, pelonggaran itu juga membawa efek peningkatan kasus Covid-19. Angka kematian akibat virus pemicu pandemi itu pun melonjak tinggi.
Oleh karena itu, ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan PPKM Level 4, Dradjad menyebut kebijakan tersebut akan berefek pada kondisi ekonomi Juli-Agustus.
"Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. Jelas, pertumbuhan konsumi akan anjlok, meski mungkin tidak akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah," ulasnya.
Dradjad menegaskan hal yang patut dicermati ialah posisi Indonesia dalam Bloomberg Resilience Score (BRS). Bloomberg menempatkan Indonesia di peringkat paling bawah dalam hal ketahanan terhadap pandemi.
"Kita berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk BRS. Posisi ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III/2021 dan ke depannya," tegasnya.
Adapun argumen ketiga yang mendasari Dradjad menganggap pertumbuhan ekonomi itu masih rapuh ialah tingkat konsumsi di luar kebiasaan.
"Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi sebagai soko gurunya cenderung menurun di kuartal III/2021," kata Dradjad.(ast/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menulis di Jurnal Internasional, Dradjad Wibowo Beber Kombinasi Cara Selamatkan Rakyat & Ekonomi dari Pandemi
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan