jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengaku sangat khawatir melihat amburadulnya data honorer.
Dia mengatakan masing-masing instansi punya data honorer sehinggai sulit mengontrolnya.
BACA JUGA: Pimpinan Honorer Sebut 5 Dosa Besar Mas Nadiem soal PPPK, Sangat Keras!
Kemendikbudristek punya data pokok pendidikan (Dapodik), Kemenag menyediakan Sistem Informasi dan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Kementerian Agama (Simpatika), BKN memiliki database honorer K2, Kementan punya sendiri, demikian juga instansi lainnya.
Ironisnya kata Fikri, semua data itu tidak diverifikasi validasi (verval) paling tidak selama 8 tahun terakhir.
BACA JUGA: DPR Mencium Gelagat Bakal Ada PHK Massal Honorer Teknis Administrasi, Miris
Dari sekian data itu, hanya database honorer K2 di BKN yang sudah dikunci.
Sementara instansi lain datanya masih terus berubah, setiap saat ada penambahan honorer.
BACA JUGA: Uni Irma Menanggapi Omongan Kuasa Hukum Habib Bahar, Dia Tidak Sepakat
Jika hal tersebut dibiarkan, politikus PKS itu sudah membayangkan jumlah honorer akan membengkak.
Regulasi berupa PP 48 Tahun 2005 yang menegaskan tidak ada rekrutmen honorer kembali, ternyata tidak ampuh. Sampai saat ini jumlah honorer terus bertambah.
"Kalau sistem pendataan seperti sekarang, tidak diverval, tidak update, jumlah honorer akan bertambah 11 kali lipat dari sekarang," tegasnya.
Kalau sudah begitu, lanjut pria kelahiran 17 Juli 1963 itu, masalah honorer sampai kapan pun tidak akan pernah selesai.
Rekrutmen PPPK besar-besaran pun, menurutnya, tidak akan bisa menyelesaikan masalah honorer.
Abdul Fiki ini ingat kejadian beberapa tahun lalu yang mana hanya ada honorer K1 dan honorer K2.
Honorer K1 dibiayai APBN/APBD. Honorer K2 gajinya dianggarkan dari luar APBN/APBD.
"Sekarang banyak honorer dengan istilah macam-macam, padahal masalah honorer K1 maupun honorer K2 belum selesai loh," cetusnya.
Fikri yang intens mengikuti masalah honorer menambahkan, kunci dari semua masalah tersebut ialah data.
Selama datanya amburadul, tidak valid, jangan berharap masalah honorer akan tuntas.
Pemerintah, kata Fikri, seharusnya membereskan dulu masalah data. Kemudian membuat regulasi sesuai peta data yang dimiliki pemerintah.
"Tetapkan satu instansi pemegang database. Misalnya diserahkan ke BKN karena ujungnya semua usulan pemberkasan penetapan NIP PPPK akan ke BKN juga," pungkasnya. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : Soetomo
Reporter : Mesya Mohamad