jpnn.com - Data terbaru WHO menunjukkan statistik mengkhawatirkan soal penyebaran penyakit campak. Di semua wilayah di dunia, kecuali Amerika, jumlah kasus campak meningkat.
Direktur Departemen Imunisasi, Vaksin, dan Biologi WHO Kate O'Brien menyalahkan sistem kesehatan yang lemah dan informasi yang keliru tentang vaksin.
BACA JUGA: Larangan Partisipasi Industri Tembakau dalam Agenda SDGs Dipertanyakan
"Kita mengalami kemunduran, kita berada di jalur yang salah," kata O'Brien dalam jumpa pers, Kamis (29/8).
"Ada kecenderungan yang mengkhawatirkan bahwa semua wilayah mengalami peningkatan campak kecuali untuk wilayah Amerika, yang penurunannya kecil," tutur dia.
BACA JUGA: Wabah Ebola di Kongo Makin Sulit Dikendalikan
BACA JUGA: Campak Rubela Ancam Aceh
Hampir 365.000 kasus telah dilaporkan secara global tahun ini. O'Brien menambahkan, kasus yang dilaporkan dari Januari hingga Juli tahun ini hampir tiga kali lebih banyak dibandingkan periode yang sama pada 2018.
BACA JUGA: Ebola Renggut 1.600 Nyawa di Kongo, WHO Tetapkan Status Darurat
Wabah terbesar berkecamuk di Republik Demokratik Kongo (155.460 kasus), Madagaskar (127.454) dan Ukraina (54.246). Empat negara di Eropa juga dicopot dari status bebas campak pada 2018. Empat negara itu adalah Albania, Republik Ceko, Yunani dan Inggris.
Para ahli kesehatan mengatakan virus ini menyebar di antara anak-anak usia sekolah yang orang tuanya menolak memberikan vaksin campak-gondong-rubella. Tingkat kepercayaan terhadap vaksin paling tinggi justru ditemukan di negara-negara miskin. Sementara masyarakat di negara-negara kaya bersikap lebih skeptis.
"Kami melihat informasi yang salah sebagai ancaman yang meningkat. Kami meminta penyedia media sosial, komunitas, pemimpin, orang-orang yang berbicara, untuk memastikan Anda mengkomunikasikan informasi yang akurat, valid, dan dapat dipercaya secara ilmiah," tutur O'Brien. (ant/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 300 Juta Orang Menderita Depresi, Setiap 40 Detik Terjadi Kasus Bunuh Diri
Redaktur & Reporter : Adil