Junaidi Membuat Paving dan Batako dari Limbah Tahu Tempe, Awalnya Dicibir

Senin, 21 Agustus 2017 – 00:05 WIB
Junaidi Masriawan (kiri) bersama dua temannya sedang berada di depan paving dan batako berbahan limbah tahu dan tempe, Sabtu (19/8). Foto: WAWAN FOR LOMBOK POST

jpnn.com - Lingkungan tempat tinggal Junaidi Masriawan dipenuhi sampah limbah tahu tempe. Dan dari sanalah ide kreatifnya muncul. Dia membuat limbah itu jadi paving dan batako.

NATHEA CITRA SURI, Mataram

BACA JUGA: Sudah 20 Anak Merasakan ASI Milik Rena Meta

RUMAH Junaidi berada di jalan Swadaya Nomor 65 Kekalik, Mataram, NTB. Di sekitarnya terdapat industri rumahan tahu tempe. Baunya khas.

Saat angin berhembus, napas terasa berat karena bau sangat menyengat. Tapi bagi Junaidi, itu tidak mengganggu. Karena dia sudah biasa.

BACA JUGA: Rombongan Kemendes PDTT dan Wartawan Terdampar di Pulau tak Berpenghuni

"Silakan duduk,” kata Junaidi pada Lombok Post (Jawa Pos Group), sambil menyalakan sebuah lampu, di berugak sederhana miliknya.

Ia kemudian mulai menceritakan ide kreatifnya menjadikan limbah tahu tempe sebagai paving dan batako.

BACA JUGA: Cerita Penjahit Baju Adat Banjar yang Dikenakan Presiden Jokowi

"Jadi begini, saya tidak sendiri. Tapi bersama beberapa anak muda di Kekalik Jaya,” ujarnya merendah.

Peraih gelar sarjana komunikasi dari UGM, Jogjakarta tersebut mulai tertarik untuk memanfaatkan limbah tahu tempe, setelah wilayahnya terkena banjir besar tiga bulan lalu.

"Jadi banjir tempo lalu itu, diakibatkan oleh sampah yang menumpuk, serta endapan limbah tahu tempe yang berada di sungai tersebut. Ketika saya kecil dulu, sungai itu masih bening, bersih, bahkan terlihat dalam. Coba lihat kondisinya sekarang, sangat jauh dari bening, dan dalam," keluhnya.

Padahal, kata Junaidi, industri tahu tempe di Kekalik dimulai pada tahun 60-70an. Sudah sangat lama.

"Seharusnya para pengusaha tahu ini jadi bos sekarang, tapi kok dari dulu hingga sekarang seperti itu saja, bahkan kini justru limbah mereka dibuang begitu saja di kali,” sindirnya.

Ia kemudian mencoba mencari jalan keluar agar wilayahnya itu, bisa terbebas dari sampah, kekumuhan, dan banjir yang sering melanda.

"Beberapa bulan lalu, setelah banjirnya surut, saya mulai berfikir, limbah tahu yang dibuang warga itu, apa bisa dimanfaatkan untuk hal lainnya, tanpa harus dibuang di sungai. Kebetulan, ketika saya sedang mencari ide, salah satu warga, ada yang berkata, kalau limbah tahu itu, sebenarnya bisa dijadikan batako,” tuturnya.

Dengan bantuan ide salah satu warga itulah, Junaidi mulai browsing di internet, untuk mencari informasi, limbah tahu bisa dijadikan apa. Ia juga mulai coba-coba untuk mencari limbah tahu di pabrik tahu dekat rumah.

"Awalnya, saya berbohong pada mereka, saya bilang, tahu yang saya sambil itu, untuk saya jadikan bahan pencuci piring. Karena sebelumnya, limbah tahu bisa dijadikan sebagai serbuk pencuci piring di kampung-kampung,” ujarnya.

Dengan bantuan dua temannya, Junaidi p diberi dua karung penuh, berisikan limbah tahu yang akan ia gunakan sebagai bahan uji coba untuk membuat batako.

"Awalnya ini dicibir. Dikatakan pekerjaan sia-sia," ungkapnya.

Baginya, cibiran itu wajar. Karena ini adalah hal baru. Tapi kami tidak patah arang. Kami semua bekerja dengan dana sendiri, dan itu semua berasal dari uang pribadi saya,” jelasnya.

Ia pun mulai mencari alat pendukung untuk membuat sebuah paving dan batako. Termasuk cetakannya. "Ternyata cetakan itu mahal. Kami tak punya uang," tutur Junaidi.

Sebagai solusi, ia pun memilih menyewa alat. Bukan membeli. "Saya menyewa dari seseorang. Rp 150 ribu dalam sehari,” ujarnya.

Hal pertama yang ia lakukan setelah itu, yakni mengambil beberapa cup semen, air, dan limbah tahu untuk diaduk jadi satu. Perbandingan bahannya, 40 persen semen, dan 60 persen limbah tahu.

"Awalnya gagal-gagal terus. Tapi kami belajar dari kegagalan itu. Kami tidak mau menyerah,” terangnya.

Dan kerja kerasnya itu membuahkan hasil. Ia kini bisa mencetak paving dan batako dengan sempurna.

"Setelah kami berhasil membuat batako dan paving. Tugas kami selanjutnya untuk menguji cobanya, untuk membuktikan bahwa barang yang kami ciptakan ini, bisa bermanfaat untuk orang lain, terutama untuk jalan-jalan rusak, nanti kami akan tambal menggunakan paving buatan kami,” imbuhnya.

Kini, Junaidi berharap, pemerintah bisa membantunya melakukan uji di lab. "Semoga pemerintah peka dengan apa yang kami hasilkan ini," tandas pria yang hobi mengoleksi keris tersebut. (*/r5)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gendong Bayi, Tetap Ikut Upacara Kemerdekaan di Tanah Orang


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler