jpnn.com, JAKARTA - Rupiah hari ini sempat mengalami pelemahan pada pembukaan perdagangan Jumat pagi (10/9).
Namun, pada penutupan perdagangan rupiah hari ini ditutup menguat 50 poin.
BACA JUGA: Rupiah Hari Ini Diserang Sentimen Hawkish, Duh Melempem Lagi
"Sebelumnya sempat menguat 55 point di level Rp 14.202 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp 14.252 per USD," ujar Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi
Menurutnya, penguatan rupiah hari ini dipengaruhi oleh beberapa pernyataan dari pejabat The Fed, termasuk Gubernur Fed Michelle Bowman.
BACA JUGA: Badai Isu Tapering Kembali, Rupiah Hari Ini Rontok Lagi
Bowman menyatakan bahwa laporan pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan untuk Agustus tidak akan menunda pengurangan aset pada 2021.
Namun, kolega Bowman, Presiden Fed Chicago Charles Evans, mengatakan pada hari Kamis bahwa ekonomi AS "belum keluar dari kesulitan," dan bahwa tantangan, termasuk rantai pasokan dan kemacetan pasar tenaga kerja, tetap ada.
BACA JUGA: Rupiah Hari Ini Kembali Berjaya, Mantap!
Data pada hari Kamis menunjukkan bahwa jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun minggu lalu ke level terendah dalam hampir 18 bulan.
"Hal itu menawarkan lebih banyak bukti bahwa pertumbuhan pekerjaan terhambat oleh kekurangan tenaga kerja daripada pendinginan permintaan pekerja," kata Ibrahim.
Di seberang Atlantik, lanjut dia, Bank Sentral Eropa (ECB) menurunkan keputusan kebijakannya pada hari Kamis.
Meskipun bank sentral mempertahankan suku bunganya tidak berubah pada nol persen. Namun, hal itu mengindikasikan akan memperlambat laju pembelian di bawah Program Pembelian Darurat Pandemi pada kuartal empat 2021.
"Namun, Presiden ECB Christine Lagarde dengan cepat meyakinkan pasar bahwa tidak meruncing” beber Ibrahim.
Kemudian, dari dalam negeri, pemulihan ekonomi dunia memang mulai terjadi pada kuartal satu 2021, di mana hampir seluruh perekonomian dunia mencatat pertumbuhan positif.
Kendati demikian, berdasarkan perkembangan terakhir menunjukkan adanya potensi perlambatan laju pemulihan ekonomi global akibat merebaknya varian Delta di hampir semua negara di dunia..
Dengan berbagai perkembangan terakhir, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi sedikit melambat namun masih akan mencatat pertumbuhan positif di kuartal ketiga 2021 antara 3,0 persen hingga 3,5 persen dibandingkan dengan Kuartal sebelumnya.
"Dengan demikian untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan antara 3,3 - 3,69 persen (YoY)," katanya.
Penerapan PPKM berpotensi berdampak pada penurunan signifikan konsumsi masyarakat dan mandeknya Investasi. Namun, seiring dengan relaksasi PPKM, belanja masyarakat menunjukkan perbaikan signifikan.
Ibrahim menuturkan kebijakan fiskal, moneter, dan perbankan masih sangat akomodatif di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19. Suku bunga BI masih dipertahankan pada level terendah sepanjang sejarah pada 3,5 persen untuk mendukung pemulihan ekonomi. Stimulus fiskal juga dipercepat realisasinya.
"Intinya, Koordinasi pemangku kebijakan antara otoritas semakin kuat dengan dilanjutkannya sinergi antara BI dan Pemerintah dalam pembiayaan fiskal," kata dia.
Menurut Ibrahim, berbagai kebijakan pendukung di sektor perbankan dan keuangan seperti perpanjangan masa relaksasi restrukturisasi kredit akan membantu dunia usaha dan perbankan dalam menghadapi dampak dari pandemi gelombang kedua ini.
"Strategi pemulihan ekonomi harus sejalan dengan upaya pengendalian pandemi. Penyebaran kasus Covid-19 harus dapat ditekan melalui penerapan prokes, testing dan tracing di tengah berlanjutnya percepatan vaksinasi," kata dia.
Pada perdagangan pekan depan atau Senin (13/9) Ibrahim memprediksi mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat terbatas di rentang Rp 14.390 - Rp 14.230 per USD. (mcr10/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Hanya Harga Emas, Rupiah Hari Ini Juga Loyo, Aduh!
Redaktur & Reporter : Elvi Robia