Junta Terapkan Wajib Militer, Kaum Muda Myanmar Pilih Kabur ke Thailand

Jumat, 23 Februari 2024 – 22:31 WIB
Penumpang kapal dari Myanmar yang menghindari wajib militer di negaranya tiba di dermaga Ronong-Kawthaung, Thailand, Selasa (20/2/2024). Foto: ANTARA/TNA

jpnn.com, RANONG - Perintah wajib militer oleh junta Myanmar telah memicu gelombang eksodus generasi muda negara tersebut ke Thailand, demikian menurut laporan TNA, Kamis.

Thailand adalah negara yang berbatasan dengan Myanmar sepanjang sekitar 2.400 km.

BACA JUGA: Koalisi SSR Mendesak DPR Gunakan Hak Angket soal Dugaan Suplai Senjata ke Myanmar

Undang-undang wajib militer yang diberlakukan oleh Myanmar, bertujuan untuk merekrut sekitar 5.000 orang setiap bulan mulai April, telah memicu gelombang baru masuknya migran secara ilegal ke Thailand di sepanjang perbatasan.

Di Provinsi Tak, unit patroli perbatasan menangkap sekelompok orang yang melintasi perbatasan menuju Thailand.

BACA JUGA: Menlu Retno: Demokrasi di Myanmar Kunci Penyelesaian Isu Rohingya

Otoritas keamanan di provinsi tersebut telah mendirikan pos pemeriksaan pada Selasa (20/2) malam, dan menangkap 18 warga negara Myanmar yang berkumpul di belakang truk pikap.

Hanya berjarak satu jam, mereka memperluas operasi dan menangkap delapan orang lainnya, total 26 orang dalam satu malam.

BACA JUGA: 3 Hari Hilang, WNA Myanmar Ditemukan Tewas di Sungai Barito

Myanmar telah mengumumkan bahwa semua pria berusia 18-35 tahun dan wanita berusia 18 hingga 27 tahun harus bertugas di militer di tengah meningkatnya pertempuran dengan kelompok bersenjata dan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF).

Di Provinsi Ranong, dilaporkan bahwa hingga seribu pemuda dan pemudi Myanmar telah melintasi perbatasan dari Myanmar setiap hari.

Pasukan keamanan menangkap hampir seratus orang setiap hari ketika para pejabat bersiaga tinggi, melakukan operasi sepanjang waktu untuk memblokir semua rute pelarian.

Di dermaga Ronong-Kawthaung yang berfungsi sebagai salah satu penyeberangan perbatasan, terlihat peningkatan penumpang kapal dari Myanmar yang melakukan perjalanan ke sisi Thailand. Suasananya ramai dari pagi hingga sore.

Pos pemeriksaan perbatasan permanen di Ranong memungkinkan masuk dan keluar secara sah melalui sistem izin perbatasan. Mereka yang masuk diperbolehkan tinggal maksimal tujuh hari.

Namun sebelumnya, ada sekitar 300-350 warga negara Myanmar yang masuk dan keluar Provinsi Ranong setiap harinya. Saat ini, ada lebih dari 1.000 orang per hari.

Sebagian besar penumpang adalah pria dan wanita muda, yang datang bersama keluarga dengan membawa barang bawaan besar seperti yang terlihat selama festival ketika mereka datang mengunjungi kerabat mereka di Thailand. Namun, hal itu biasanya tidak terlihat pada waktu biasanya.

Sementara itu, Pusat Komando Penegakan Maritim Wilayah 3 telah melakukan operasi pengawasan untuk mencegah penyeberangan perbatasan ilegal di sepanjang perbatasan laut Thailand-Myanmar, baik oleh patroli laut maupun tim operasi khusus di sepanjang Sungai Kraburi yang menempuh jarak lebih dari 200 kilometer.

Di Samut Sakhon, rumah bagi komunitas Myanmar terbesar di Thailand, Mong A, seorang pekerja migran Myanmar berusia 43 tahun, menggambarkan situasi saat ini di negara asalnya sebagai sebuah kekacauan.

Mong A yang telah bekerja di Thailand selama lebih dari 20 tahun mengatakan pemerintah mengirim pasukan ke desa-desa untuk mendaftarkan orang-orang berusia 18 tahun ke atas untuk wajib militer selama minimal dua tahun.

“Orang-orang di pihak berlawanan yang mendukung pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi panik, karena harus wajib militer dan berupaya untuk meninggalkan negara ini,” kata Mong A.

Banyak dari warga Myanmar yang mengincar Thailand, di mana diperkirakan jutaan orang telah memasuki negara tersebut, dan bekerja sebagai buruh di berbagai sektor seperti pertanian, perikanan, pabrik, dan lain-lain, tambah Mong A. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler