Junta Terus Tangkapi Warga

Selasa, 03 Juni 2014 – 07:16 WIB

jpnn.com - BANGKOK - Junta militer yang kini berkuasa di Thailand, tampaknya, sangat menyadari bahwa mereka harus berfokus pada pengembangan ekonomi. Kemarin (2/6) mereka merilis program pembangunan ekonomi.

 

Dalam pernyataan yang ditandatangani KSAU Thailand Marsekal Prajin Juntong, militer telah melakukan pembicaraan dengan sejumlah direktur BUMN Thailand.

BACA JUGA: Juan Carlos Terbelit Banyak Skandal

"Kami telah mendaftar sejumlah proyek infrastruktur yang tidak bisa ditunda. Kami akan menyerahkan daftar ekonomi ini ke Jenderal Prayuth (Jenderal Prayuth Chan-ocha, pemimpin junta militer, Red) untuk diperiksa lebih lanjut," katanya.

BACA JUGA: Bajak Laut Meningkat di Perairan Asia Tenggara

Total nilai proyek yang masuk dalam daftar tersebut mencapai BT (baht Thailand) 346,9 miliar (Rp 124 triliun). Antara lain, proyek pengembangan Bandara Svarnabhumi, pembangunan rel kereta, dan proyek di bidang energi. Hanya, dalam rilisnya, Prajin menyatakan harus berkonsultasi dulu untuk menyesuaikan dengan APBN Thailand.

Perekonomian Thailand memang tengah terpuruk. Selain jeblok karena subsidi pembelian beras (yang ditetapkan pemerintah 76 persen dari harga pasar), tingkat inflasi telah meningkat sampai 1,75 persen dalam sebulan terakhir sebagaimana dikutip media lokal Thailand dari Kementerian Perdagangan.

BACA JUGA: Pemerintah Belum Berencana Evakuasi WNI di Thailand

Belum lagi, sektor pariwisata yang menjadi primadona terpuruk lantaran demonstrasi berkepanjangan hingga 9 bulan yang dilanjutkan dengan kudeta militer.

Dari pantauan Jawa Pos, sekilas situasi kehidupan sehari-hari di Bangkok berjalan normal. Terjadi kemacetan panjang seperti hari-hari sebelumnya. Aktivitas perdagangan masyarakat pun berjalan seperti biasa.

Tidak ada blokade jalan sebagaimana akhir pekan lalu. Semua angkutan umum juga berjalan. Semua objek wisata terkenal Thailand seperti Wat Arun, pusat grosir MBK, Pasar Catuchak, serta Pasar Pratunam juga masih ramai.

Jam malam yang diberlakukan pukul 24.00"04.00 pun tidak begitu berarti. Sejumlah pusat hiburan malam seperti di kawasan Sukhumvit masih buka. Namun, pengunjung memang lebih sedikit. Lalu lintas di tempat yang menjadi pusat demonstrasi, Monumen Victory, juga lancar. Pasukan militer-polisi memang masih terlihat berjaga. Namun, tidak terlihat seorang pun yang berunjuk rasa.

Dari berita yang beredar di media sosial, memang tidak ada agenda unjuk rasa hingga Sabtu-Minggu mendatang. Juga, tidak ada seruan flash mob politik sebagaimana yang terjadi pada Minggu (1/6). Media sosial memang menjadi sarana baru untuk menyampaikan agenda unjuk rasa.

Namun, muncul pernyataan dari McDonalds melalui akun Facebook resmi mereka. Raksasa fast food AS tersebut meminta tempatnya tidak dikait-kaitkan dengan kelompok antikudeta.

"Kami tak pernah memfasilitasi kegiatan antikudeta. Kami tidak punya kaitan. Kami akan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menjernihkannya," bunyi pernyataan mereka.

Sebelumnya pentolan gerakan antikudeta Sombat Boongamanong dan cyber army-nya kerap menggunakan McDonalds. Misalnya, untuk mengecoh polisi pada Minggu lalu. Ketika itu, dalam akun Facebook-nya, Sombat menyatakan telah berada di McDonalds Ratchaprasong. Karena itu, tentara men-sweeping sejumlah konter McDonalds di Bangkok.

Kendati terlihat normal dan tenang, suhu politik tetap tinggi. Minggu malam (1/6), aparat kembali menciduk reporter senior The Nation Pravit Rojanaphruk. Dia disuruh melapor ke markas tentara.

Dia pun melakukannya dengan ditemani sejumlah pengacara serta komisioner Human Right Watch. Hasilnya, sejam kemudian, hanya pengacara dan komisioner Human Right Watch yang kembali. Mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Diduga, hal itu terkait dengan rencana Pravit memberikan testimoni di Foreign Correspondent Club (FCC, tempat para jurnalis asing berkumpul di Bangkok, Red) malam ini. Berdasar undangan di FCC untuk para jurnalis asing, Pravit akan bercerita mengenai keadaannya saat ditahan tentara pada akhir Mei lalu.

Acara itu pun ditunda. FCC memprotes keras pemerintah Thailand terkait dengan hal tersebut. "Seharusnya pemerintah yang berkuasa melihat bahwa dalam masa seperti ini orang membutuhkan informasi yang akurat. Juga, ini terkesan intimidasi terhadap pers," tegas Pemred The Nation Thepcai Yong dalam rilisnya.

Sementara itu, Juru Bicara NPOC -nama resmi junta militer Thailand- Kolonel Winthai Sivari menegaskan, sudah menjadi tugas NPOC untuk menertibkan media yang berpotensi menyebarkan informasi yang bisa meresahkan masyarakat.

"Seharusnya media juga bertanggung jawab untuk ikut menjaga ketertiban," katanya melalui sambungan telepon. (ano/c5/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikabarkan Mengandung Babi, Arab Saudi Tarik Cokelat Cadbury


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler