jpnn.com, JAKARTA - Pengusaha gula Pieko Njotosetiadi didakwa menyuap Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Parlagutan Pulungan senilai Rp 3,55 miliar. Jaksa KPK menyebut suap tersebut diberikan terkait dengan pembelian gula kristal putih dengan ikatan perjanjian.
"Terdakwa Pieko Njotosetiadi selaku Direktur Utama PT Fajar Mulia Transindo dan penasihat PT Citra Gemini Mulia memberi uang tunai sebesar 345 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3,55 miliar kepada Dolly Parlagutan Pulungan melalui I Kadek Kertha Laksana selaku Direktur Pemasaran PT PTPN III," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/11).
BACA JUGA: Usut Kasus Suap Bupati Lampura, KPK Kembali Geledah Sejumlah Tempat di Lampung
Pemberian suap itu merupakan imbalan karena Dolly dan Kadek telah memberikan persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Pieko atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
Kadek memang mengirimkan surat penawaran pembelian gula dengan mekanisme LTC kepada beberapa perusahaan dilengkapi dengan sejumlah syarat mengenai volume, harga pembayaran dan bank garansi. Namun, ujar jaksa Ali, hanya perusahaan terdakwa (PT Fajar Mulia Transindo) yang mampu memenuhi. Sementara perusahaan lain keberatan dengan syarat-syarat tersebut, terutama keharusan membeli gula di PTPN yang sudah ditentukan dan diharuskan membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan.
BACA JUGA: KPK Ringkus Umar Ritonga Sang Makelar Suap Eks Bupati Labuhanbatu
Pada tanggal 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dirut PTPN III Dolly Parlagutan yang kemudian ditindaklanjuti dengan surat perintah setor (SPS) dan delivery order (DO) oleh masing-masing PTPN. Maka, mulai Juni 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode I dilakukan PT Fajar Mulia Transindo sebesar 25 ribu ton dengan harga Rp10.500,00/kilogram.
Pada tanggal 21 Juli 2019 di Hotel Sheraton Surabaya, Pieko dan putranya Vinsen Njotosetiadi melakukan rapat dengan direksi PTPN III dan anak-anak perusahaannya. Pada rapat itu, Dolly Parlagutan mengarahkan terkait dengan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75 ribu ton dari agar diserahkan kepada perusahaan Pieko (PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia), sedangkan gula milik PT PTPN III sebanyak 25 ribu ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
BACA JUGA: Eks Legislator PAN dan Istrinya Masuk Daftar Saksi Kasus Suap Mesin Garuda
Atas arahan Dolly tersebut, Pieko lalu membeli gula milik petani melalui PT Fajar Mulia Transindo sebesar 50 ribu ton dan PT Citra Gemini Mulia sebesar 25 ribu ton masing-masing senilai Rp 10.250/kg.
Selanjutnya, pada bulan Agustus 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode III kembali dilakukan Pieko melalui perusahaannya PT Fajar Mulia sebesar 25 ribu ton dan PT Citra Gemini sebesar 50 ribu ton dengan harga masing-masing Rp10.150,00/kg yang ditindaklanjuti dengan SPS dan DO dari masing-masing anak perusahaan PTPN III.
Setelah Pieko melakukan pembelian gula dengan sistem LTC periode I s.d. III, pada tanggal 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta.
Pada pertemuan itu, kata jaksa Ali, Arum Sabil meminta uang kepada terdakwa untuk keperluan Dolly Parlagutan. Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS. Atas permintaan tersebut, terdakwa menyanggupi untuk memberikan uang kepada Dolly yang mekanisme penyerahannya melalui I Kadek Kertha Laksana.
Uang diberikan pada tanggal 2 September 2019 oleh pimpinan cabang PT Citra Gemini Mulia Ramlin kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing, yaitu 345 ribu dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta. Ramlin menyerahkan kepada Corry Lucia, lalu menginformasikan kepada Edward Samantha.
"Sekitar pukul 17,31 WIB, terdakwa menghubungi I Kadek Kertha Laksana melalui WhatsApp menanyakan uang yang telah diserahkan dengan mengatakan 'apakah contoh gula sudah diambil' dan Kadek menjawab 'sudah'. Corry lalu mengantarkan uang kepada Edward Samantha yang sedang bersama Kadek Kertha di Kantor PTPN III," tambah jaksa.
Selanjutnya, seorang staf bernama Frengky Pribadi mengambil uang 345 ribu dolar Singapura tersebut.
Pada pukul 19.22 WIB, petugas KPK mengamankan Kadek Kertha di ruangannya di PTPN III gedung Agro Plaza. Keesokan harinya, 3 September 2019, Dolly Parlagutan menyerahkan diri ke Kantor KPK, sedangkan Pieko dilakukan penangkapan pada tanggal 4 September di Bandara Soekarno Hatta.
Selain itu, untuk menghindari kesan adanya praktik monopoli perdagangan melalui sistem LTC oleh perusahaannya, Pieko juga meminta Komisaris Utama PTPN VI dan mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (PKPU) Muhammad Syarkawi Rauf untuk membuat kajian.
"Untuk itu, terdakwa telah memberikan uang kepada Muhammad Syarkawi Rauh seluruhnya sebesar 190.300 dolar Singapura atau setara Rp1,966 miliar yang diberikan dalam dua tahap," kata jaksa Ali.
Tahap pertama, pada tanggal 2 Agustus 2019 di Hotel Santika Jakarta Selatan sebesar 50 ribu dolar Singapura atau setara Rp516,5 juta. Tahap kedua, pada tanggal 29 Agustus 2019 sebesar 140.300 dolar Singapura atau setara Rp1,45 miliar yang diserahkan melalui I Kadek Kertha Laksana di ruangan Direktur Pemasaran PTPN III Gedung Agro Plaza Setia Budi Kuningan.
Atas perbuatannya, Pieko didakwa berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap dakwaan tersebut, Pieko tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) dan sidang diagendakan akan dilanjutkan pada tanggal 2 Desember 2019 dengan agenda pemeriksaan saksi. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil