jpnn.com, YANGON - Chit Su Win tidak bisa menyembunyikan kekecewaan. Pupus sudah harapan istri Kyaw Soe Oo itu untuk bertemu dengan sang suami. Kemarin, Jumat (11/1) Pengadilan Tinggi Myanmar menolak banding yang diajukan Kyaw Soe dan Wa Lone. Artinya, dua jurnalis Reuters tersebut harus kembali mendekam di tahanan. Satu-satunya jalan yang tersisa adalah Mahkamah Agung (MA).
"Sungguh sangat menyedihkan," ungkap Chit Su seperti dikutip Washington Post.
BACA JUGA: PBB Desak Myanmar Atasi Genosida Rohingya
Kemarin dia sudah siap menjemput suaminya di penjara. Dia berharap bisa pulang ke rumah bersama. Bahkan, dia sudah mengajak sejumlah kerabat untuk bersama-sama menjemput Kyaw Soe di penjara. Sebab, dua terdakwa tidak hadir dalam sidang kemarin. Namun, putusan pengadilan tinggi membuyarkan seluruh harapan Chit Su.
Hakim Pengadilan Tinggi Aung Naing menegaskan bahwa kasus Kyaw Soe dan Wa Lone tidak cukup kuat untuk disidangkan lagi. Kuasa hukum dua terdakwa, menurut dia, tidak punya cukup bukti kuat untuk menggugat vonis sebelumnya.
BACA JUGA: Perahu Mengangkut 20 Warga Rohingnya Terdampar di Aceh Timur
Apalagi, mereka tidak punya bukti baru. "Hukumannya sudah sesuai," tegas Aung Naing. Dia menyebut vonis tujuh tahun penjara sudah pas.
Lebih lanjut, Aung Naing menyatakan bahwa perbuatan Kyaw Soe dan Wa Lone tidak bisa dibenarkan hanya dengan mengacu pada etika jurnalistik. Menurut dia, dua pria Myanmar yang menjadi koresponden Reuters tersebut memang melanggar regulasi. Tepatnya, Official Secrets Act yang mengatur rahasia negara.
BACA JUGA: Repatriasi Pengungsi Rohingya Gagal Total, Ini Penyebabnya
Keputusan Aung Naing itu membuat Dubes Uni Eropa (UE) di Myanmar Kristian Schmidt geram. "Ini adalah kemunduran bagi Myanmar," ujarnya sebagaimana dikutip New York Times.
Menurut dia, sistem hukum di Myanmar belum independen. Pemerintah belum sepenuhnya menjamin kebebasan pers. Pemerintah juga terlalu jauh mencampuri urusan masyarakat. Juga, terlalu mengekang hak publik untuk mendapatkan informasi.
Pengacara Kyaw Soe dan Wa Lone menyatakan bahwa klien mereka dijebak polisi. Jaksa Khine Khine Soe, jaksa pemerintah, menuduh mereka membocorkan rahasia negara karena nekat meliput kekerasan terhadap kaum Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Padahal, akses ke wilayah itu dibatasi. Selain nekat menerobos daerah terlarang, menurut Khine Khine, dua jurnalis tersebut menjual data rahasia itu kepada musuh.
Dakwaan soal menjual data rahasia kepada pihak lain itulah yang membuat pengacara Kyaw Soe dan Wa Lone marah. Sebab, tidak pernah ada bukti kuat tentang itu. Namun, pengadilan tetap berpihak kepada Khine Khine. Menurut para pengadil, Kyaw Soe dan Wa Lone sengaja mengumpulkan informasi terlarang dan menyimpannya. Perbuatan itu mengancam keamanan negara.
"Putusan ini jadi satu lagi ketidakadilan terhadap Kyaw Soe dan Wa Lone. Mereka mendekam di balik jeruji hanya karena penguasa ingin menutupi kebenaran," papar Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J. Adler.
Kini satu-satunya harapan bagi Kyaw Soe dan Wa Lone adalah MA. Tapi, Than Zaw Aung, pengacara Reuters, meragukan keberhasilan upaya itu. (bil/c10/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangladesh Paksa Pengungsi Rohingya Pulang ke Myanmar
Redaktur & Reporter : Adil