jpnn.com - Jepang masuk lima besar negara dunia yang memberikan kontribusi wisatawan terbanyak di sepuluh anggota ASEAN. Sepanjang 2013, ada 4,7 juta penduduk Jepang yang pelesir ke negara-negara Asia Tenggara. Namun sayang, hanya sekitar 400 ribu yang memilih Indonesia. Berikut laporan wartawan Jawa Pos Ariyanti Kurnia yang baru kembali dari Negeri Sakura.
---
DATA terbaru yang dirilis ASEAN menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir jumlah wisatawan Jepang yang mengunjungi Indonesia memang meningkat. Tapi, jumlahnya tidak terlalu besar. Tercatat 445.066 turis pada 2012 dan 479.305 wisatawan pada 2013. Jika dipersentasekan, kenaikan itu 7,2 persen pada 2012 dan 7,7 persen pada 2013. "Untuk 2014, belum ada angka pasti. Namun, sekitar 400 ribu itu," kata Dananjaya Axioma, direktur Tourism & Exchange Division ASEAN-Japan Centre, saat ditemui di Tokyo pekan lalu.
Indonesia tertinggal jauh dari Thailand yang pada 2013 berhasil membuat 1.537.979 penduduk Jepang mau berlibur ke negaranya. Angka itu naik 166.726 orang daripada tahun sebelumnya. Sedangkan negara ASEAN yang memiliki grafis kenaikan paling drastis adalah Myanmar. Pada 2012 sebanyak 47.690 orang (melonjak 123,7 persen), lalu pada 2013 naik lagi 44,2 persen menjadi 68.761 turis.
Ada banyak hal yang melatarbelakangi jumlah turis Jepang ke Indonesia cenderung stagnan, yakni naik turun di kisaran 400 ribu-500 ribu. Padahal, yang ditawarkan Thailand dan Indonesia tak jauh berbeda. Sama-sama memiliki wisata alam, budaya, hingga tempat-tempat untuk berbelanja.
Menurut Danan, saat ini terjadi pergeseran tren perjalanan wisatawan Negeri Matahari Terbit itu, yang semula long-haul menjadi short-haul. Seiring dengan itu, sejatinya juga terjadi penurunan outbound Jepang ke mancanegara. "Ekonomi Jepang tidak dalam kondisi baik saat ini, tidak seperti era golden time 1980-1990-an. Yen melemah dan lapangan kerja juga makin terbatas," jelas Danan.
Ditambah lagi dengan perubahan demografis Jepang, yakni semakin besar jumlah warga senior (senior citizen), piramida penduduk sudah bergerak terbalik. Dengan kondisi itu, ada keterbatasan bagi seseorang untuk melakukan aktivitas wisata. Selain itu, saat ini banyak perusahaan Jepang yang menggunakan tenaga outsourcing untuk penghematan. "Tentu saja ini diikuti dengan menurunnya jumlah hak cuti dan keberanian meninggalkan pekerjaan untuk waktu lama juga menjadi terbatas," kata pria 53 tahun itu.
Di sisi lain, bermunculan destinasi-destinasi baru short-haul. Sebelumnya adalah Tiongkok, Korea, Taiwan, Hongkong, dan Guam. Dalam lima tahun terakhir, muncul pemain baru dari ASEAN. Antara lain, Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos yang secara jarak terbang lebih pendek daripada destinasi Indonesia. Bersama Thailand, empat negara itu melangkah secara pasti dan menunjukkan peningkatan kunjungan yang signifikan. "Mereka menciptakan paket-paket wisata yang relatif jauh lebih murah dan lebih singkat. Cocok untuk pasar Jepang kini," ujar Danan.
Sejauh ini, Bali masih menjadi jujukan favorit. Di samping sudah sangat dikenal dan punya level kelas dunia, akses menuju Pulau Dwata mudah. Destinasi berikutnya adalah Jogjakarta, baru kemudian sisanya tersebar. Antara lain, Manado, Sumatera Barat, Bintan, dan Batam. Yang disebut terakhir seharusnya mulai dikembangkan karena bisa memiliki peluang besar jika mengingat kedekatannya dengan Singapura. "Kita bisa tangkap wisatawan Jepang dari Singapura yang jumlahnya lumayan besar, sekitar 800 ribu lebih," jelas Danan.
Ada beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk terus meningkatkan jumlah kunjungan turis Jepang ke Indonesia. Jika itu benar diterapkan, Indonesia bisa bersaing secara kompetitif dengan Thailand dalam menggaet wisatawan yang juga menyukai short-haul, tak cuma dari Jepang. "Dimulai dengan memperbanyak frekuensi promosi di negara sasaran. Meski kecil, tetapi sering. Itu lebih efektif daripada sekali promosi besar, tetapi kemudian tidak pernah muncul lagi," tutur lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Promosi juga mesti dilengkapi dengan keterangan yang berbahasa Jepang agar masyarakat setempat lebih mudah memahami. Danan masih sering menjumpai travel agent berpromosi ke Jepang tanpa mencantumkan penjelasan dalam bahasa setempat. Selain itu, Indonesia perlu membuka gate baru yang lebih dekat dengan Jepang. Misalnya Manado.
BACA JUGA: Perdagangan RI-Tiongkok Defisit, Ekspor Harus Digenjot
Bukan hanya bisa memangkas durasi terbang, tapi juga memberikan akses yang lebih mudah dan cepat untuk distribusi ke destinasi-destinasi lain, terutama Indonesia Timur. "Salah satu keluhan pasar Jepang terhadap destinasi timur Indonesia, meski dinilai sangat menarik, adalah masalah jarak atau aksesibilitas," imbuh Danan. (*/c11/oki)
BACA JUGA: Perkuat UKM, Salurkan Dana Rp 1,9 Miliar
BACA JUGA: Lion Air Delay, Maskapai Lain Kena Imbas
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gara-gara Lion Air, AP II Bakal Terapkan Deposit
Redaktur : Tim Redaksi