Jusuf Kalla: Implementasi SDGs Butuh Partisipasi Masyarakat Sipil

Minggu, 27 September 2015 – 15:07 WIB
Tampak Wapres RI Jusuf Kalla menerima perwakilan NGO asal Indonesia di Kantor Perutusan Tetap Republik Indonesia di New York, AS, Sabtu (26/9). FOTO: DOK.INFID

jpnn.com - NEW YORK - Wakil Presiden RI, Yusuf Kalla menyambut baik partisipasi masyarakat sipil dalam implementasi program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

“Goal atau tujuan 17 SDGS mengamatkan partnership dengan organisasi masyarakat sipil,” kata Jusuf Kalla, didampingi Menteri Luar Negeri RI, Retno Lestari Marsudi, saat menerima 10 perwakilan NGO asal Indonesia di Kantor Perutusan Tetap Republik Indonesia di New York, Jumat (25/9) sore atau Sabtu (26/9) dini hari Waktu Indonesia Barat.

BACA JUGA: Astaghfirullah, Ini Bukti Buruknya Pelayanan Jemaah Haji di Saudi

Adapun pimpinan organisasi masyarakat sipil atau civil society organization (CSO) asal Indonesia, yang ikut dalam bertemu Jusuf Kalla untuk membahas rencana implementasi SDGs, antara lain Abetnego Tarigan (Direktur Eksekutif Walhi), Dian Kartika (Sekjend Koalisi Perempuan Indonesia), dan Wahyu Susilo (Migrant Care).

Selain itu, Sugeng Bahagijo (Direktur International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Haris Azhar (Kontras), dan Darmawan (Oxfam Indonesia). Para pemimpin NGO ini juga berada di New York, AS dalam rangka turut menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 25-27 September 2015.

BACA JUGA: LSM: Pajak Progresif bagi Orang Super Kaya Indonesia

Sugeng Bahagijo menyampaikan SDGs adalah versi global tentang rencana pembangunan jangka menengah (RPJM).

“Jika pemerintah segera mengimplementasi program PBB yang berisi 17 target dan 169 sasaran itu, akan mempercepat pencapaian program pembangunan pemerintah yang tercantum dalam RPJM,” kata Sugeng.

BACA JUGA: Masyarakat Sipil Internasional Soroti Tingginya Angka Ketimpangan

Hanya saja berbeda dengan program-program pembangunan milinium atau milinieum development goals (MDGs) 2000-2015 ini, pelaksanaan SDGs 2030 menuntut pemerintah lebih terbuka (inklusi) dengan melibatkan masyarakat sipil.

“Tidak hanya saat  membuat laporan tapi juga menyusun konsep indikator, dan implementasi,” kata Sugeng.

Sementara itu, Haris Azhar menambahkan partnership perlu melibatkan perwakilan dari kelompok marginal seperti perempuan, anak dan masyarakat adat (indigenous people) yang selama ini terabaikan. Sebab, menurut Haris, SDGs mempunyai prinsip no one leave behind.

Karena itu, Wakil CSO ini mengusulkan langsung kepada Jusuf Kalla agar pemerintah membentuk sekretariat bersama untuk menghimpun keterlibatan berbagai pihak dalam implementasi SDG.  

“Pemerintah dan CSO perlu memikirkan untuk bentuk partnership itu,” kata Hariz.

Menanggapi rencana pembentukan Sekretariat Bersama, Jusuf Kalla menegaskan pemerintah tidak akan membuat lembaga baru untuk implementasi SDGs. Program PBB ini, menurut Jusuf Kalla, akan diintegrasikan dalam RPJM.

Ia mengatakan telah meminta kementerian dan lembaga terkait untuk mengubah paradigma perencanaan pembangunan dari kuratif menjadi lebih preventif.

Karena sifat SDGs yang lintas sektor, JK mengatakan akan memerintahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai koordinator.

“Jika hanya Kementerian Kesehatan tidak akan bisa berjalan karena sifatnya lintas sektor,” kata Jusuf Kalla.

Menanggapi itu Senior Adviser INFID Mickael Bobby Hoelman, menjelaskan sekretariat bersama atau sekber bukan kantor atau lembaga baru, apalagi kementerian baru.

“Tapi cara pelembagaan partisipasi publik yang baru terutama menyongsong implementasi SDGs. Jika partisipasi ini terwujud, menunjukkan pemerintah Jokowi-JK mempertimbangkan cara baru untuk menghindari kegagalan terutama implementasi MDGs yang lalu,” kata kata Mikhael dalam siaran persnya, Sabtu (26/9).

Dalam pelaksanan MDGs yang berakhir tahun ini, PBB menilai pemerintah Indonesia kurang berhasil (off the track) menjalankan empat dari delapan target MDGs yaitu menekan angka kematian ibu saat melahirkan, menekan jumlah penderita HIV, memastikan kelestarian lingkungan hidup serta menyediakan akses air minum dan sanitasi layak bagi masyarakat. 

Selain terlambat, baru 10 tahun melakukan adopsi setelah program dicanangkan, kegagalan ini juga karena tidak melibatkan partisipasi masyakarat.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PBB Sepakati Dana Awal Untuk Mencegah Kematian Perempuan, Anak dan Remaja


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler