Gelombang kedua wabah flu babi Afrika telah membuat sedikitnya delapan juta ekor babi dimusnahkan di China. Dampaknya harga daging lain, seperti sapi, ayam dan kambing akan meningkat di seluruh dunia akibat meningkatnya permintaan daging. Varian baru virus flu babi Afrika sudah muncul di Asia Jutaan ekor babi harus dimusnahkan tahun lalu sehingga menciptakan kebutuhan besar akan daging lainnya Analis meragukan upaya China membangun kembali pasokan daging China akan berhasil
BACA JUGA: Ada Virus Corona Jenis Rusia..Duh, Apa Lagi Itu?
Laporan pertama mengenai adanya wabah flu babi Afrika, atau ASF, terjadi di bulan Agusuts 2018 dan dalam waktu setahun sudah menyebar ke banyak negara dan diperkirakan sudah memusnahkan sekitar 25 persen populasi ternak babi di seluruh dunia.
Seorang pengamat independen masalah perdagingan di Australia, Simon Quilty, mengatakan salah satu varian virus ASF yang merebak di China dalam dua bulan terakhir akan sangat mempengaruhi pasar daging di seluruh dunia.
BACA JUGA: Vaksin COVID-19 Bisa Mengubah Genetik Manusia? Ini Penjelasan Pakar
"China dalam beberapa hari terakhir baru saja mengatakan jika di pertengahan tahun 2021 kapasitas mereka akan kembali ke 100 setelah berhasil menangani wabah, hal yang menurut saya mustahil," kata Simon kepada ABC.
"Karena dalam enam sampai delapan minggu terakhir, gelombang kedua yang disebabkan varian baru virus sudah memakan korban sekitar 7 sampai 8 juta babi betina."
BACA JUGA: Menteri India Merayu Tesla, Sebut Biaya Produksi Lebih Murah Dibanding China
Photo: Jumlah impor daging oleh China menunjukkan bahwa pasok daging di dalam negeri menurun. (Credit: Thomas Elder Markets)Keraguan akan data dari China
Simon mengatakan data yang diberikan oleh Departemen Pertanian China, yang mengatakan produksi ternak babi mereka sudah hampir kembali normal, sangat diragukan karena beberapa faktor.
"Harga anak babi di China sekarang empat kali lipat dibandingkan sebelum adanya wabah flu babi Afrika di tahun 2017-2018," katanya.
"Harga babi yang dijual dagingnya dua tiga kali lebih tinggi, sementara harga babi betina untuk jadi induk lebih dari dua kali lipat."
"Jadi, bila angka sudah kembali normal seperti apa yang mereka katakan, kita tidak akan melihat harga yang tinggi seperti sekarang. Pasti harga sudah seperti sebelum tahun 2018 dan sekarang masih lagi ditambah gelombang kedua wabah barusan."
Bukan Simon saja yang tidak percaya dengan pendapat dari China tersebut.
Dalam artikelnya berjudul 'Why I Don't Trust Chinese Data on the Pig Herd Rebuild', atau Mengapa Saya Tidak Percaya Data China Mengenai Angka Produksi Babi, seorang analis di bidang pertanian, Andrew Whitelaw mengatakan harga daging sapi bukan satu-satunya petunjuk, impor daging China juga meningkat.
"Ketika impor mereka menurun, maka baru kita melihat produksi di dalam negeri meningkat," kata Andrew.
Andrew mengatakan salah satu hal yang membuat harga daging meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir adalah dampak dari wabah flu babi Afrika.
Dia memperkirakan karena kematian babi di China tahun lalu, maka sekarang ada kebutuhan protein sebanyak 25 juta ton. Photo: China sudah membangun hotel babi dalam bentuk gedung tinggi seperti apartemen untuk meningkatkan produksi daging babi. (Picture: Reuters)
Dampaknya terhadap harga daging dan jagung
Simon mengatakan saat ini yang diketahui ada tiga jenis varian babi flu Afrika.
Dua diantaranya muncul karena adanya vaksin ilegal dan saat ini tidak ada satu negarapun yang berhasil mencegah penyebarannya.
Dia mengatakan usaha China untuk membangun apa yang disebut "hotel babi", yaitu peternakan babi yang bertingkat seperti gedung, juga berpengaruh pada penyebaran virus flu babi.
Dampaknya terhadap harga daging di pasaran dunia akan tinggi kata Simon.
"Tidak diragukan lagi harga daging akan lebih mahal entah itu babi, sapi atau ayam," katanya.
"Gelombang kedua akan membuat usaha China meningkatkan jumlah ternak babi menjadi lebih lama dan harga daging yang tinggi, karena akan tetap ada sampai dua tiga tahun ke depan."
Dan bagi Australia, Simon mengatakan bisa terkena dampaknya juga, seperti pada komoditas pangan ternak.
"Saya sebelumnya melihat harga jagung dan biji-bijian meningkat, namun dengan perkembangan baru belakangan di China, permintaan akan jagung akan menurun," katanya.
"Dengan matinya 7 sampai 8 juta ekor babi, pasti akan berdampak besar pada harga pangan untuk mereka."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari berita dalam bahasa Inggris di sini
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia dan Tiongkok Bersitegang, Warga Keturunan Tionghoa Terimbas Dampaknya