Kabar Baik Bagi Penderita Penyakit Jantung Koroner, Tidak Perlu Pasang Stent

Senin, 02 Desember 2019 – 15:35 WIB
Dokter spesialis jantung Prof. Dr. med. Dr. Frans Santosa, SpJP (K). Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Penderita penyakit jantung koroner (PJK) stabil atau stable coronary artery disease, tidak perlu pasang stent dan operasi bypass. Cukup terapi dengan mengoptimalkan obat-obatan.

Informasi ini menjadi kabar baik dalam dunia medis, khususnya penderita PJK stabil di belahan dunia manapun.

BACA JUGA: Waspada, Penderita Jantung Koroner Makin Muda

Perhimpunan Ahli Jantung Amerika atau American Heart Association (AHA) merilis studi terbaru terkait pengobatan PJK stabil berbasis bukti (evidence based study) yang dinamakan “ISCHEMIA”.

Hasil studi menunjukkan bahwa tindakan pemasangan stent melalui kateter balon atau tindakan bedah pintas pada pasien-pasien dengan PJK stabil adalah tindakan berlebih. Tindakan itu tidak lebih efektif daripada terapi optimal obat-obatan atau optimal medical therapy (OMT).

BACA JUGA: 64 Persen Pasien Jantung Koroner adalah Perokok

Apabila para dokter spesialis jantung menerapkan hasil studi ini kepada pasien PJK stabil, maka keselamatan pasien akibat kemungkinan komplikasi operasi akan terjaga. Selain itu, biaya pengobatan akan jauh lebih murah. Dengan demikian, tidak perlu menaikkan iuran BPJS yang hanya membebani anggaran negara.

Dokter spesialis jantung Prof. Dr. med. Dr. Frans Santosa, SpJP (K) mengatakan studi tersebut mempunyai nilai evidence based 1a karena didesain dengan baik secara multicenter dan multination. Hal ini sudah dilakukan selama 5 tahun hingga beberapa bulan lalu.

BACA JUGA: Awas, Jantung Koroner Ancam Kaum Muda

Metodologi studi tersebut menggunakan studi komparatif yang membandingkan satu kelompok pasien yang menggunakan metode terapi tindakan invasif kardiologi, berupa balon kateter dan pemasangan stent atau metode bedah pintas plus pemberian obat-obatan optimal pada kedua metode.

Hasilnya, kata Frans, selama pengobatan pada kedua kelompok tidak menemukan perbedaan signifikan. Pada pasien yang diberikan obat-obatan secara optimal tidak ditemukan kematian akibat serangan jantung, komplikasi, serta dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

“Kesimpulannya, pemasangan stent lewat balon kateter atau operasi bedah pintas jantung tidak lebih efektif daripada pasien yang hanya meminum obat-obatan secara optimal, sesuai rekomendasi dokter,” kata Frans kepada wartawan di Jakarta, Senin (2/12/2019).

Ketua Senat Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta ini berharap, hasil studi ini dapat diterima kalangan dokter spesialis jantung sehingga dapat menghilangkan kontroversi yang selama ini terjadi. Sebab, selama dua dekade terakhir, ahli jantung telah menerapkan metode pengobatan ini pada penderita PJK stabil.

Sebelumnya, para ahli jantung sudah melakukan studi serupa. Studi tersebut dinamakan antara lain  MASS, RITA, RITA 2-3, Bari, Bari 2D, COURAGE, FAME, FAME II. Hasilnya, para ahli merekomendasikan  metode OMT pada penderita PJK stabil.

Penderita PJK stabil adalah penderita yang tidak mempunyai keluhan sama sekali (asimptomatik) atau mempunyai keluhan (simtomatik) ringan, sedang, berat di bagian dada. Baik saat istirahat, sedang beraktivitas atau saat treadmill (stable angina pectoris). Kelompok pasien ini tidak termasuk dalam kriteria kegawatan medis sesuai pedoman studi Canadian Cardiac Society (CCS).

Sejauh ini, kata Frans, telah banyak penderita PJK stabil datang ke rumah sakit hanya untuk medical check up (MCU). Tetapi setelah didiagnosa oleh dokter, pasien justru dianjurkan untuk memasang stent.

“Padahal, menurut berbagai hasil studi, cukup dilakukan diagnostik non invasive saja, atau maksimal semi invasive. Jika ditemukan ada indikasi, dianjurkan OMT,” katanya.

Sedangkan penderita PJK tidak stabil (Unstable CAD) adalah kasus emergency atau kegawatan serangan akut infark (penyumbatan) jantung. Pada situasi ini, pasien mengeluh nyeri hebat, rasa panas, sesak seperti ada beban pada daerah dada, keringat dingin, gelisah atau unstable angina pectoris (UAP), disertai perubahan grafik elektrokardiografi (EKG) dan kenaikan enzim jantung. Di sinilah indikasi absolut untuk dilakukan segera mungkin pemasangan stent melalui balon kateter atau bedah pintas.

Paradigma lama menyebutkan bahwa serangan jantung koroner terjadi akibat timbunan plaque (aterosklerosis) antara dinding dalam dan tengah yang tumbuh terus bertahun-tahun yang mengakibatkan lubang pembuluh darah kemudian tersumbat.

Sementara paradigma baru menyebutkan bahwa serangan jantung koroner terjadi akibat timbunan plaque dan lapisan dinding dalam pembuluh darah robek diikuti proses agregasi trombosit yang menyebabkan penyumbatan lubang pembuluh darah secara akut (aterotrombosis).

“Pengetahuan yang didapat berkat paradigma baru inilah yang menimbulkan inovasi teknik industri farmasi untuk mengembangkan obat-obatan modern, berbasis studi ilmiah guna mencegah proses aterosklerosis jantung koroner berlanjut yang mengandung statin atau PCSK9,” pungkas Frans.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler