jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) berbagi kabar baik soal isu tapering off The Fed tahun ini.
Pasalnya, perubahan kebijakan pengurangan likuiditas alias tapering Bank Sentral AS itu menjadi kekhawatiran sejumlah pihak.
BACA JUGA: BI Akui Tapering The Fed Bakal Terjadi Waktu Dekat, Ini Tandanya
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya telah membuat berbagai strategi tak hanya mengandalkan kebijakan suku bunga acuan.
"Kami juga melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dalam menghadapi tapering Fed dan global spillover," kata Perry dalam Konferensi Internasional Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan ke-15 secara daring di Jakarta, Kamis (2/9).
BACA JUGA: The Fed Memperketat Pembelian Aset, Genderang Tapering Ditabuh?
Perry menilai efisiensi nilai tukar rupiah dan suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tidak bisa dilihat hanya dengan teori saja di tengah keadaan yang sangat kompleks dan ketidakpastian pasar saat ini.
Oleh karena itu, BI perlu mengintervensi pasar domestik melalui spot, Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder.
BACA JUGA: Ekonom Beberkan Mimpi Buruk Krisis Pandemi Covid-19 Ditambah Tapering
"Semua ini telah kami pelajari dari krisis-krisis yang lalu," ungkap Perry.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pengetatan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau tapering off The Fed akan menjadi tantangan kompleks mengingat adanya krisis pandemi Covid-19.
"Jangan dianggap enteng," kata dia kepada JPNN.com beberapa waktu lalu.
Bhima menyebutkan ada perbedaan situasi tapering off antara 2013 dan saat ini. Pada 2013 tapering off berubah menjadi taper tantrum dan Indonesia masuk kedalam the fragile five atau 5 negara yang rentan gejolak keuangan.
"Padahal tahun 2013 belum ada krisis sedalam krisis pandemi Covid-19. Sementara saat ini tantangan makin kompleks, karena Indonesia masih menghadapi pandemi dan pembatasan mobilitas," bebernya.
Bhima menegaskan saat ini tantangan mengendalikan dampak tapering makin berat.
Dia menilai bisa saja investor melakukan perubahan cepat dari instrumen yang berisiko tinggi seperti pasar saham ke instrumen yang lebih aman.
Pasalnya, ada flight to quality sehingga instrumen berbasis USD seperti Treasury bond lebih diburu ketimbang surat utang di negara berkembang.
Yield atau imbal hasil Treasury bond sudah meningkat menjadi 1,34 persen untuk tenor 10 tahun menyambut The Fed Jackson Hole Symposium.
"Sementara USD Index telah meningkat 3,4 persen secara year to date atau dari awal Januari 2021 hingga 27 Agustus 2021 ke level 93," ungkap Bhima. (antara/mcr10/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Pejabat The Fed Mendesak Pengurangan Pembelian Aset, Tapering Dimulai?
Redaktur & Reporter : Elvi Robia