Kabar Gembira untuk Diaspora yang Ingin Kewarganegaraan Ganda

Jumat, 26 Agustus 2016 – 05:28 WIB
Gloria Natapradja Hamel , anggota Paskibraka, yang sempat tersandung masalah kewarganegaraan. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Kabar baik untuk sebagian besar diaspora yang menginginkan adanya dwikewarganegaraan untuk mendukung karir mereka.

Pemerintah sedang mengkaji kemungkinan dwikewarganegaraan untuk mereka yang tinggal di negara maju.

BACA JUGA: Butet Siapkan Perlawanan Jika Harga Rokok Rp 50 Ribu per Bungkus

Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Freddy Harris mengatakan, pihaknya kini masih menyiapkan kajian berdasarkan data dan fakta mengenai pentingnya dwi kewarganegaraan bagi diaspora di negara tertentu. 

’’Dalam perkembangan global saat ini kan banyak diaspora kita yang terhambat pergerakannya karena hanya punya paspor Indonesia,’’ kata Freddy di Kantor Ditjen AHU kemarin (25/8).

BACA JUGA: TNI AL Taklukkan Kapal Vier Harmoni di Pulau Dato

Dalam perkembangannya, sejumlah negara maju yang awalnya menganut kewarganegaraan tunggal juga terbuka dengan kewarganegaraan ganda dengan syarat tertentu. 

Data dari Guru Besar Universitas Indonesia menunjukkan, saat ini ada 44 negara dari 56 negara penganut kewarganegaraan tunggal yang telah memberlakukan kewarganegaraan ganda.

BACA JUGA: Pertemuan Konsultasi DPD RI, Kemendagri dan Kemenkeu Hasilkan Tiga Kesepakatan

’’Tapi pembatasan tetap perlu kita lakukan. Misalnya untuk orang-orang yang bekerja di pemerintahan atau konsulat, ya tetap tidak boleh punya dua paspor,’’ ujar Freddy. 

Dwikewarganegaraan juga akan diterapkan di negara-negara maju yang menganut ius soli saja. Ius Soli merupakan hak mendapatkan kewarganegaraan yang dapat diperoleh bagi individu berdasarkan tempat lahir di wilayah dari suatu negara.

Mereka yang memiliki kewarganegaraan ius soli biasanya sulit melepaskan kewarganegaraannya untuk mendapatkan kewarganegaraan dari tempat lain. Ini juga yang terjadi pada anak-anak hasil kawin campur. Terutama anak yang memiliki orang tua dari negari seperti Amerika Serikat.  

Anak yang lahir dari kawin campur antara WN Amerika dan WNI seringkali menemui kesulitan mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Sebab Amerika sebenarnya tak mengenal pelepasan kewarganegaraan. Sedangkan Indonesia tak menganut kewarganegaraan ganda. Alhasil, anak hasil kawin campur kerap kesulitan mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.

Kemungkinan kebijakan kewarganegaraan ganda ini tak sebatas diberikan untuk anak hasil kawin campur. Namun juga para diaspora. Namun pemerintah tetap akan membataskan bagi negara-negara maju saja.

Freddy melihat hal itu sudah dilakukan sejumlah negara dan hasilnya positif, salah satunya India. ’’Dengan memegang kewarganegaraan Amerika Serikat, warga kita kan bisa mengambil sekolah gratis. Networking bisnis mereka juga makin luas,’’ katanya.

Tidak semua dwikewarganegaraan ganda akan dibuka pemerintah. Freddy ingin hanya untuk negara-negara maju  dan berkembang saja. 

Dalam hitungan dia, kira-kira ada 20an negara yang masih relevan untuk diterapkan kewarganegaraan ganda dengan Indonesia. ’’Kita harus selektif, jangan sampai ada negara miskin. Bisa pindah semua penduduk mereka ke Indonesia,’’ ujarnya.

Data yang tengah dikumpulkan ini nantinya akan dikirim ke DPR sebagai bahan revisi UU Kewarganegaraan. Sebagaimana diketahui, revisi UU Kewarganegaraan telah masuk ke program legislasi nasional (prolegnas) dengan status inisatif DPR. 

’’Supaya jelas arahnya, kita harus punya data dan fakta di lapangan dulu,’’ kata Freddy. 

Hal itu diperlukan karena resistensi dwi kewarganegaraan di dalam negeri masih tinggi. Padahal banyak masyarakat di dalam negeri yang belum memahami masalah para diaspora dan anak hasil kawin campur. ’’Bagaimana pun mereka itu warga negara yang punya hak sama,’’ tegasnya.

Freddy juga punya jawaban terkait kekhawatiran kewarganegaran ganda berbahaya buat kejahatan dan keamanan nasional. Menurut dia, persoalan keamanan itu tidak berkaitan dengan single atau double nationality. 

’’Ketika kita menganut single nationality, itu (kejahatan dan keamanan nasional) kan juga jadi persoalan kan?’’ tanyanya. Persoalan itu menurut Freddy bisa dicegah dengan cara pengawasan yang ketat.
 
Dwikewarganegaraan memang menjadi polemik. Di satu pihak, hal itu banyak dibutuhkan oleh anak hasil kawin campur dan para diaspora. Di sisi lain, orang yang menginginkan dwi kewarganegaraan kerap dicap tak punya nasionalisme.

DPR sendiri belum satu suara. Hanya saja, mantan ketua panja RUU Kewarganegaraan Benny K Harman memahami persoalan yang dihadapi para anak hasil kawin campur dan diaspora. Masalah mereka, menurut Benny tak bisa diakomodir oleh kehadiran UU No. 12 /2016. 

’’Saat itu kami memang tak memikirkan akan timbul masalah orang-orang seperti Gloria (Gloria Natapradja Hamel),’’ kata politisi Partai Demokrat itu. Sebagaimana diketahui, Gloria sempat tidak bisa menjadi pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) karena dianggap berstatus warga negara Perancis. 

Padahal Gloria sebenarnya berhak mendapatkan dwi kewarganegaraan karena masih di bawah 18 tahun. Status WNI-nya dianggap lepas karena orang tuanya lupa mendaftarkan Gloria sejak empat tahun setelah UU Kewarganegaraan disahkan.

’’Secara pribadi saya tidak setuju dengan kewarganegaraan tunggal. Dwi kewarganegaraan tetap harus dibuka tapi terbatas,’’ terangnya. 

Mantan Menteri Hukum dan HAM yang mengawal terbitnya UU Kewarganegaraan saat itu, Hamid Awaluddin mengatakan, tidak menutup kemungkinan dwikewarganegaraan terbatas diberlakukan. Namun yang harus dipikirkan pemerintah ialah ancaman kejahatan trans nasional seperti narkoba dan human trafficking. 

’’Harus sensitif, kita harus paham juga dengan orang yang tak sepaham dengan dwikewarganegaraan,’’ katanya. (gun) 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpan-RB Minta Laporan Rutin Penilaian Kinerja PNS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler