jpnn.com, PEKANBARU - Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau Raharjo Budi Kisnanto mengungkap bahwa sejumlah oknum jaksa terduga pelaku pemerasan 63 kepala sekolah menengah pertama di Indragiri Hulu, Riau, terancam hukuman berat berupa pemecatan dengan tidak hormat.
"Kami rekomendasikan hukuman disiplin tingkat berat, namun selanjutnya tindakan apa yang akan diambil masih menunggu pimpinan Kejaksaan Agung," kata Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau Raharjo Budi Kisnanto kepada ANTARA di Pekanbaru, Selasa.
BACA JUGA: Usai Menjambret Tas Tauke Cabai, Kakak-Adik Ini Kaget Saat Lihat Isinya
Dia mengatakan dalam perkara ini pihaknya telah memintai banyak saksi, mulai dari internal Kejaksaan hingga eksternal, seperti Dinas Pendidikan setempat, para kepala sekolah, bendahara hingga lembaga swadaya masyarakat yang disebut mengetahui perkara itu.
Hasilnya, katanya, ada sejumlah pihak yang kini telah diusulkan untuk mendapat hukuman ke Kejaksaan Agung. Namun Raharjo tidak merinci siapa saja yang diusulkan sanksi berat itu.
BACA JUGA: Bocah tak Pulang, Saat Ditemukan Kondisinya Memprihatinkan, Pelakunya Ternyata 3 Ekor Anjing Herder
Berdasarkan informasi yang diperoleh ANTARA sedikitnya lima oknum jaksa kini tengah menanti sanksi itu.
Pemberian sanksi ini, lanjut Raharjo, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Dalam aturan itu, ada tiga tingkat hukuman disiplin. Pertama, jenis hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas.
BACA JUGA: 64 Kepala Sekolah SMP di Inhu Mengundurkan Diri, Ternyata Ini Penyebabnya
Lalu, hukuman disiplin sedang yakni penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu) tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Sedangkan, kata dia, hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Dugaan pemerasan ini menuai sorotan di tengah masyarakat. 63 kepala sekolah mengundurkan diri massal dari jabatannya karena mereka mengaku tertekan dalam pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Pengunduran diri itu, berawal adanya salah satu LSM membuat laporan ke Kejari Indragiri Hulu. Meski, permasalahan dalam pengelolaan dana BOS sudah ditangani Inspektorat, terhadap laporan itu, Korps Adhyaksa melakukan pemanggilan beberapa kepsek.
Namun, oleh oknum jaksa yang menangani laporan LSM itu diduga memeras dengan meminta sejumlah yang kepada kepsek.
BACA JUGA: Bocah Perempuan yang Tewas Terbakar Itu Ternyata Korban Pembunuhan Sadis, Begini Kronologinya
Akan tetapi, Raharjo mengatakan bahwa saat ini para kepala sekolah itu telah kembali bertugas. Pengunduran diri mereka ditolak oleh dinas pendidikan setempat sementara ia mengatakan Kejati Riau memberikan jaminan kepada para kepala sekolah tersebut dalam bertugas.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budi