Kada Tersangkut Hukum Bukan Imbas Pilkada Langsung

Jumat, 12 September 2014 – 06:17 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Banyaknya kepala daerah tersangkut kasus hukum, khususnya korupsi, menjadi salah satu alasan yang dikedepankan pihak pendukung pilkada tak langsung.

Dengan mengetengahkan data kemendagri yang mengungkap jumlah begitu besar tentang pimpinan daerah dengan catatan hitam tersebut, pilkada langsung kemudian divonis sebagai produk gagal.   
    
Terkait hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun tegas menyatakan ketidaksetujuannya. Menurut dia, tidak tepat menghubungkan secara langsung banyaknya kepala daerah tersangkut kasus hukum dengan pelaksanaan pilkada langsung.
    
Dalam pandangan dia, kewajiban kepala daerah menyetor dana ke DPP partai politik yang mengusungnya, lebih bisa dijadikan alasan.

BACA JUGA: Wiranto Tak Mau Buru-Buru Tampung Ahok

"Faktor kelakuan parpol yang sering seperti itu (jadi penyebab), terutama dalam memperlakukan kepala daerah sebagai sapi perah," kata Refly saat dihubungi kemarin (11/9).        
    
Sesuai data kemendagri hingga Januari 2014, terdapat 318 kepala daerah yang tersangkut kasus hukum. Kasus-kasus yang ditangani, baik oleh KPK dan kejaksaan, itu merupakan akumulasi penanganan kasus sejak 2004. Atau, awal ketika pilkada mulai dilaksanakan.   
    
Menurut Refly, angka capaian itupun bukan tidak berdiri sendiri. Melainkan, ada faktor keberadaan KPK yang berdiri sejak Desember 2003. Selain itu, tambah dia, keistimewaan penanganan kasus oleh KPK sebagaimana diatur di UU, juga merupakan pendorong luar biasa. Pasalnya, pemeriksaan terhadap kepala daerah oleh lembaga antikorupsi itu tidak harus melalui izin dari presiden.  
    
"Kalau sistem antikorupsi-nya nggak diperbaiki, tetap akan susah memberantas. Artinya, kalau sekarang angkanya tinggi, itu karena sistemnya sudah semakin baik ketimbang sebelum-sebelumnya," imbuh Refly.
    
Dia menegaskan, keberadaan KPK yang berdiri sebelum pelaksanaan pilkada langsung tersebut lebih menjadi pendorong fakta tentang banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus hukum, khususnya korupsi.  

"Bukan semata kejaksaan tingkat local, sebagaimana penanganan yang lalu-lalu. Karena itu, tidak adil kalau kita kemudian menghapus pilkada langsung dan kemudian menuntut pemilu langsung diganti," tandasnya.
    
Lebih lanjut, Refly menyarankan agar para anggota DPR yang kini sedang menyusun RUU Pilkada lebih berkonsentrasi pada sistem untuk meminimalisir politik uang. Bukan, kata dia, dengan kemudian tiba-tiba mengambil keputusan menghapus pilkada langsung. "Harus dijadikan kesadaran bersama, kalau pengawasan kita saja yang kurang," pungkasnya. (dyn)

BACA JUGA: Anas Sebut Nazaruddin Criminal Collaborator

BACA JUGA: SBY Bantah Tudingan Menteri KIB II Hidup Mewah

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dituding Lakukan Pemborosan, SBY Merasa Sudah Berhemat Triliunan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler